Rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini menurunkan sebuah foto klasik yang terkait dengan Nagari Tilatang dan sekitarnya, yang sekarang masuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat.
Foto yang dibuat sekitar 1926 ini mengabadikan pemberian tanda jasa (bintang perunggu) kepada Asisten Demang Tilatang, Datoek Radja Intan (Datuak Rajo Intan) yang dalam foto ini kelihatan duduk di tengah. Mudah-mudahan masih ada keturunan Datuak Rajo Intan ini yang tinggal di Tilatang sekarang, juga keturunan empat orang kepala nagari yang menyertai Datuak Rajo Intan dalam foto ini.
Keterangan (caption) yang menyertai foto ini adalah sebagai berikut: “Diatas ini kami loekiskan gambar toean Datoek Radja Intan (ditengah), Assistant Demang Tilatang, bersama-sama dengan toean-toean dalam onderdistrict Tilatang jang mendapat anoegerah bintang peroenggoe. Dari kiri ke kanan toean-toean: Datoek Bandharo, Kepala Nagari Soengai Toeak Koto Malintang (sekarang bernama Koto Tengah), Datoek Bandharo, Kepala Negeri Nan VII; Datoek Batoeah, Kepala Negeri Kapau; dan Datoek Radja Digadoet, Kepala Negeri Gadoet. Adapoen t. Datoek Radja Intan itoe, karena jasanja, telah [pula] mendapat binang pĆ©rak dalam tahoen 1923.”
Keterangan itu memberikan informasi kepada kita status administratif Tilatang sebagai sebuah onderdistrict pada masa itu. Namun kemudian Tilatang berubah status menjadi District. Jauh sebelumnya, dalam paroh pertama abad ke-19, Tilatang, atau daerah Kamang pada umunya, adalah salah satu pusat perlawanan Kaum Paderi yang gigih menentang penjajah Belanda. Pada awal abad 20 tampaknya Tilatang sudah sepenuhnya dikuasai dan diatur oleh Belanda.
Penjelasan tentang foto ini juga mencatat dan mengabadikan wajah-wajah kepala nagari yang ada dalam Onderdistrict Tilatang pada masa itu. Perhatikanlah gaya pakaian mereka dan tanda jasa yang tersemat di dada mereka. Pemberian anugerah bintang adalah bagian dari sistem pengikat ambtenar pribumi denganmaster Belandanya di zaman kolonial.
Foto ini makin memperkaya pengetahuan kita tentang penetrasi Belanda ke dalam sistem sosial-budaya etnis Minangkabau di masa lampau. Kita masih menunggu sejarawan menulis tentang periode ini dengan lebih ekstensif dan komprehensif. Data-data untuk itu tampaknya tersedia berlimpah.
Suryadi – Leiden University, Belanda. (Sumber foto: Pandji Poestaka, No. 5, TAHOEN IV, 19 Januari 1926: 99).
Disalin dari Blog: niadilova.wordpress.com