Asal-Usul Raja dan Rakyat Rokan Ampek Koto - Bagian I
Asal-Usul Raja dan Rakyat Luhak Rokan Ampek Koto merupakan naskah tunggal (codex unicus) koleksi Museum Nasional yang bernomor kode MI.441, berukuran 22 x 18,5 cm dan terdiri atas 19-28 baris setiap halaman. Naskah terdiri dari 85 halaman dan ditulis dengan tinta hitam dengan menggunakan kertas bergaris. Huruf yang dipakai adalah huruf Latin berbahasa Melayu dengan ejaan Melayu Lama. Tulisannya masih baik dan terbaca tetapi kertasnya sudah berwarna cokelat. Naskah ini tercatat dalam Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Jakarta, 1972:215, Yaarboek, 1933:247, dan Notulen Maret, 1924.
Naskah ini dibukukan kembali dengan judul Asal-Usul Raja dan Rakyat Rokan dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayan pada tahun 1996. Pengalihaksaraannya dilakukan oleh Dra. Putri Minerva Mutiara, sedangkan penyuntingannya oleh Drs. S. Amran Tasai, M.Hum.
----------
Inilah buku "Curai Paparan I" asal-usul raja dan hamba Luhak Rokan IV Koto dari dahulu sehingga sampai sekarang ini adanya. Terkarang oleh Abdullah Scrijve b/z Zelfbestuurde Rokan IV Koto 1921.
PENDAHULUAN
Adapun dalam buku ini ada terbahagi atas beberapa bahagian. Maka tiap-tiap satu bahagian itu ialah satu masa raja yang memerintah Kerajaan Luhak Rokan Ampek Koto, seperti yang lagi akan datang sebutannya.
BAHAGIAN YANG PERTAMA
Menyatakan raja yang mula-mula memerintah Luhak Rokan Ampek Koto, bergelar Sutan Seri Alam dan hal keadaan ini luhak sebelum itu raja datang.
Sebermula, maka adalah lima setengah abad yang telah lalu Luhak Rokan Ampek Koto ini, air laut belum lagi kering benar, masih ada lagi beberapa danau yang besar-besar. Maka pada zaman itu, luhak ini ada didiami oleh suatu bangsa Sakai, yang bernama Sakai Rata. Maka segala suku-suku itu ada memperbuat kampung pada tanah dan bukit yang tinggi-tinggi sahaja. Adalah nama kampung-kampung itu sebagai tersebut di bawah ini.
- Kampung Tinjau Laut di atas Batu Bulan, letaknya antara Negeri Rokan dan Lubuk Bendahara sekarang.
- Kampung Batas Berhala, letaknya antara Negeri Rokan dan Muara Tibawan sekarang.
- Kampung Parit Balas, letaknya di hulu Sungai Sakai hampiran Lubuk Bendahara sekarang.
- Kampung Bukit Kinayang, letaknya sebelah mudik Lubuk Bendahara sekarang.
Adapun sakai-sakai yang berkampung tersebut di atas, tidak ada rajanya, hanyalah tua-tua dalam tiap-tiap kampung sahaja.
Alkisah adalah kira-kira empat setengah abad yang telah lalu, adalah seorang raja perempuan bergelar Putri Sangka Bulan, diam di Kota Benia Tinggi. Kota itu letaknya dalam Afdeeling Lubuk Sikaping sekarang. Maka Putri Sangka Bulan itu ada mengadakan putra banyaknya 7 orang, yaitu 6 laki-Iaki dan 1 perempuan. Adapun yang tuanya laki-laki bergelar Sutan Seri Alam. Akan Sutan Seri Alam itu, sangatlah gagah dan jahat. Oleh sebab itu, saudara-saudaranya pun benci padanya. Oleh sebab itu, Sutan Seri Alam pun merajuk lalu pergi berjalan meninggalkan negeri, diiringkan oleh beberapa hamba rayat dalam negeri itu, laki-Iaki dan perempuan ada kira-kira 30 kelamin. Dan adalah Sutan Seri Alam beserta dengan istrinya.
Pada masa yang tersebut di atas maka Sutan Seri Alam pun bermohonlah pada ayah bundanya keluar dari negeri Kota Benia Tinggi. Lalu berjalan dengan kawan-kawannya yang 30 kelamin itu. Perjalanannya itu ialah menghilirkan sungai Sumpur dengan beberapa perahu dan rakit dan perahu kulit kayu. Kemudian, dalam beberapa hari Sutan Seri Alam berjalan menghilirkan sungai Sumpur maka tibalah ia satu tempat yang sangat berbahaya sehingga tiada boleh dilalui rakit dan perahunya itu sebab airnya di situ terlalu terjun. Maka pada ketika itu Sutan Seri Alam serta kawan-kawannya lalu berhenti di sana serta memperbuat pondok dan bangsal pada tepi sungai itu.
Pada waktu malam hari maka segala kawan-kawan Sutan Seri Alam memperbuat api besar sebab akan menerangi dan menjaga rajanya itu. Maka pada tiap-tiap malam demikianlah diperbuat kawan-kawan dan pengiringnya itu. Oleh sebab itu, benderanglah cahayanya itu, sampai pada suatu bukit yang sebelah tempat raja bermalam itu serta kelihatan segala batu-batu yang pada bukit itu. Jadi, dinamakan oranglah bukit itu Bukit Batu Benderang. Tetapi, sekarang masih lazimlah namanya Bukit Batu Bandang sahaja.
Syahdan, kemudian dari itu Sutan Seri Alam pun dengan pengiringnya lalu berjalan pula menghilirkan Sungai Sumpur, buat melihat-lihat tempat, mana-mana yang baik dibuat kampung dan ladang. Maka dalam perjalanan Sutan Seri Alam itu beberapa hari lamanya maka tibalah ia pada satu tempat yang lebar dan datar. Dekat tempat itu ada lagi satu tempat yang tinggi dari tempat sekeliling itu. Maka Sutan Seri Alam dan pengiring pun berhentilah pula di sana, yaitu pada tempat yang bernama Teluk Sembahyang yang sekarang. Dalam hal yang demikian Sutan Seri Alam pun memperbuat kampung pada tempat yang tertinggi itu dengan berladang-Iadang di situ. Maka dengan takdir Allah Subhanahu wataala mereka itu pun mendapat padi dengan secukupnya. Oleh sebab itu, mufakatlah Sutan Seri Alam dengan segala pengiringnya, bahawa akan menetapkan negeri di situ. Maka dinamakannyalah negeri itu Kampung Kota Sembahyang Tinggi. Letaknya kampung itu ialah di sebelah mudik Sungai Pusu yang sekarang. Pada ketika itu diangkatlah oleh Sutan Seri Alam seorang orang besar di bawahnya, bergelar Datuk Nan Setia.
Syahdan dalam masa Sutan Seri Alam duduk berkampung dan berladang di Kota Sembahyang Tinggi. Maka orang-orang pun banyaklah datang dari lain-lain negeri serta berdiam juga di Kota Sembahyang Tinggi, diperintahkan oleh Sutan Seri Alam dengan mendapat makanan yang cukup buat keadaan pada masa itu. Dalam hal yang demikian itu, maka Sutan Seri Alam pun telah "mengadakan" seorang putra laki-Iaki, bergelar Tengku Panglima Raja. Maka lama-kelamaan Sutan Seri Alam memerintah di Kota Sembahyang Tinggi maka anaknya itu pun besarlah. Sepanjang kabarnya itu anaknya itu telah berumur 25 tahun. Maka Sutan Seri Alam pun mangkatlah. Adapun sepanjang kabarnya adalah Sutan Seri Alam memerintah di Kota Sembahyang Tinggi kira-kira 41 tahun. Maka ia pun mangkatlah.
Demikianlah halnya pada zaman raja yang mula-mula si Luhak Rokan, yaitu di Kota Sembahyang Tinggi.
BAHAGIAN YANG KEDUA
Menyatakan raja yang kedua memerintah dalam Luhak Rokan, yaitu bergelar Tengku Panglima Raja. Kemudian, bergelar Tengku Raja Rokan. Maka diceritakan oranglah peri hal pada zaman Tengku Raja Rokan memerintah dalam Luhak Rokan. Adapun pada kemudian telah mangkat ayahnya Sutan Seri Alam, maka Tengku Panglima Raja memerintahkan segala rakyatnya di Kota Sembahyang Tinggi. Dan adalah ia beristrikan seorang bangsa keempat suku.
Syahdan dalam empat atau lima tahun Tengku Panglima Raja telah memerintah di belakang ayahnya. Maka orang di Kota Sembahyang Tinggi bertambah banyak juga, serta bertambah sukunya orang yang datang itu.
- Orang suku Melayu asalnya dari Padang Panjang, setengahnya tinggal di Rau, baru lalu ke Luhak Rokan, menempat di Kota Sembahyang Tinggi.
- Orang suku Mandailing dan Mais datang dari Kota Benia Tinggi. setengahnya berhenti di Petok, baru lalu ke Luhak Rokan menempat di Kota Sembahyang Tinggi.
- Orang suku Patapang asalnya dari Muara Tais, kemudian baru masuk ke Luhak Rokan, menempat di Kota Sembahyang Tinggi.
- Orang suku Piliang, asalnya dari Padang Panjang kemudian pindah ke Rau, yaitu Langsat Kodok. Kemudian, baru masuk ke Luhak Rokan, menempat di Kota Sembahyang Tinggi.
- Orang suku Caniago, datang dari Padang Panjang diam di Rau. Kemudian, baru masuk ke Luhak Rokan, menempat di Kota Sembahyang Tinggi.
Kemudian, telah terkumpul orang-orang yang tersebut di atas ini ke Kota Sembahyang Tinggi. Mereka itu semuanya berkampung dan berladang, diperintahkan oleh Tengku Panglima Raja. Semakin lama semakin ramai jugalah Kota Sembahyang Tinggi.
Dalam hal yang demikian. maka terbitlah pikiran Tengku Panglima Raja hendak mendirikan tua-tua dalam tiap-tiap suku yang tersebut. Sebab itu, datanglah mufakat oleh Tengku Panglima Raja kepada orang yang datang itu. Sehabis mufakat orang Kota Sembahyang Tinggi pun bersalatlah, mengangkat tua-tua dalam tiap-tiap suku. Dan Tengku Panglima Raja diangkat bergelar Tengku Raja Rokan. Maka orang besar-besar di Kota Sembahyang Tinggi, pada zaman itu, gelarnya
- Datuk Nan Setia,
- Datuk Singa,
- Datuk Diraja,
- Datuk Dalam.
Kemudian daripada itu, maka dibuat pula hulubalang yang dipilih yang gagah berani. Maka gelaran hulubalang itu seperti di bawah ini.
- Tupang Muara Paiyan.
- Sambal Seupih.
- Imbang Langit.
- Elang Laut.
- Panglima Cemping Berantah.
- Mata Indah.
- Sapu Rantau.
Adapun sehabis orang Kota Sembahyang Tinggi berjamu mengangkat Tengku Panglima Raja bergelar Tengku Raja Rokan pada ketika itu mulailah menanam dan mengatur orang besar-besar dan hulubalang yang tersebut di atas. Maka orang Kota Sembahyang Tinggi pun bertambah ramai juga. Dalam hal yang demikian orang Kota Sembahyang Tinggi memperbuat kampung pula dua buah. Satu, bernama Kota Tanjung Sabar, letaknya di tepi Sungai Rokan, sebelah kiri mudik, berdekatan dengan sebelah mudik Sungai Siasam yang sekarang. Kedua, kampung Simpang Dua, letaknya sebelah kanan mudik Sungai Rokan, antara dengan Sungai Pusu sekarang. Lagi pula dibuat satu kampung bernama Kota Resah letaknya sebelah kiri Sungai Rokan. Maka kampung yang tersebut itu, jadi anak kampung Kota Sembahyang Tinggi.
Syahdan, Tengku Raja Rokan dengan orang Kota Sembahyang Tinggi bertambah ramai juga. Pada ketika itu, Tengku Raja Rokan mufakat dengan orang besar-besar, yaitu segala kampung-kampung sakai yang tersebut di atas yang memang dahulu kedapatan oleh ayahnya Sutan Seri Alam dalam Luhak Rokan itu, diamuk dan dilanggar, supaya mereka itu ikut perintah beraja di Kota Sembahyang Tinggi.
Adapun yang mula-mula diserang yaitu Kampung Sakai di Batu Bulan, kedua Kampung Sakai di Kota Kinayang, ketiga Kampung Sakai di Parit Batas, keempat Kampung Sakai di Batu Berhala, yang tersebut pada permulaan buku ini. Dalam yang demikian, segala sakai yang tersebut tiada melawan dengan kuat, hanyalah mereka itu mengikut beraja pada Tengku Raja Rokan di Kota Sembahyang Tinggi. Sehabis yang demikian, Tengku Raja Rokan pun tetaplah memerintah di Kota Sembahyang Tinggi. Kemudian, segala sakai-sakai itu rupanya tiada senang ikut perintah pada Raja Melayu. Maka mereka itu pun keluarlah dari kampungnya masing-masing membawa dirinya ke tanah seberang. Sampai sekarang ada lagi pihak-pihak orang itu menjadi sakai juga dalam bahagian Perak. Oleh sebab itu, luhak itu tinggal didiami bangsa Melayu sahaja.
Hatta tiada berapa lamanya kemudian daripada itu maka datanglah satu buah perahu dari laut, nakhodanya bergelar Pendekat Alam Berkokoh, kepala dari perampok laut.
Maka tiba-tiba pendekat itu pun singgahlah di Kota Sembahyang Tinggi. Maksudnya hendak mengamuk Kota Sembahyang Tinggi. Sampai di situ pendekat itu pun tiada mau menghadap raja, hanyalah kerja mencahari jalan perkelahian sahaja. Apabila malam hari pendekar itu naik ke Kota Sembahyang Tinggi, lalu berkokok seperti ayam serta menepukkan tangan dan memanggil lawan hendak berkelahi.
Maka pada ketika itu seorang hulubalang pun tiada dibenarkan raja melawan pendekar itu hanyalah menantikan ketika yang baik, langkah yang elok buat melawan pendekar itu berkelahi, sehingga sampai tujuh hari lamanya Tengku Raja Rokan mencahari langkah itu tiada juga dapat. Sebab itu, Tengku Raja Rokan menyuruh tujuh orang hulubalang masuk ke Tapung di Kota Sibuaya. Ada seorang akan dipanggil bergelar Datuk Ama Pahlawan, yaitu seorang yang gagah berani. Minta tolong melawan Pendekar Alam Berkokok di Kota Sembahyang Tinggi.
Arkian, maka tujuh orang hulubalang itu pun teruslah berjalan menuju ke Kota Sibuaya dengan membawa satu ekor anjing. Sampai mereka itu di Bukit Seligi maka anjing itu pun bertemulah pula dengan seekor anjing dalam hutan itu. Lalu berkelahilah kedua anjing itu pada suatu cabang dari Bukit Seligi itu. Oleh sebab itu, terdengarlah oleh seorang yang tujuh tahadi. Terus diikutnya di mana tempat anjing berkelahi itu. Sampai di situ bertemulah orang yang tujuh tahadi dengan tuan anjing itu. yaitu bergelar Datuk Gedang Cincin. Oleh sebab itu, mengeceklah kedua belah pihaknya. Dalam keceknya itu tersebutlah bahasa mereka itu suruhan oleh Tengku Raja Rokan, disuruh menjemput Datuk Ama Pahlawan, akan dibawa ke Kota Sembahyang Tinggi, akan melawan Pendekar Alam Berkokok.
Adapun Datuk Gedang Cincin itu datang berdua dengan anaknya, yaitu asalnya dari Negeri Tanjung pada Sungai Kampar. Maka kata Datuk Gedang Cincin, "Janganlah lagi dijemput Datuk Ama Pahlawan itu, biarlah hamba sahaja bersama menghadap Tengku Raja Rokan buat melawan Pendekar Alam Berkokok itu."
Sahut ketujuh utusan itu, "Baiklah."
Maka Datuk Gedang Cincin itu ketujuh orang utusan raja itu pun berjalanlah ke Kota Sembahyang Tinggi. Sesampai di Kota Sembahyang Tinggi, Datuk Gedang Cincin pun berjalanlah menghadap raja ke istana. Pada ketika itu dititahkan oleh raja kepada Datuk Gedang Cincin, bahasa ada seorang pendekar bergelar Alam Berkokok datang dari laut, maksudnya hendak berkelahi dengan orang Kota Sembahyang Tinggi. Maka orang Kota Sembahyang Tinggi pada ketika itu seorang pun tiada yang sanggup buat melawan pendekar itu.
"Sebab itu, kami minta pertolongan pada Datuk."
Jawab Datuk Gedang Cincin, "Baiklah, boleh patik coba melawan."
Kemudian dari itu, segala kelakuan pendekar itu memanggil lawan, diceritakan oleh Tengku Raja Rokan.
Syahdan sampai pada waktu malam harinya, maka naiklah pula Pendengar Alam Berkokok ke dalam Kota Sembahyang Tinggi, lalu berkokok memanggil lawan. Maka dijawab oleh Datuk Gedang Cincin dengan katanya, "Di sini orang tiada berkokok, hanyalah ayam yang pandai berkokok."
Maka terdengarlah oleh Pendekar Alam Berkokok ia pun kembalilah ke perahunya, lalu tidur sampai pagi hari.
Setelah hari pagi, Pendekar Alam Berkokok pun naiklah pula ke darat dengan membawa sebilah pedang, lalu berkata, "Siapakah yang jantan malam tahadi, turunlah supaya boleh kita berkelahi."
Jawab Datuk Gedang Cincin, "Akulah yang bercincin banyak dari lain-lain orang yang bercincin."
Sehabis itu Datuk Gedang Cincin pun pergilah menghadap Tengku Raja Rokan, mengabarkan bahasa hendak melawan pendekar itu. Jawab raja, "Baiklah."
Pada ketika itu pendekar telah ada di halaman Tengku Raja Rokan. Oleh Datuk Gedang Cincin diambilnya sebatang tebu dan ia pun duduklah memakan tebu itu di muka pintu. Dan anaknya yang dibawanya itulah yang disuruhnya berkelahi dengan Pendekar Alam Berkokok. Sedang Pendekar Alam Berkokok berkelahi dengan anak Datuk Gedang Cincin berbalik dari ujung halaman ke pangkal halaman, belum juga kena mengena kedua belah pihaknya. Maka buku tebu yang dimakan oleh Datuk Gedang Cincin tahadi dilemparkannya kepada Pendekar Alam Berkokok. Dalam hal yang demikian, tertarunglah kaki pendekar tahadi pada buku tebu itu, sedang ia tersesak dikejar oleh anak Datuk Gedang Cincin. Pendekar itu pun kenalah pada lehemya lalu mati. Segala harta pendekar itu dirampas dan segala orangnya disuruh kembali dengan perahunya.
Syahdan pada ketika itu jadi bertalilah orang Tanjung dengan Rokan, sebab persahabatan itu. Pada ketika itu juga ditetapkanlah oleh Tengku Raja Rokan dengan Datuk Gedang Cincin, yaitu watas Rokan dengan Kampar, yaitu pada Bukit Kalaran Anjing, pada tempat anjing berkelahi yang tersebut tahadi.
Adapun kemudian daripada itu maka Tengku Raja Rokan pun tinggallah tetap memerintah di Kota Sembahyang Tinggi dengan raiat yang bertambah juga dan makan yang cukup. Maka dalam yang demikian Tengku Raja Rokan pun "mengadakan" dua orang putra, seorang laki-Iaki bergelar Sutan Panglima Dalam. Dan seorang perempuan bergelar Putri Cahaya Intan. Anaknya yang laki-Iaki itu adalah berumur kira-kira 30 tahun. Tengku Raja Rokan pun mangkatlah. Sepanjang kabarnya Tengku Raja Rokan memerintah ada kira-kira 73 tahun baru mangkat.
----------
Bersambung.....
Disalin dari FB: Ammar Syarif pada grup Minangkabau Timur (Kampar, Kuantan Singingi, Rokan)
tanggal 25 september 2020