FAKTA SEPUTAR FILM G30S/PKI :
(koreksi jika ada yang kurang atau salah.Trims.)
- Film ini menjadi film dengan masa pembuatan yang terlama di zamannya. Lebih kurang 2 tahun lebih dari mulai riset mendetail, penggodokan naskah, pemilihan pemain yang mirip dan pas sampai proses syuting yang dibuat penuh kehati-hatian yang memakan waktu 1 tahun. Dimulai dari riset di tahun 1981, syuting pada tahun 1982 hingga 1983 dan baru diedar di bioskop seluruh Indonesia pada tahun 1984.
- Menghabiskan budget yang terbesar di zamannya, yang didanai oleh pemerintah kala itu yakni 800 juta rupiah. Jumlah yang fantastis kala itu karna pada masa itu produksi film tidak sampai 100 juta.
- Menjadi film paling box office pada masanya. Dan meraup banyak keuntungan fantastis melampaui film-film box office Indonesia sebelumnya. Bahkan banyak pengusaha bioskop yang panen rezeki besar-besaran karena seluruh murid sekolah di seluruh indonesia diwajibkan menonton film ini dengan uang sendiri.
- Film dengan jumlah pemain terbesar pada masanya yakni melibatkan lebih kurang 10.000 pemain baik dari kalangan artis professional, seniman panggung, budayawan, jurnalis, akademisi, kalangan militer dan masyarakat sipil. Untuk pemeran Suharto, Presiden Suharto sendiri yang memilih Amoroso Katamsi menjadi pemeran dirinya dari beberapa calon pemeran saat itu. Dan untuk pemeran Sukarno, Umar Khayam terpilih dari belasan calon pemeran Sukarno dengan postur saat Sukarno tahun 60an. Yang unik adalah pemeran DN.Aidit yakni Syubah Asa yang merupakan wartawan Tempo des agama dan merupakan seorang Ketua Dewan Mesjid kala itu. Peran yang bertolak belakang dengan tokoh aslinya DN. Aidit yang Komunis.
- Pemeran Ade Irma Suryani merupakan putri dari aktor Frans Tumbuan dan artis Rima Melati yakni Keke Tumbuan. Butuh pendampingan secara psikologis bagi Keke yang berusia 5 tahun kala itu saat adegan penculikan di rumah jendral AH. Nasution hingga ia tertembak agar tidak menimbulkan trauma. Ibu Nasution sangat sedih dan seperti melihat sosok Ade Irma Suryani pada Keke Tumbuan saat syuting di rumah jendral AH.Nasution.
- Sang sutradara yakni Arifin C.Noor dipilih untuk menyutradarai proyek film besar ini atas pertimbangan karna sosok beliau yang independent disamping kapabilitas dan pengalamannya dalam membuat film yang bagus.
- Menjadi film yang menggunakan banyak sekali lokasi syuting yang berpindah-pindah set dan pengadaan properti yang sangat banyak dari mulai bangunan, gedung, kenderaan sipil maupun militer, barang-barang antik dan pembuatan kostum yang berjumlah ribuan yang bersetting tahun 60an.
-Film ini juga menuntut pengadaan alutsista seperti kenderaan militer, senjata dan pembuatan kostum militer, kostum pemuda rakyat dan gerwani era Orde Lama tahun 60an yang berjumlah hampir ribuan.
- Karna pada saat syuting lokasinya sudah berubah jadi monumen dan museum, kawasan lubang buaya tiruan dibuat di kawasan kebun karet di Cibubur Jakarta Timur dengan membangun kemiripan lokasi sedetail mungkin dan rumah penyiksaan dengan rumah asli di daerah lubang buaya yang sebenarnya di tahun 65. Demikian juga untuk gedung RRI Jakarta yang sudah berubah bentuk, tim artistik menggunakan gedung RRI tiruan di Jawa Barat.
- Seluruh syuting adegan penculikan para jendral di lakukan di lokasi rumah yang sama dengan rumah kejadian dan dengan properti yang dibikin sama dan juga pakaian yang sama dan proses syuting juga disaksikan serta dipandu oleh para saksi yakni para keluarga jendral kecuali rumah Jendral Suprapto yang sudah berubah sehingga syuting dilakukan di studio outdoor. Dan untuk setiap rumah para jendral menghabiskan masa syuting satu minggu untuk adegan malam penculikannya.
- Film ini juga menggunakan pemeran asli yang ada saat peristiwa G30S/PKI yakni pembantu jendral Ahmad Yani dan penyiar RRI Dahri Oskandar. Mereka berdua memerankan diri mereka sendiri persis seperti saat kejadian. Tapi ada sumber mengatakan pemeran pembantu di rumah jendral Ahmad Yani adalah pemain film professional.
- Para tentara yang melakukan penculikan maupun rombongan tentara yang berjumlah ratusan yang berjaga di luar rumah para jendral serta tentara yang berada di lubang buaya, gedung kostrad, istana presiden ,bandara Halim Perdana Kusuma dan lokasi lainnya sebagian besar diperankan oleh militer asli dan sebagian lagi para pemain film professional.
- Film ini meraih banyak nominasi piala Citra termasuk nominasi film terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 1984. Dan menjadi film dengan pencapaian karya sinematik yang fenomenal dan spektakular yang mampu membuat penontonnya merasa menonton dokumentasi asli dan memberi dampak horor dan trauma hingga kini.
- Para aktor yang memerankan para jendral yang diculik serta satu perwira, saat syuting di luang buaya, benar-benar dimasukkan sungguhan pada lubang sumur dan benar-benar dimake up jadi mayat yang rusak yang ditarik dari dalam sumur dan kemudian dimasukkan ke dalam peti jenazah. Sebagian sumber mengatakan mayat jendral yang diangkat dari lubang buaya adalah manequin atau patung.
- Lagu pembuka dalam film ini yang sebelumnya memakai lagu The Beatles, karna liriknya dianggap pemerintah kala itu tidak sesuai, akhirnya diganti dengan lagu Bis Sekolah karya Koes Plus.
- Film ini tercatat menjadi film Indonesia yang paling kontroversial hingga saat ini karna sebagian isi naskahnya diduga tidak sesuai dengan fakta sebenarnya dan dianggap terlalu melebih-lebihkan Suharto yang masih menjabat sebagai presiden kala itu dan menjadi film yang paling lama ditayangkan secara berulang setiap tahun selama 13 tahun bahkan sampai para pemainnya sudah dewasa, tua bahkan meninggal dunia.
Disalin dari kiriman FB: Diurna Reza
pada: 5 Oktober 2020