Minang Saisuak #280 – Permandian di Air Melamboes, Tilatang, S.W.K
Judul foto ini, seperti dapat dibaca di atas, ditulis sebagaimana aslinya. Kalau diejakinikan tentu jadinya: “Pemandian di Air Malambus, Tilatang, Sumatera Barat”. Jadi, tampaknya “Air Malambus” (atau “Aia Malambuih” dalam bahasa Minang ragam lisan) adalah nama sebuah korong atau kampung di KenagarianTilatang. Mungkin orang Tilatang sekarang masih dapat memperkirakan letak tempat pemandian ini dulunya. Kata “malambuih” (malambus) mungkin berarti memancur atau mambosek.
Foto ini dikirimkan ke majalah Pandji Poestaka oleh D. R. Intan (Datuk Rajo Intan?). Di bawah foto ini tertulis keterangan sbb:
Perajaan pemboekaan tempat pemandian oentoek orang laloe lintas dari Fort de Kock ke Sibolga dan Medan, tempatnja di Air Malamboes onderdistrict Tilatang, jang dibangoenkan dalam tahoen 1926. Keramaian ini dihadiri oléh Padoeka Toean Hondius van Herwerden, Assistent Resident Agam, Padoeka Toean dan njonja H. R. Rookmaker benoemd Assistent Redisent Flores, toean Th. B. van Aalst Controleur Ie Kl. Ter beschikking, Nona Hondius van Herwerden, Datoek Batoeah Toeankoe Demang Ie Kl. Tilatang IV Angkat dengan isteri (Lenggo Geni), Kepala-kepala Negeri, penghoeloe-penghoeloe ‘adat dan anak negeri. Dibelakang permandian ini, kelihatan boekit-boekit jang ditomboehi oléh kajoe-kajoe besar dan ketjil jang menjedapkan pada pemandangan mata. Mata air keloear dari goenoeng, amat djernihnja.
Jadi, cukup jelas bahwa pemandian yang katanya berair amat jernih yang mengalir dari gunung ini dimaksudkan sebagai tempat mandi atau membersihkan diri bagi “orang laloe” (travellers) yang hendak pergi ke Sibolga atau Medan, dan sebaliknya. Jadi, fungsinya kurang lebih seperti tempat pemandian di perhentian-perhentian bus lintas Sumatera sekarang. Kini kita menemukan tempat-tempat yang menyejukkan seperti ini di beberapa perhentian bus, seperti di Lubuk Bangku, Gunung Medan, dll. Di tempat-tempat seperti itu berdiri rumah makan Padang (rumah makan yang menyediakan kuliner Minangkabau).
Di zaman sekarang tempat “permandian” seperti ini memiliki multifungsi: untuk mandi, bersuci atau berwudu, shalat, bahkan juga kadang-kadang untuk istirahat sejenak bagi orang-orang yang melakukan perjalanan jauh dengan mobil pribadi. Rumah-rumah makan Padang yang berdiri di sana mendapat keuntungan dari penyediaan tempat “permandian” itu. Semoga saja alam lingkungan di tempat-tempat seperti ini tetap terjaga, sehingga sumber air untuk tempat-tempat seperti ini tetap bersih dan jernih.
Suryadi – Leiden University, Belanda | Singgalang, Minggu, 23 Oktober 2016 (Sumber foto: Pandji Poestaka, No. 67, TAHOEN IV, 24 AUGUSTUS 1926: 1581).
________________________
Dicopas dari: https://niadilova.wordpress.com