Disalin dari: https://bakaba.co
bikin saya terkejut. Ini perlu kita, komisi dua cari tahu langsung ke bawah. Saya kira komisi perlu rapat internal, untuk kemudian turun, bertemu pimpinan Badan Pertanahan di Sumbar.”
bakaba.co | Jakarta | Terbitnya
sertifikat tanah Pasar Atas yang secara sepihak dinyatakan Sekda Pemko
Bukittinggi sebagai tanah negara dengan hanya berbekal secarik surat
pernyataan pribadi, membuat anggota DPR-RI Komisi II terkejut.
“Membaca laporan dan paparan Tim Inisiator Hak Nagari AgamTuo tentang keluarnya sertifikat tanah Pasar Atas di Bukittinggi tadi, bikin saya terkejut. Ini perlu kita, komisi dua cari tahu langsung ke bawah. Saya kira komisi perlu rapat internal, untuk kemudian turun, bertemu pimpinan Badan Pertanahan di Sumbar.”
Anggota Komisi II DPR-RI Junimart
Girsang menyatakan itu setelah mendengar aspirasi yang disampaikan Tim
Inisiator Hak Nagari Agam Tuo dalam pertemuan dengan Komisi II DPR-RI,
Selasa, 25 Februari 2020.
Aspirasi Tim Inisiator Hak Nagari
AgamTuo bersamaan diterima aspirasi pedagang Pasar Atas Bukittinggi,
PPKKPA oleh Komisi II DPR-RI dalam pertemuan yang dihadiri banyak
anggota komisi dari berbagai partai. Juga hadir anggota DPR-RI dari
dapil Sumbar 2: H. Guspardi Gaus Pertemuan dipimpin Wakil Ketua Komisi
II Muhammad Arwani Thomafi.
Sementara Tim Inisiator Hak Nagari
Agam Tuo: Dr. Busyra Azheri, S.H., M.Hum Dt. Bungsu, Mizhar Dt. Mangkuto
Sapuluah, M. Salim Akbar Tuanku Mangkudun, Asraferi Sabri, dan pengurus
PPKKPA Yulius Rustam, Yanuar Chan, Young Happy dan beberapa perantau
Bukittinggi di Jakarta.
Paparan
Masalah yang dihadapi berawal setelah Pasar
Atas Bukittinggi terbakar 30 Oktober 2017. Diam-diam Pemko Bukittinggi
mensertifikatkan tanah eks. pasar yang terbakar. Caranya, Sekda Kota
Bukittinggi membuat surat pernyataan mengklaim secara sepihak bahwa
tanah Pasar Atas eks. Pasar Fonds adalah tanah negara telah dikuasai
Pemerintah Kota Bukittinggi sejak 1945.
Padahal, tanah eks. Pasar Fonds itu
adalah ulayat adat 40 Nagari di Luhak Agam, Kabupaten Agam, Sumatera
Barat (sekarang). Kepemilikan kolektif tanah tersebut sesuai undang adat
Minangkabau.
Selain sesuai undang adat Minangkabau,
prinsip tanah ulayat secara adat serta sejarah tanah ulayat bersama 40
nagari di Agam, Minangkabau serta pengakuan negara atas nilai-nilai
adat, hak asal usul atau hak tradisional dan hak atas tanah Ulayat
sebagaimana tercantum pada UUD 1945 serta UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun
1960.
Tanah yang di atasnya dibangun Pasar
Serikat 40 Nagari Agam berada di Nagari Kurai (salah satu dari 40 Nagari
di Luhak Agam dan Bukittinggi sekarang) diadakan secara
bergotong-royong oleh masyarakat dari 40 Nagari di Luhak Agam di bawah
perintah niniak-mamak pemangku adat dari masing-masing nagari.
“Tidak pernah terjadi. penyerahan hak
atas lahan itu oleh niniak-mamak 40 Nagari di Agam kepada pemerintah,
baik pemerintah di zaman Belanda maupun pemerintah Indonesia,” kata
Asraferi Sabri.
Mizhar Dt. Mangkuto Sapuluah yang juga
Ketua Tim Inisiator Hak Nagari Agam Tuo menyatakan, Kolonial Belanda yang
menjajah dan berkuasa di Minangkabau seabad, begitu menghargai tanah
hak ulayat 40 nagari.
“Sekarang, di pemerintah Kota Bukittinggi ada yang lebih kolonial, main klaim hak nagari-nagari sebagai tanah negara, tidak menghargainya niniak mamak nagari,” kata Dt. Mangkuto Sapuluah.
Berbekal surat pernyataan Sekda Kota
Bukittinggi, didukung surat keterangan Lurah yang tanggal pembuatannya
sama-sama tanggal 7 Januari 2018, Badan Pertanahan Nasional (BPN)
memproses. Bulan Februari 2018 BPN menerbitkan Sertifikat Hak Pakai
Nomor 21 Tahun 2018 atas nama Pemko Bukittinggi tanah eks. Pertokoan
Pasar Atas Bukittinggi dengan luas 18.740 m2.
“Peran Kepala BPN kota saat itu sangat
besar karena memiliki hubungan perkawanan dengan kepala daerah. Bahkan
setelah pensiun, Kepala BPN diberi jabatan sebagai Pengawas di
perusahaan daerah air minum kota,” papar Asraferi Sabri
Kedatangan perwakilan 40 Nagari Agam Tuo
di bawah Tim Inisiator Hak Nagari Agam Tuo ke Komisi II DPR-RI,
dijelaskan Busyra Azheri Dt. Bungsu terkait masalah tanah Pasar Atas hak
40 Nagari AgamTuo yang kini dikuasai Pemko Bukittinggi secara sepihak.
Melalui Komisi II yang salah satunya tugasnya mencakup BPN, untuk dapat
meminta Kementerian Agraria/Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional
meneliti ulang proses dan prosedur administrasi atas terbitnya
Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 21 Tahun 2018 atas tanah eks. Pertokoan
Pasar Atas Bukittinggi tersebut.
Niniak-mamak pemangku adat
nagari-nagari di Luhak Agam meminta tanah Pasar Atas dikembalikan
statusnya sebagai tanah ulayat bersama empat puluh nagari AgamTuo.
“Pengembalian status itu menjadi tanda adanya penghargaan pemerintah
terhadap niniak mamak dan hak nagari di Minangkabau,” kata Busyra
Azheri.
Agenda Lanjutan
Setelah aspirasi dipaparkan, pimpinan
sidang Muhammad Arwani Thomafi memberi kesempatan para anggota Komisi II
bertanya untuk bisa melihat masalah lebih dalam.
Anggota Komisi II Junimart Girsang,
selain mengusulkan persoalan terbitnya sertifikat tanah ulayat bersama
40 nagari ditindak lanjuti, juga secara cermati melihat ada yang patut
dipertanyakan kenapa begitu mudah dan cepat proses terbitnya sertifikat.
Junimart Girsang beberapa kali menyebut nama Kepala BPN Bukittinggi
yang memang tercantum perannya di bahan tim.
Menjelang pukul 13.00 wib, Guspardi
Gaus menyatakan perlunya masalah tanah ulayat 40 nagari di Agam yang
disertifikatkan BPN atas nama Pemko Bukittinggi ditindak lanjuti Komisi
II dengan agenda turun ke daerah.
Mengakhiri pertemuan, pimpinan
pertemuan M. Arwani Thomafi mengatakan, komisi segera merumuskan dan
menetapkan langkah tindak lanjut.
~ aFS/bakaba
_______________________________
Disalin dari: https://bakaba.co