ZFoto: Tirto ID |
Disalin dari kiriman FB Subarjo Ahmad
Sejarah Hidup Sultan Nuku dan Kekalahan VOC di Perang Tidore
Sultan Nuku (1797-1805 Masehi) memimpin Kesultanan Tidore dan berulangkali mengalahkan VOC atau Belanda.
tirto.id - Sejarah hidup Sultan Nuku (1797-1805 Masehi) amat heroik. Memimpin Kesultanan Tidore di Maluku Utara, ia berulangkali mengalahkan VOC atau Belanda. Sultan Nuku tak pernah kalah.
Lahir pada 1738 dengan nama Muhammad Amiruddin di Soasiu, Tidore, Maluku Utara, Pangeran Nuku adalah pangeran putra kesayangan Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin yang bertakhta sejak 1757.
Tanggal 11 November 1781, Pangeran Nuku diangkat sebagai pemimpin oleh para pendukungnya di tanah pelarian, Halmahera bagian selatan, dengan gelar Sri Maha Tuan Sultan Amiruddin Syaifuddin Syah Kaicil Paparangan.
Nuku tidak hanya dibantu oleh raja-raja kecil di sebagian kawasan Indonesia timur saja. Ia juga melibatkan orang-orang Mindanao (kini termasuk wilayah Filipina).
Gelar “Kaicil Paparangan" berarti “Raja Perang" tersemat dalam nama Nuku. Itu berarti bahwa Nuku siap berperang demi menuntut haknya dan mengusir kaum penjajah dari Maluku Utara
Perlawanan Nuku Terhadap Belanda
Pada 1783, pasukan Nuku menyerbu pos Belanda di Halmahera dan memperoleh hasil gemilang.
VOC yang murka mencoba membalas serangan, namun selalu gagal karena Nuku menerapkan strategi pertempuran laut dengan sangat baik yang membuat Belanda kerepotan dan mengalami kerugian besar.
Dikutip dari Nuku: Sultan Saidul Jehad Muhammad el Mabus Amirudin Syah Kaicil Paparangan (1984) karya Elvianus Katoppo, salah satu perang penting terjadi pada 1791. Belanda yang mendatangkan bantuan dari Ambon berhasil dipukul mundur.
Perang demi perang berlangsung dalam beberapa tahun berikutnya. Selama masa genting itu, upaya Belanda untuk menaklukkan Nuku tidak pernah membuahkan hasil. Sebaliknya, Nuku berulangkali membuat Belanda kewalahan.
Itulah alasan mengapa Nuku diserahi gelar sebagai Jou Barakati atau “Tuan yang Selalu Diberkati". Sementara Orang-orang Inggris, menjulukinya The Lord of Fortune.
Dinobatkan Sebagai Sultan Ternate
Sartono Kartodirdjo dalam Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (1987) memaparkan, angkatan laut Nuku yang terdiri dari 79 kapal dan sebuah kapal Inggris muncul di Tidore pada 12 April 1797.
Lewat serangan massal, Tidore yang semula di bawah pengaruh Belanda akhirnya bisa direbut. Belanda pun terpaksa angkat kaki ke Ternate.
Sehari kemudian, tanggal 13 April 1797, Pangeran Nuku dinobatkan menjadi Sultan Tidore dengan gelar Sultan Syaidul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mab’us Kaicil Paparangan Jou Barakati Nuku.
Pada 15 Juli 1799, Belanda melancarkan serangan ke Tidore dari Ternate. Dalam Maluku Utara: Perjalanan Sejarah 1250-1800 (2002) yang disusun M. Adnan Amal dijelaskan, tujuan penyerbuan itu adalah untuk menduduki Tidore sekaligus menangkap Sultan Nuku.
Namun, justru Belanda yang lagi-lagi dipukul mundur oleh Sultan Nuku yang saat itu sudah bertakhta di Kesultanan Tidore.
Dua tahun berselang, giliran Sultan Nuku yang mengirim serangan balasan ke Ternate. Ratusan perahu yang membawa lebih dari 5 ribu prajurit mengepung benteng Belanda di Ternate. Belanda menyerah dan terpaksa hengkang ke Ambon.
Maluku Utara untuk sementara terbebas dari cengkeraman penjajah berkat andil besar Sultan Nuku.
Di bawah kepemimpinannya, Tidore kembali meraih kejayaan, wilayahnya meliputi Tidore, sebagian Halmahera, Seram Timur, hingga ke pesisir barat serta utara Papua, termasuk Raja Ampat dan sekitarnya.
Dalam suasana damai dan tenang, Sultan Nuku berpulang pada 14 November 1805 di usia 67 tahun. The Lord of Fortune mewariskan masa-masa emas Kesultanan Tidore sebagai negeri yang diberkati dan berdaulat.
Penulis: Iswara N Raditya