Kebun Binatang Kinantan

Foto: KITLV Belanda
Pada tahun 1900 Pemerintah Kolonial Belanda membuat sebuah taman bunga di pucak Bukit Malambuang, taman itu dinamai dengan Kebun Bunga Strom (Strom Park). Nama kebun ini dinisbatkan kepada Asisten Residen Agam yang sekaligus orang yang merancang kebun bunga ini, namanya ialah Strom Gravenzanden.[1] Sebelum dijadikan kebun bunga, pucak bukit ini merupakan pandam pekuburan (tanah pemakaman) penduduk Nagari Kurai. Selain sebagai tempat pemakaman puncak bukit ini juga berfungsi sebagai tanah lapang (tempat anak nagari bermain-main), dan tempat mengembalakan ternak bagi Orang Keling (Orang India). Sempat dibuat sebuah lapangan tenis di puncak bukit tersebut dengan nama Lapangan Tenis Baan.[2]
Pada tanggal 3 Juli 1929 Strom Park (Taman Strom) dikembangkan menjadi Kebun Binatang dengan nama resmi Fort de Kocksche Dieren Park (Kebun Binatang Bukittinggi). Pengembangan ini merupakan usaha dari para pemuka Belanda yang ada di Bukittinggi ketika itu. Mereka ialah Drh. J. Heck yang merupakan seorang dokter hewan di Bukittinggi, kemudian Strom Groeneveld Asisten Residen Van Agam[3] yang merangkap sebagai Voorter Gemente Raad Fort de Kock,[4] dan Edwar Jakoboan seorang hartawan berkebangsaan Belanda.

Pada tahap awal pengembangan kebun binatang ini, binatang-binatang yang dikumpulkan berasal dari daerah Agam dan Bukittinggi. Kebiasaan berburu para pejabat Belanda dimanfaatkan dimana mereka menyerahkan bintang hasil buruan mereka ke Kebun Binatang untuk dijadikan koleksi. Jadi binatang-binatang yang diburu itu tidak dibunuh melainkan ditangkap hidup-hidup.
Kebun Binatang pertama di Sumatera Barat ini serta yang kedua tertua di Indonesia[5] dikepalai oleh seorang orang Minangkabau asli yang bernama A. Murad St. Batuah. Dialah yang menjadi Kepala Kebun Binatang yang pertama. Hal ini menjadi bukti bahwa profesionalisme dan intelektualitas orang Minangkabau masa dahulu sangat dihargai oleh Belanda. Hal mana juga dapat kita lihat ketika pembangunan Menara Jam Gadang dimana yang menjadi arsitek ialah Yazid Abidin yang merupakan anak Nagari Koto Gadang. A. Murad St. Batuah menjabat sebagai Kepala Kebun Binatang Bukittinggi dalam masa 1929 – 1932.



Untuk lebih lengkapnya para pimpinan Kebun Binatang Bukittinggi dapat kita lihat di bawah ini:
No
Nama Direktur
Masa Jabatan
1.
A. Murad. St. Batuah
1929-1932
2.
Van Ommen
1932-1933
3.
Opstal
1933-1934
4.
Smith
1934-1935
5.
Nutzman
1935-1936
6.
Schap
1936 (diperkirakan hanya beberapa bulan)
7.
Drh. Bernecker
1936-1937
8.
Tidak diketahui
1937-1398
9.
Drh. Bernecker
1938-1941
10
Masa Jepang
1942-1944
11
A.   Murad St. Batuah
1945-1949

Dalam masa tahun 1936-1937 dilakukanlah pembangunan kandang-kandang baru yang kemudian diisi dengan harimau, beruang hitam, macan tutul, orang hutan, ular, anoa, buaya, dan banteng liar.
Pada masa 1935 dimasa Direktur Nutzman muncullah keinginan untuk melakukan perubahan yakni dengan menambah sebuah bangunan. Bangunan yang dimaksud ialah Rumah Gadang dengan langgam Koto Piliang dan berjeniskan Gajah Maharam. Peletakan batu pertama dari rumah gadang ini dilakukan pada tanggal 1 Juli 1935 dengan ukuran bangunan ialah 36,5 x 10 m2 dengan 7 (tujuh) buah gonjong. Pada masa 1955/1956 dibangunlah dua buah rangkiang di depan rumah gadang tersebut serta satu buah Rumah Tabuah[6] di sisi kiri bangunan.
Pembangunan rumah gadang ini dilakukan oleh tukang-tukang dari Nagari Panyalaian (hanya beberapa kilometer sebelum Padang Panjang) di Luhak Tanah Data dan Nagari Lasi di Luhak Agam. Kayu yang menjadi bahan utama didatangkan dari nagari-nagari di sekitar Bukittinggi, sedangkan atap ijuk didatangkan dari Batusangkar dan Solok.
Pada tahun 1935 tersebut Archa Bhairawa yang ditemukan di Padang Roco (yang konon kabarnya merupakan perwujudan dari Raja Aditywarman yang menganut Budha aliran Tantrayana Kalachakra) dibawa ke Bukittinggi dan di letakkan di dalam kawasan Kebun Binatang Bukittinggi. 2 (dua) tahun kemudian, arca tersebut dipindahkan ke Jakarta dan diletakkan di Museum Nasional sekarang.
Pada tahun 1941 Direktur Kebun Binatang Surabaya yang bernama Scoemacher datang berkunjung ke Bukittinggi. Ketika mengunjungi Kebun Binatang Bukittinggi dia memuji “Inilah kebun binatang yang terbaik dan terindah di Hindia Kita..




[1] Sebagian sumber menyebutkan nama Groenveld yang merupakan Asisten Residen Padang Darat atau ada juga yang menuliskan Asisten Residen Agam. Status Agam bukanlah
[2] Irwan Setiawan. Kebun Binatang Bukittinggi dalam Lintasan Sejarah (1900-1940). Artikel
Kontroleur ialah jabatan bagi pemimpin sebuah Afdeling.
[3] Asisten Residen Agam Tua
[4] Ketua Dewan Kota Bukittinggi
[5] Kebun Binatang tertua ialah Kebun Binatang Surabaya yang didirikan pada tahun 1916
[6] Tabuah = Bedug

Tidak ada komentar:

Posting Komentar