Ilustrasi Gambar: https://id.pinterest.com |
Pernah dunsanak mendengar kisah tentang Anduang Mudo (Nenek Muda)?[1]. Tentang orang yang selalu punya alasan melihat sisi baik. Sudilah kiranya tuan-tuan membacanya, Dari Buya Hamka saya antarkan untuk sanak saudara. Mudah - mudahan jadi sedikit "pelepas dahaga" di saat puasa.
Kata Buya Allahuyarham,. pernah ada hikayat orang - orang tua dulu, 30 tahun sebelum tahun 1956. Tentang Anduang Mudo, Anduang Mudo ialah seorang dukun beranak. Banyak perempuan beranak yang ditolongnya dan kerap kali ia dipanggil untuk mengobati ibu dan anak kecil yang sakit.
Sudah jadi kebiasaan orang orang dahulu. Ketika ia datang itu tentu diberi makan. Kadang makanan itu tidak cukup lengkapnya, ada kekurangan garam atau kelebihan. Maka meminta maaflah orang yang berobat itu kepadanya.
"Maafkanlah Anduang, gulai kurang garam, tergegas saja tadi membuatnya"
Dengan senyum dia menjawab "Tidak mengapa kurang garam, tidak ganjil lidah menerima".
Sekali waktu meminta maaf pula orang padanya "Maafkanlah anduang, gulai ku terasa asin, terdorong banyak memasukan garam, maklum si upik yang mengerjakannya tadi".
Dengan senyum beliau menjawab "Baik benar gulai ini banyak garamnya. Baru sedikit kita makan sudah terasa".
Seseorang minta maaf pula, "Maafkan anduang, nasi kami lembik.[2] Terlalu banyak air tadi, sehingga tidak terburu mengurangi".
Dengan tersenyum Andung Mudo menjawan, "Baik nasi lembik, tidak lama gigi mengunyahnya".
Seseorang pula meminta maaf, "Maafkanlah hamba anduang, nasi hamba terlalu saring. Kurang air dan tidak terburu menyuruti api,"
Dengan tersenyum beliau menjawab " Baik benar nasi saring itu. Dua kali perut awak kenyang. Pertama ketika ia masuk mulut, kedua kembang pula dia sekali lagi lantaran panas dalam perut,"
Suatu saat ada pula seorang perempuan bertanya obat pada Andung Mudo kalau anaknya penangis malam. Andung Mudo menjawab, jangan kau susah kalau anakmu penangis malam, itu tanda badannya akan lekas kembang. Bukankah gerak tangan dan gerak kaki itu senam juga. Dan pemaling takut mendekati rumah yang ada anak penangis.
Begitu dalamnya Buya Kita yang kita cintai ini menceritakan pada kita orang - orang kemudian, tentang kisah Andung Mudo. Kisah bukan sembarang kisah. Pesannya adalah tentang bagaimana hidup itu jangan hanya susahnya saja yang dikaji, dipikirkan. Jangan hanya dukanya saja yang diratap ratapi. Sebagaimana berniaga, jangan hanya ruginya saja yang disebut sebut tapi untung yang banyak tak terdengaran.
Tetapi bagaimana mengambil sisi-sisi baiknya dalam mendapatkan setiap cobaan. Karena setiap sesuatu pasti ada hal baiknya. Dimana ada racun, disitu ada obat penawarnya, di mana ada bisa di sana ada madunya. Dimana ada kesulitan selalu ada bersamanya kemudahan ikut serta.
Tak pantaslah kita sedikit sedikit mengeluh. Sedikit sedikit lekas berputus asa dengan ujian kecil. Baru sedikit dicoba seakan merasa bumi sudah terban, langit sudah terasa mau runtuh. Padahal bumi masih terkembang, langit masih menaungi, matahari masih bersinar dan angin masih berhembus.
Semacam orang kehilangan selembar uang. Padahal masih banyak yang tinggal dari pada yang pergi. Tak dia syukuri. Seumpama orang enggan berzakat, lebih banyak yang tinggal daripada yang dikeluarkan. Tapi karena tamak dan loba terasa berat mengeluarkannya. Semakin lama semakin banyak. bertambah berat hati mengeluarkannya.
Jadilah selalu orang yang beruntung. Sebagaiamana pedagang terbakar kedainya. Untung satu toko terbakar, tidak kedua duanya. Untung anak anak bini selamat. Untung kendaraan saja yang rusak, badan selamat dari binasa. Untung dalam segala hal.Tak pernah rugi ruginya.
Dunsanak, begitulah tentang Andung Mudo. Semoga kita dapat mengambil hikmah pelajarannya. Terima kasih Buya.
Elfiyon,
Padang 13 Ramadhan 1440
Dunsanak, begitulah tentang Andung Mudo. Semoga kita dapat mengambil hikmah pelajarannya. Terima kasih Buya.
Elfiyon,
Padang 13 Ramadhan 1440
__________________________
Disalin dari WAG
__________________________
Catatan Kaki oleh Agam van Minangkabau:
[1] Anduang, panggilan ini memiliki makna berbeda-beda, tergantung kepada siapa panggilan ini digunakan. Apabila kepada lelaki, dapat sahaja bermakna 'mamak' (atau saudara lelaki ibu) namun dalam hal ini ia merupakan saudara kandung dari ibu kita. Dapat pula dipakai kepada nenek, yang merupakan ibu kandung dari kita. Ada juga kemudian menjadi panggilan yang lazim kepada seseorang dikarenakan cirikhas tertentu. Dalam hal ini sebagai 'dukun beranak' karena telah lazim orang disekitarnya memanggil dengan panggilan tersebut.
[2] Lambiak, terlalu banyak air sehingga nasi menjadi terlalu lunak