Sebagai wong ndeso, anak kampung yang di besarkan tradisi beragama NU maka beda pendapat dengan kiai atau ustad itu biasa. Debat saling ledek lucu, gar-ger-gar-ger celetukan segar itu biasa. Pakde saya, mbah saya almarhum, dulu hanya kiai kampung yang sering diundang ceramah kecil kecilan sering menjadi lawan tanding ke isengan saya sejak kecil hingga remaja.
Dididik boleh mengkritik selama ada solusi, atau ada dalil yang dipelajari dari buku-buku referensi yang kita punya tafsir beda, bebas didiskusikan. Dan no hard feeling, ngak ada yang tersinggung dan ngak ada yang satu merasa tua, merasa berilmu di tantang anak kecil yang sok tahu, ngak masalah.
Bahkan ada klaim seseorang habib, yang mengaku turunan nabi, jaman saya kecil di tahun 70an, saya berani Tanya, ngitungnya “piye” turunan nabinya? Itu pun bebas bebas saja, dan hanya menjadi pencair suasana.
Makanya buku-buku Ibnu Batutah, Ibnu Arabi, Ihya Ulumuddinnya Imam al Ghazali yang bergeletakan di rumah, sejak remaja jadi makanan saya dan jadi bahan diskusi dengan lampu sentir ba'da Isya, hampir tiap malam, kalau saya lagi di Malang, atau di tempat kami lainnya di Desa Colo Kudus.
Ilustrasi Gambar: https://www.facebook.com |
Dia berkata, "Gini le (tole), jangan percaya dengan hal hal seperti itu, saya Cuma titip satu hadits untuk kamu pegang sebagai bekal kamu sampai hari tua kami nanti."
"Hadits itu berkata, berzakatlah kau segera, karena suatu masa nanti, Islam demikian makmurnya, sehingga engkau tidak bisa memberi zakat kepada orang lain. Setelah masa jaya yang panjang tersebut barulah dunia akan kiamat."
Pertanyaan si embah, "apakah jaman itu sudah ada?"
Saya jawab, "belum mbah"
"Makanya le, kowe jadilah pahlawan zakat, sedekah dan infaq. Karena suatu hari nanti hal itu ngak bisa di lakukan lagi, karena demikian makmurnya dunia saat itu. Jadilah bagian memakmurkan dunia."
Inilah alasan yang menjadi platform berfikirnya bawah sadar saya membangun rumah yatim Indonesia 24 tahun yang lalu yang saya baru sadari di kemudian hari. Saya walau kecil-kecilan ingin menjadi pahlawan zakat, infaq, sedekah.
Inilah juga yang mendasari lahirnya digital Currency Cyronium 2 tahun yang lalu. Di bawah sadar saya terus mengelora bahwa dunia akan makmur, sangat makmur sehingga harus ada system yang kuat menjadi patok terhadap mata uang.
Ngak bisa dolar yang berbasis angin, yang sejak Agustus 71, hari Amerika menyatakan DOLAR DI PRINT TIDAK PAKAI EMAS lagi, dan tidak ada satupun Negara dunia yang men – challenge itu.
Bahkan saking saktinya, semua dosen ilmu ekonomi, para ekonom dunia, bahkan pejabat Negara menganggap dolar adalah mata uang dunia yang wajib di miliki sebelum kita memprint uang atau mengedarkan mata uang di Negara sendiri, lak geblek pemahaman itu.
Kalau kalian yang mempercayai cetak rupiah akan inflasi harus ada dolar, anda kemakan doktrin Agama Ekonomi Keynesian yang ngak ada bukti kenabiannya. Bahkan Keynesia di akhir hayatnya bertobat, namun buku dan pelajarannya menjadi tidak boleh beredar karena bisa merusak seluruh pelajaran ekonomi para professor guru besar ekonomi, terutama ilmu ekonomi di kampus kampus kenamaan dunia. Yang memang tujuannya adalah false knowledge, pengetahuan yang salah agar dunia hanya di kuasai segelitir orang saja.
Ilmu yang beredar, beda dengan ilmu yang dipraktekan di negera Amerika, Cina, Jerman Jaman Hitler, dan Jepang setelah Perang Dunia ke-2. Saya katakan Negara, beda dengan pemerintahan. Pemerintahan bisa ganti orang, ganti partai, tetapi platform bernegara, tetap.
4 negara itulah patokan ilmu MMT, bukan ilmu sekolahan di kampus.
Jadi dengan sedikit emas tabungan saya, saya menerbitkan cyronium. Beda dengan bitcoin yang hanya algoritma. Kita ada underlyingnya. Namun ternyata BI mengeluarkan aturan, di Indonesia tidak boleh ada mata uang lain selain rupiah. Maka cyronium di nyatakan bukan uang dan tidak berlaku.
Saya pun bertanya kepada pejabat kala itu, kenapa bitcoin boleh beredar dan satu tahun transaskinya bisa hamper 1 triliun di Indonesia? Mending cyronium boleh juga dimainkan. Maka jawabnya, "Bitcoin bukan mata uang Indonesia, dia punya asing." Sebenarnya tidak boleh, tetapi dunia digital bisa masuk kemana aja.
Otak saya bingung jadinya dnegan jawaban tersebut. Lalu saya Tanya, "kalau saya buat perusahaan di Malta, Italia, lalu saya akusisi PT Cyronium Indonesia, sehingga cyronium menjadi global company dan global produk, bisakah beredar di Indonesia?
Yang di jawab, "wah anda ngak nasionalis namanya, Negara dapat pajak dari mana?"
Duerr otak saya koslet, ini pejabat maunya apa ya?
Wistalah, tak lakukan, buat perusahaan di Malta, akusisi cyronium. Selesai. Bener bisnis selesai secara teknis, namun jiwa NKRI masih bergejolak.
Akhirnya 6 bulan yang lalu, saya tarik jaminan emas tadi, saya cetak ada, 1 gram, 5 gram, 99.99 murni, 24 karat. Saya mau buat cyronium 2.0, bertransformasi. Nama baru, aturan main baru. Ijab kabulnya jual beli. Sehinga simple jelas.
Ilustrasinya begini :
Anda mislanya membeli emas 5 gram, katakan harga 1 juta per-gram, anda setor 5 juta. Emas anda tadi anda simpan. Betul ya? Lalu suatu hari kalau anda butuhkan, anda jual, lalu uangnya buat belanja.
Nah, kita punya aplikasi untuk itu. Emas tadi titipkan di aplikasi. Maka di balace sheet anda. Ada 5 juta ( minus selisih jual beli) katakana 4.980.000.
Anda punya kartu debit dan ATM, anda belanjakan di semua GPN-Gerbang Pembayaran Nasional, juga di semua ATM. Misalnya anda belanja 1 juta. Maka balance anda kemudian jadi 3.980.000, gramasi emas adan jadi 4 gram. Dan kalau harga emas naik, ada daily ajustmen, misalnya meas jadi 1.100.000 pergram, uang anda jadi 4.345.000. an
Jadi, rupiah anda yang saat ini dijaminkan dolar, yang selalu floating suka suka dolar, menjadi memiliki underlying emas yang lebih stabil. Membuat rupiah anda tidak ada nilai inflasinya.
Saat ini, kami sudah kerjasama dengan bank, dengan payment getway ipaymu milik sahabat saya mas Keke dan pak Gita Wirayan. Sudah firm semua sejak bulan Februari, tidak tunggu hari baik di luncurkan.
Sahabat, walau saya ini sontoloyo, sering kritik pejabat, plus memberikan solusi yang pastinya tidak bisa dikerjakan pejabat karena otot ilmunya dari solusi tadi berbeda. Namun jangan pertanyakan ke NKRI an-nya si sontoloyo ini.
Walaupun air wudlu masih kurang, ilmu kaleng-kaleng dalam beragama, tetap berusaha membuat umat berdaulat. #peace
__________________________
Disalin dari kiriman Facebook Mardigu WP
Diterbitkan pada 16 April 2020