Menjadi Dokter dan Turut Menyempurnakan Bahasa Indonesia
Setelah
menjadi dokter, Bahder Djohan diterima bekerja sebagai pegawai
pemerintah dan ditempatkan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP), Centrale
BurgerlijkeZiekenhuis (CBZ). CBZ sekarang lebih dikenal dengan nama
Rurnah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Selama bekerja di rumah sakit
itu,ia menjumpai kenyataan bahwa bagaimana pun tinggi pendidikan kaum
pribumi, nilainya di kalangan orang Belanda hanya setengah dari orang
Belanda. Hal ini terbukti dari gaji yang diterimanya per bulan hanya 250
gulden, sementara teman sekelasnya yang orang Belanda menerima gaji 500
gulden per bulan. Perlakuan diskriminatif ini secara langsung semakin
memperteguh semangat Bahder Djohan untuk memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
Bahder Djohan termasuk salah satu aktivis Vereeniging
van Indonesische Geneeskundigen (VIG) dan sejak 1929 terpilih menjadi
sekretaris yang dijabatnya hingga 1939. Melalui organisasi itu,ia
menuntut persamaan dan perlakuan antara dokter bangsa Indonesia dan
bangsa Belanda atas dasar kompetensi yang tertuang dalam diploma dan
pengalaman yang dimilikinya. Hal tersebut diperjuangkan bukan karena
jumlah uangnya, tapi sikap diskriminatif dinilainya sebagai satu
penghinaan yang merendahkan derajat bangsa Indonesia.
Sebagai
mantan aktivis Kongres Pemuda, Bahder Djohan berupaya menyosialisasikan
penggunaan Bahasa Indonesia di lingkungan para dokter bangsa Indonesia.
Upaya itu akhirnya menunjukkan hasil sebagaimana terungkap, antara lain,
dalam Kongres Perkumpulan Dokter Indonesia yang diselenggarakan pada
1939 di Surakarta. Dokter Gularso menyampaikan prasarannya dalam bahasa
Indonesia. Kejadian ini mendorong banyak dokter Indonesia yang menjadi
anggota perkumpulan itu menggunakan bahasa Indonesia di bidang
kedokteran.
Pada umurnya yang ke-28 tahun, ia mempersunting gadis
pilihannya sendiri yang masih berasal dari suku Minangkabau, asal
Talawi, Sawahlunto, yang terkenal dengan tambang batubaranya. Gadis
pilihannya bernama Siti Zairi Yaman yang bekerja sebagai guru di Padang.
Gadis itu adalah keponakan Muhammad Yamin. Pernikahan diselenggarakan
pada 2 Mei 1930 di Padang. Setelah menikah,ia mendapat gelar “Marah
Besar”. Tak lama setelah itu, ia memboyong istrinya ke Jakarta. Dari
perkawinannya,ia dikaruniai seorang putri yang diberi nama Ilya Waleida
dengan panggilan “Tita'”.
Pada
1941,Bahder Djohan dipindah-tugaskan ke Semarang. la diangkat menjadi
Kepala Bagian Wanita dan Anak. Pada waktu itu,ia sedang menyusun
disertasi dan siap mempromosikannya untuk mencapai gelar akademik
tertinggi. Akan tetapi,niat itu tidak kesampaian karena Jepang masuk ke
Indonesia dan membekukan semua kegiatan sekolah seperti halnya
membubarkan organisasi-organisasi politik dan kemasyarakatanyang ada
pada waktu itu. Namun karena kebutuhan tenaga medis guna mendukung
politik perang Jepang,pada 1 April 1943 sekolah kedokteran diaktifkan
kembali dengan nama Ika Daigaku. Bahder Djohan ditarik menjadi salah
seorang tenaga pengajar dengan pangkat Asisten Professor.
Sebagai
aktivis pergerakan nasional Indonesia,ia mempunyai perhatian tersendiri
kepada bangsa Jepang.Antara lain “jasanya” dalam membantu
menyosialisasikan atau menyebarluaskan penggunaan bahasa Indonesia.
Pemerintah Pendudukan Jepang melarang penggunaan bahasa lain selain
bahasa Indonesia dan bahasa Jepang sebagai bahasa resmi di Indonesia.
Dengan demikian bahasa Indonesia yang dicita-citakan menjadi bahasa
persatuan bisa terwujud lebih cepat dari yang diperkirakannya.
Dalam
situasi seperti itu,beberapa tokoh Indonesia mendesak untuk mendirikan
suatu komisi penyempurnaan bahasa Indonesia. Pihak Jepang terpaksa
memfasilitasi hasrat bangsa Indonesia untuk menyempurnakan dan
mengembangkan bahasa persatuannya. Akhirnya pada 20 Oktober 1943
didirikanlahKomisi Penyempurnaan Bahasa Indonesia. Tugas pokok komisi
iniadalahmenentukan terminologi atau peristilahan serta menyusun rata
bahasa normatif dan menentukan kata yang umum bagi bahasa Indonesia.
Komisi ini terdiri dari beberapa tokoh politik dan sastra seperti
Soekarno, Hatta, Suwandi, St. Takdir AIisjahbana,dan Abas St Pamuntjak.
Komisi ini kemudian memberi kesempatan kepada setiap disiplin ilmu untuk
mengumpulkan istilah Indonesia dalam bidang ilmu bersangkutan. Para
dokter Indonesia juga membentuk kepanitiaan guna mengumpulkan
istilah-istilah kesehatan/kedokteran. Panitia ini diketuai oleh dr.
Aulia, dr. Bahder Djohan sebagai wakil ketua, serta dr. Ahmad Ramah dan
Abas St. Pamuntjak (ahli bahasa) sebagai anggota. Djohan pun berhasil
mengumpulkan 3.000 istilah kedokteran dalam bahasa Indonesia.
Membantu Kemerdekaan Indonesia dan Membentuk PMI
Setelah
Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat, bangsa Indonesia
memanfaatkan peluang yang ada untuk memproklamasikan kemerdekaan pada17
Agustus 1945. Bahder Djohan ikut hadir dalam pembacaan proklamasi
kemerdekaan yang sangat bersejarah itu. Sewaktu Soekarno-Hatta membentuk
kabinet yang kemudian dikenal dengan sebutan “Kabinet Bucho”,Bahder
Djohan tidak termasuk di dalamnya. Ia tidak masuk dalam pemerintahan,
namun tidak berarti ia lepas begitu saja dari pergolakan politik yang
memuncak paska proklamasi kemerdekaan. Sejak awal September 1945,Bahder
Djohan bersama beberapa dokter lain sibuk membantu Menteri Kesehatan
(Menkes),dr. Boentaran,membentuk Palang Merah Indonesia (PMI).
Pembentukan PMI ini merupakan perintah langsung Presiden RI, Soekarno.
Ide
pembentukan PMI pada dasarnya sudah muncul sejak1932,sewaktu wilayah
Indonesia disebut Hindia Belanda. Pelopornya adalah Dr. R.C.L. Senduk
dan Dr. Bahder Djohan. Mereka menyusun rancangan pembentukan PMI yang
kemudian diajukan ke dalam sidang Konferensi NERKAI (Palang Merah Hindia
Belanda) pada 1940. Namun usulan itu ditolak. Kemudian sewaktu wilayah
kepulauan Indonesia diduduki Jepang, Dr. Senduk dan Dr. Djohan kembali
mengajukan rancangan pembentukan PMI kepada pemerintah pendudukan Jepang
yang juga ditolak. Rancangan itu kembali dipelajari sewaktu mereka
dimasukkan ke dalam tim pembentukan PMI oleh Menkes dr. Boentaran. Tim
Pembentukan PMI itu antara lain Dr. R.C.L. Senduk sebagai ketua, Dr.
Bahder Djohan sebagai sekretaris (penulis), serta dr. R. M. Djoehana
Wiradikarta, dr. Marzuki, dan dr. Sitanala sebagai anggota. Tepat
sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia yaitu pada 17 September
1945, PMI resmi berdiri. Tanggal pendirian PMI tersebut kemudian
diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai hari PMI.
Sejak
diresmikan,PMI langsung menjalankan fungsi dan tugasnyayakni merawat dan
mengobatikorban peperangan yang sebagian besar bangsa Indonesia. Dalam
waktu tiga bulan saja,sudah ada sekitar 400 orang pasien korban konflik
bersenjata antara pihak RI (republikein) dan pihak Sekutu/ NICA yang
dirawat.
Sewaktu pusat pemerintahan RI dipindahkan ke Yogyakarta
pada Januari 1946, Bahder Djohan sebagai pimpinan PMI Pusat tetap
tinggal di Jakarta; bahkan kemudian ia diangkat menjadi Ketua PMI
Jakarta. Sesuai dengan konvensi Jenewa Tahun 1949, Palang Merah (baik
internasional maupun nasional) merupakan lembaga kemanusiaan yang netral
dan tak boleh diserang oleh kekuatan-kekuatan militer yang sedang
berkonflik. Oleh karena itu,Pemerintah NICA juga memberikan bantuan dan
fasilitas kepada PMI. Hal ini dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Bahder
Djohan untuk kepentingan perjuangan bangsa Indonesia. Ia lantas melatih
tenaga-tenaga Indonesia menjadi perawat atau paramedis untuk membantu
PMI serta mengirimkan obat-obatan dan sekaligus perawat-perawat yang
sudah dilatihnya ke wilayah RI untuk membantu kesehatan para pejuang
Indonesia.
Sewaktu tentara NICA melancarkan agresi pada 1947 dan
menduduki kantor PMI Jakarta,Bahder Djohan harus berjuang memindahkan
kantor PMI ke RSUP yang dipimpinnya juga kala itu. Ketika tentara NICA
kembali melancarkan agresi pada Desember 1948,Djohan mendapat kabar
bahwa Belanda/NICA akan mengambil alih RSUP. la pun berusaha memindahkan
alat-alat penting ke rumahnya. Dalam tempo tiga jam,ia berhasil
memindahkan alat-alat kedokteran, obat-obatan, alat kantor, dan para
pasien yang umumnya bangsa Indonesia korban peperangan ke rumahnya.
Demikian pula kantor PMI Jakarta ikut dipindahkan ke rumahnya.
__________________________
Disalin dari: https://id.diversity.id