Minang Saisuak #224 - Konferensi Schoolopzieners di Fort de Kock
8 Jun 2015 - 06:00 WIB
[caption id="" align="aligncenter" width="602"] Picuture: http://niadilova.blogdetik.com[/caption]
Gambar: Konferensi Schoolopzieners di Fort de Kock
Sejarah pendidikan sekuler di Indonesia dimulai dari paroh kedua abad ke-19. Mungkin pada masa yang sedikit lebih awal ada beberapa sekolah yang diusahakan oleh misi-misi misionaris. Walau sudah berusia cukup panjang, tapi belum banyak studi historis yang mendalam tentang sejarah pendidikan sekuler di Indonesia. Salah satu disertasi di Leiden University, ‘The breach in the dike: regime change and the standardization of public primary-school teacher training in Indonesia (1893-1969)’ (2012) oleh Agus Suwignyo, dosen UGM, khusus memfokuskan perhatian pada Sekolah Pendidikan Guru sejak zaman kolonial sampai akhir 1960-an. Sedangkan disertasi Elzabeth E. Graves ‘The ever-victorious buffalo: how the Minangkabau of Indonesia solved their colonial question’ (University of Wisconsin, 1971) membahas efek sosial-budaya dan politik pendidikan sekuler di kalangan orang Minangkabau.
Rubrik Minang saisuak kali ini menurunkan foto klasik konferensi para penilik sekolah (schoolopziener; S.O.) yang diselenggarakan di Fort de Kock (Bukittinggi), bertempat di kantor Inspencteur Wilmink, yang berlangsung dari tanggal 29 November sampai 3 Desember 1926. Konferensi ini hanya untuk para penilik sekolah dari Afdeeling XI yang meliputi wilayah Sumatras Westkust dan Bengkoelen (Bengkulu). Konferensi itu dihadiri oleh Hoofdschoolopziener dan 17 orang schoolopziener.
Tujuan konferensi itu:
1) Menjerahkan segala sekolah kl. II laki-laki dan perempoean, sekolah negeri dan bahasa Melajoe, pada sekolah H.I.S., atas penilikan schoolopziener; demikian djoega zending volkscholen:
2) Akan menerangkan kewadjiban segala schoolopziener dan dienstnja;
3) Memboeat beberapa peratoeran jang akan dipakai pada sekolah kl. II dan sekolah negeri, soepaja mendjadi sematjam sadja [seragam] dimana-mana. Agenda 3 memakan banyak waktu konferensi karena begitu beragamnya silang pendapat.
Keterangan di bawah foto ini sebagai berikut [beberapa pungtuasi ditambahkan]: ‘Gambar ini diboeat dimoeka kantor inspectie [di Fort de Kock]. Baris tangga dibawah dari kiri kekanan: E[ngkoe]. Arif glr. Soetan Sinaro, S.O Soengai Penoeh; E. Mahmoed, S.O. Tjoeroep; E. Talib glr. St. Maharadja Indera, S.O. KroĆ©; E. Bawani glr. Dt. Sinaro Pandjang, S.O. Manindjau; P.j.m. W. Wilmink, Inspecteur; E. Abd. Manan glr. Soetan Baheram Sjah, Hoofdschoolopziener; E. Doelah glr. St. Soelaiman, S.O. Fort van der Capellen; E. Kadir glr. Dt. Radja nan Sati, S.O. Solok; dan E. Ibrahim glr. Sidi, S.O. Pariaman. Baris tangga jang kedoea dari kiri kekanan: E. Naimoen glr. St. Radja Amin, S.O. Padang; E. Ahmad glr. St. Permata, S.O. Alahan Pandjang; E. Arif, S.O. Taloe; E. Doelah glr. Dt. Bidjo, S.O. Pajakoemboeh. Baris tangga jang ketiga dar kiri kekanan: E. Kaoem S.O. Lais; E. Zoebir, S.O. Sidjoendjoeng; Kajoem, S.O. Manna; Jang dibelakang sekali dari kiri kekanan: E. Djafar, S.O. Bondjol; E. Manan, S.O. Fort de Kock I; dan E. Biran glr. St. Kajo, S.O. Fort de Kock II.’
Dari nama-nama di atas dapat dikesan bahwa kebanyakan (hoofd)schoolopziener itu adalah orang Minangkabau. Foto ini mungkin bermanfaat bagi sesiapa saja yang melakukan studi tentang sejarah pendidikan sekuler di Indonesia, khususnya di Sumatera.
Suryadi - Leiden, Belanda | Singgalang, Minggu, 7 Juni 2015
Sumber foto: Pandji Poestaka No. 4, Tahoen V, 14 Januari 1927: 231
______________________
Disalin dari blog Suryadi Sunuri; http://niadilova.blogdetik.com