Foto: KITLV Belanda |
Pada tanggal 3 Juli 1929 Strom
Park (Taman Strom) dikembangkan menjadi Kebun Binatang dengan nama resmi Fort
de Kocksche Dieren Park (Kebun Binatang Bukittinggi). Pengembangan ini
merupakan usaha dari para pemuka Belanda yang ada di Bukittinggi ketika itu.
Mereka ialah Drh. J. Heck yang merupakan seorang dokter hewan di Bukittinggi,
kemudian Strom Groeneveld Asisten Residen Van Agam[3]
yang merangkap sebagai Voorter Gemente Raad Fort de Kock,[4]
dan Edwar Jakoboan seorang hartawan berkebangsaan Belanda.
Pada tahap awal pengembangan
kebun binatang ini, binatang-binatang yang dikumpulkan berasal dari daerah Agam
dan Bukittinggi. Kebiasaan berburu para pejabat Belanda dimanfaatkan dimana
mereka menyerahkan bintang hasil buruan mereka ke Kebun Binatang untuk dijadikan
koleksi. Jadi binatang-binatang yang diburu itu tidak dibunuh melainkan
ditangkap hidup-hidup.
Kebun Binatang pertama di
Sumatera Barat ini serta yang kedua tertua di Indonesia[5]
dikepalai oleh seorang orang Minangkabau asli yang bernama A. Murad St. Batuah.
Dialah yang menjadi Kepala Kebun Binatang yang pertama. Hal ini menjadi bukti
bahwa profesionalisme dan intelektualitas orang Minangkabau masa dahulu sangat
dihargai oleh Belanda. Hal mana juga dapat kita lihat ketika pembangunan Menara
Jam Gadang dimana yang menjadi arsitek ialah Yazid Abidin yang merupakan anak
Nagari Koto Gadang. A. Murad St. Batuah menjabat sebagai Kepala Kebun Binatang
Bukittinggi dalam masa 1929 – 1932.
Untuk lebih lengkapnya para
pimpinan Kebun Binatang Bukittinggi dapat kita lihat di bawah ini:
No
|
Nama Direktur
|
Masa Jabatan
|
1.
|
A. Murad. St. Batuah
|
1929-1932
|
2.
|
Van Ommen
|
1932-1933
|
3.
|
Opstal
|
1933-1934
|
4.
|
Smith
|
1934-1935
|
5.
|
Nutzman
|
1935-1936
|
6.
|
Schap
|
1936 (diperkirakan
hanya beberapa bulan)
|
7.
|
Drh. Bernecker
|
1936-1937
|
8.
|
Tidak diketahui
|
1937-1398
|
9.
|
Drh. Bernecker
|
1938-1941
|
10
|
Masa Jepang
|
1942-1944
|
11
|
A. Murad St. Batuah
|
1945-1949
|
Dalam masa tahun 1936-1937
dilakukanlah pembangunan kandang-kandang baru yang kemudian diisi dengan
harimau, beruang hitam, macan tutul, orang hutan, ular, anoa, buaya, dan
banteng liar.
Pada masa 1935 dimasa Direktur
Nutzman muncullah keinginan untuk melakukan perubahan yakni dengan menambah
sebuah bangunan. Bangunan yang dimaksud ialah Rumah Gadang dengan langgam Koto
Piliang dan berjeniskan Gajah Maharam. Peletakan batu pertama dari rumah gadang
ini dilakukan pada tanggal 1 Juli 1935 dengan ukuran bangunan ialah 36,5 x 10 m2
dengan 7 (tujuh) buah gonjong. Pada masa 1955/1956 dibangunlah dua buah
rangkiang di depan rumah gadang tersebut serta satu buah Rumah Tabuah[6]
di sisi kiri bangunan.
Pembangunan rumah gadang ini
dilakukan oleh tukang-tukang dari Nagari Panyalaian (hanya beberapa kilometer
sebelum Padang Panjang) di Luhak Tanah Data dan Nagari Lasi di Luhak Agam. Kayu
yang menjadi bahan utama didatangkan dari nagari-nagari di sekitar Bukittinggi,
sedangkan atap ijuk didatangkan dari Batusangkar dan Solok.
Pada tahun 1935 tersebut Archa
Bhairawa yang ditemukan di Padang Roco (yang konon kabarnya merupakan
perwujudan dari Raja Aditywarman yang menganut Budha aliran Tantrayana
Kalachakra) dibawa ke Bukittinggi dan di letakkan di dalam kawasan Kebun Binatang
Bukittinggi. 2 (dua) tahun kemudian, arca tersebut dipindahkan ke Jakarta dan
diletakkan di Museum Nasional sekarang.
Pada tahun 1941 Direktur Kebun
Binatang Surabaya yang bernama Scoemacher datang berkunjung ke Bukittinggi.
Ketika mengunjungi Kebun Binatang Bukittinggi dia memuji “Inilah kebun binatang yang terbaik dan terindah di Hindia Kita..”
[1] Sebagian sumber
menyebutkan nama Groenveld yang merupakan Asisten Residen Padang Darat atau ada
juga yang menuliskan Asisten Residen Agam. Status Agam bukanlah
[2] Irwan Setiawan. Kebun Binatang Bukittinggi dalam Lintasan
Sejarah (1900-1940). Artikel
Kontroleur ialah jabatan bagi pemimpin sebuah Afdeling.
Kontroleur ialah jabatan bagi pemimpin sebuah Afdeling.