Framing Menggauli Binatang oleh Pembenci Islam

 


𝑯𝑨𝑫𝑰𝑻𝑺: 𝑴𝑬𝑵𝑮𝑮𝑨𝑼𝑳𝑰 𝑩𝑰𝑵𝑨𝑻𝑨𝑵𝑮 𝑮𝑨 𝑨𝑷𝑨-𝑨𝑷𝑨 𝑫𝑨𝑳𝑨𝑴 𝑰𝑺𝑳𝑨𝑴?

Rabbanians | Ini merupakan sebuah hadits yang sering diframing di tiktok oleh para pendengki Islam dan kaum Terjemahan. Hadits ini berbunyi sebagai berikut:

وَقَدْ رَوَى سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي رُزَيْنٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ مَنْ أَتَى بَهِيمَةً فَلَا حَدَّ عَلَيْهِ حَدَّثَنَا بِذَلِكَ مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ وَهَذَا أَصَحُّ مِنْ الْحَدِيثِ الْأَوَّلِ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَإِسْحَقَ
Artinya: Dan Sufyan Ats Tsauri, telah meriwayatkan dari 'Ashim dari Abu Ruzain dari Ibnu Abbas bahwa ia pernah berkata: Barangsiapa menggauli binatang maka tidak ada hukuman atasnya. Telah menceritakan dengan hadits itu kepada kami Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan kepada kami Sufyan Ats Tsauri, hadits ini lebih shahih dari hadits pertama. Hadits ini menjadi pedoman amal menurut para ulama, ini menjadi pendapat Ahmad dan Ishaq.

Terjemahan "Barangsiapa menggauli binatang maka tidak ada hukuman atasnya" telah dimanfaatkan oleh pendengki Islam untuk mempengaruhi umat Islam yang awam di media sosial dengan narasi bahwa Islam memperbolehkan menggauli binatang.

Sebenarnya terjemahan yang disajikan terhadap hadits terkait tidak tepat, dan itulah sebab munculnya miskonsepsi terhadap maksud dari riwayat terkait. Terlebih Indonesia tidak memiliki lembaga penerjemah hadits yang membuat hadits-hadits yang tersebar di Indonesia memiliki ragam terjemahan yang berbeda. Cara yang terbaik untuk memahami hadits ini adalah dengan merujuk redaksi Arabnya, disebutkan: مَنْ أَتَى بَهِيمَةً فَلَا حَدَّ عَلَيْهِ
(Man atā bahīmatan falā ḥadda 'alayhi)

Ungkapan "maka tidak ada hukuman atasnya" dari kata "falā ḥadda 'alayhi", dimana kata "ḥadda" diartikan sebagai "hukuman", ini kurang tepat secara konteksnya. Dalam bahasa Arab, ungkapan hukuman dalam konteks umum disebut عقوبة (ʿuqūbah) atau عقاب (ʿiqāb). Dengan demikian dapat dipahami bahwa kata حَدَّ (ḥadda) dalam hadits ini memiliki makna dan konteks lebih lanjut. Ini adalah bukti jika bahasa Arab tidak dapat diterjemahkan secara mentah dengan google translate untuk mendapatkan maksud yang diinginkan. Pada faktanya kata "hukuman" dalam bahasa arab memiliki banyak variasi kosa kata yang digunakan sesuai konteksnya. Kata lain yang setara dengan hukuman seperti ta'zir, qisas, ta'dib, 'azab dan jaza', masing-masing digunakan dalam konteksnya tersendiri.

Lalu apa maksud hukuman (ḥadda) dalam konteks ini? perlu dipahami bahwa dalam hukum Islam, hukuman Jinayat atau hukum publik terbagi tiga: Qisas, Hadd dan Ta'zir. Qisas adalah hukuman setimpal, misal melukai dibalas melukai, membunuh dibalas hukuman mati. Adapun Hadd adalah sebutan kepada hukuman-hukuman yang rinciannya disebutkan dalam nass, adapun tindak pidana lain yang tidak disebutkan dalam nass dikembalikan kepada hakim untuk memutuskan, ini disebut hukuman ta'zir.

Pelaku zina kepada hewan pada mulanya dikenakan hukuman Hadd berupa hukuman mati: “Siapa saja yang kalian jumpai bersetubuh dengan binatang, maka bunuhlah dia dan bunuhlah hewan yang jadi korban.” (HR. Tirmidzi 1455, Abu Daud 4464, dan Ibn Majah 2564).

Aturan ini kemudian terbatalkan dengan hadits ini yang mengatakan "Barangsiapa menggauli binatang maka tidak ada hukuman atasnya". Hukuman yang dimaksud adalah hukuman Hadd (hukuman mati) pada hadits sebelumnya.

Jadi seharusnya hadits terkait diterjemahkan "Barangsiapa menggauli binatang maka tidak ada hukuman Hadd atasnya", yakni tidak diberlakukan aturan hukuman Hudud berupa hukuman mati atau hukuman bagi penzina (cambuk atau rajam). Makanya dalam haditsnya dikatakan "hadits ini lebih shahih dari hadits pertama. Hadits ini menjadi pedoman amal menurut para ulama".

Jadi maknanya bukan tidak beri hukuman (tidak apa-apa), melainkan tidak dikenakan hukuman Hudud. Lalu apakah ada hukuman lainnya? ada, dia tidak dikenakan hukuman hudud namun tetap dikenakan hukuman ta'zir.

Hukuman ta'zir adalah hukuman yang diserahkan kepada Hakim untuk memutuskan sangsi apa yang diberikan kepada pelakukan sesuai kondisinya. Misalkan jika ternyata pelakunya tidak waras maka hakim bisa memutuskan untuk melepaskannya, atau kalau misal hewan yang digaulinya adalah milik orang lain dan mati maka dikenakan hukuman tambahan (denda). At-Tirmidzi menyatakan bahwa “Hadis ini lebih kuat daripada hadis yang pertama (hukuman bunuh untuk pelaku setubuh dengan binatang). Para ulama mengamalkan hadis ini, dan pendapat ini yang dipegang oleh Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah.” (Jami Tirmidzi, 4: 57). Pendapat kedua inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama, yaitu pelaku penyetubuh binatang tidak dibunuh tapi dihukum sesuai kebijakan pemerintah. (Al-Ma’usuah al-Fiqhiyah, 24: 33).

======

Gambar: hai stanford

Tidak ada komentar:

Posting Komentar