Kisah Madjid Oesman dan Gadis Jepang.
Nama Madjid Oesman jarang didengar, bahkan di Minangkabau sendiri, kampung halamannya. Padahal ia adalah seorang pejuang yang keras hati melawan Belanda di masa hidupnya. Ia boleh dibilang seorang Minangkabau yang pro Jepang. Oleh sebab itu ia sangat dibenci oleh Belanda.
Dilahirkan di Padang pada 26 Mei 1907 (ayahnya adalah Oesman Padoeko Radjo, seorang hoofddjaksa di Padang, semasa W.A.C. Whitlau menjadi Gubernur Sumatera Barat), hubungan Madjid dengan Jepang memang sangat erat. Ia tidak saja bersekolah di Negeri Sakura itu (1931-1936, di Meiji University), tapi juga mempersunting gadis Jepang, Horoko Osada, yang berdarah samurai dan amat terpelajar. (Hiroko adalah salah seorang dari sedikit wanita Jepang yang tamat perguruan tinggi sebelum PD II; dia tamat universitas tahun 1935 dan teman kuliah istri PM Jepang Jendral Tojo). Pada 1935, ketika masih di Jepang, Madjid Oesman dua kali mewakili Indonesia dalan ‘pertemoean pergerakan Asia boeat Asia’, yaitu di Tokyo dan Dairen (Pandji Poestaka, No. 3, Tahun XX, 25-04-1942: 90).
Ketika Madjid pulang ke Indonesia, Hiroko ikut suaminya. Untuk itu ia rela meninggalkan segala kemewahannya sebagai anggota keluarga samurai di Jepang. Ia kemudian mendapat nama Indonesia di belakang nama suaminya: Siti Aminah Madjid Oesman.
Sekembalinya dari Jepang, Madjid pulang ke Padang dan mendirikan surat kabar Radio dan Padang Nippo di Zaman Jepang. Menjelang meletusnya Perang Dunia II, ia ditangkap oleh Belanda karena dianggap sebagai komprador, propagandis atau mata-mata Jepang di Sumatra (Indonesia). Ia ditangkap Belanda di Padang pada 8 Desember 1941, kemudian dipindahkan ke Garut. Dia kembali bebas menyusul bertekuk lututnya Belanda kepada Jepang di Indonesia pada awal 1942.
Sumber : MS.
__________________________
Disalin dari kiriman: Hendra Purwadi
Digrup Facebook: Minangkabau Maso Saisuak & Maso Kini
Digrup Facebook: Minangkabau Maso Saisuak & Maso Kini
Tanggal: 18 Januari 2020