18. Tukang Tunjuk

Sumber Gambar:http://dewanbanteng.blogspot.com

Oleh: Muhammad Daviq Said
Disalin dari: http://prri.nagari.or.id/tunjuk.php


Perang adalah bencana, Perang adalah kejahilan dan kebrutalan. Perang membawa korban terutamanya di kalangan yang tidak ikut berperang. Di kalangan rakyat berderai yang tidak ikut dan tidak mengerti kenapa terjadi perang. Mereka biasanya yang paling banyak menderita

Perang adalah tempat dimana fitnah dan dendam bisa dikobarkan. Alasan untuk berperang sejak jaman belum ber belum hampir selalu sama. Untuk melampiaskan hawa nafsu di satu fihak dan untuk mempertahankan diri di fihak yang lain. Hawa nafsu serakah ingin berkuasa, hawa nafsu ingin melanggengkan kekuasaan, hawa nafsu karena pantang kelintasan, hawa nafsu nyata-nyata ingin merampok dan menguasai milik orang lain

Maka dikobarkanlah perang. Sebuah negeri diserang, dihancurkan, hunian penduduknya dibumi hanguskan, penduduknya dipecundangi, dilecehkan, dihinakan, dibunuh dengan semena-mena.

Perang juga memecah belah masyarakat. Masyarakat terpaksa, dengan alasannya masing-masing harus berfihak kepada salah satu kelompok dari yang berperang. Berpihak kepada salah satu pihak dalam jaman perang tentu beresiko. Tapi juga memberi jaminan seandainya luput dari resiko.

Si Poan punya alasan tidak suka dengan orang PRRI. Tidak suka dengan orang kampung yang mendukung dan membantu orang PRRI. Alasannya karena partai orang tuanya berseberangan dengan partai orang-orang PRRI.


Orang-orang PRRI itu kebanyakan adalah orang Masyumi

Orang yang memandang enteng kepada partai ayahnya, PKI. Tapi Poan juga tahu bahwa di kampung boleh dikatakan 99% orang pro PRRI. Poan tahu betul siapa-siapa di antara temannya, anak muda yang ikut lari ke luar, bergabung dengan tentara pemberontak.
Diapun pernah diajak ikut
Tentu saja dia menolak dengan cara halus

Suatu hari tentara APRI masuk kampung
Menggeledah rumah-rumah mencari tentara PRRI
Mencari anak-anak muda yang dicurigai ikut jadi tentara PRRI

Anak-anak muda yang ada di kampung berketabungan lari untuk menghindar
Sebenarnya sangat konyol yang mereka lakukan itu

Tiga orang terlihat oleh tentara Pusat
Diteriakinya supaya berhenti dan mengangkat tangan
Anak-anak muda itu tidak tahu aturan seperti itu

Tidak mengerti aturan berhenti dan mengangkat tangan
Yang ada di dalam benak mereka hanyalah lari untuk menyelamatkan diri

Sementara tentara APRI yang ringan-ringan tangan itu, sesudah sekali diperintahkan berhenti tidak didengar langsung membidik kepala anak-anak muda malang itu, ..... dor !

Anak muda itupun tersungkur
Langsung terjilapak
Inna lillahi wainnaa ilaihi raaji-uun

Si tentara APRI tidak mempedulikan sedikitpun
Dia mencari dan mengejar lagi yang lain
Dan mendornya pula

Beberapa orang masuk ke rumah-rumah
Memeriksa ke sana ke mari
Dengan sepatu bot yang tidak dibuka
Berderak-derak bunyi tapak sepatu mereka di rumah kayu penduduk
Ada yang sampai memanjat ke atas loteng lalu menyenter-nyenter
Bahkan masuk ke dalam kandang di bawah rumah

Sambil membentak-bentak, menghardik-hardik, menanyakan dimana disembunyikan tentara PRRI
Rakyatpun mati kuncun semuanya

Si Poan duduk tenang-tenang di rumah dengan sangat yakin
Dia tidak akan diapa-apakan oleh tentara APRI itu seandainya mereka naik ke rumah
Dua orang tentara ternyata memang naik ke rumahnya dengan terlebih dahulu menerjang pintu masuk

Soalnya di halaman terjemur tiga helai celana panjang laki-laki
Di ruang atas didapatinya Poan sedang duduk dengan tenang di tikar

"Angkat tangan !"

"Kamu pemberontak, ya? !" teriak seorang dari kedua serdadu itu

"Tidak pak, ambo rakyat," jawab Poan dengan tenang

Tentara itu menodongkan senjatanya ke kepala Poan sambil matanya melotot mencari-cari entah apa di rumah itu

Mata itu akhirnya hinggap di sebuah gambar yang ditempel di pintu lemari

Gambar palu arit

"Siapa yang PKI di rumah ini?" tanya tentara itu dengan nada suara tidak lagi garang

"Apak saya, pak," jawab Poan

"Kau ikut dengan kami ke Bukit Tinggi !" perintah tentara itu pula

Dan Poan dibawa
Dinaikkan ke atas mobil truk Reo
Dia ditahan dua hari di kantor Balayon B di Bukit Tinggi tapi sesudah itu diijinkan pulang

Tentara APRI makin sering masuk kampung
Dan sekarang menangkapi beberapa orang kampung yang lalu dibawa ke markas Batalyon B dekat lapangan kantin di Birugo

Yang ditangkap umumnya adalah mereka yang punya anggota keluarga ikut lari ke luar alias jadi tentara PRRI

Dan kebanyakan adalah wanita
Yang suaminya atau saudaranya atau anaknya ikut PRRI

Entah dari mana tentara Pusat itu tahu
Ditangkap dan dibawa ke Batalyon B itu sangat mengerikan
Banyak orang yang dibawa kesana, terutama yang laki-laki, tidak pulang dan hilang lenyap bak ditelan bumi

Tapi untunglah tidak demikian dengan rombongan ibu-ibu
Setelah ditahan sekitar beberapa minggu, dan diinterogasi siang dan malam, mereka umumnya diijinkan kembali pulang

Orang kampung curiga
Bagaimana tentara Pusat itu tahu bahwa ada anggota keluarga wanita-wanita itu orang PRRI dengan begitu jelasnya?

Tentu ada yang memberi angin agaknya!
Tapi siapa?

Si Poan boleh dikatakan satu-satunya anak muda yang bisa hidup tenang-tenang saja di kampung
Sekali sepekan dia pergi ke Bukit Tinggi
Pergi menggalas barang mudo[1]
 Membawa cabai merah, kentang dan sayur-sayuran yang dikumpulkan dari petani
Tiba-tiba saja dia sudah jadi seorang penggalas

Anehnya dia hanya membawa barang dagangan itu ke pasar Bukit Tinggi saja
Tidak pernah ke pekan-pekan berhampiran

Padahal kebanyakan orang menghindar untuk pergi ke pasar Bukit Tinggi
Takut digeledah dan dibentak-bentak tentara Pusat

Tentara Pusat memang selalu merazia setiap penumpang bendi yang menuju Bukit Tinggi
Penumpang laki-laki, meski orang tua-tua sekalipun disuruh turun

Digeledah dan ditanyai macam-macam
Barang bawaan ibu-ibu di dalam kambut atau karung, diobok-obok

Pada suatu petang, ketika akan membayar sesudah minum teh telur di lepau mak Tangkudun, selembar kertas yang dikeluarkan Poan dari saku bajunya terjatuh
Mak Pakiah yang duduk di dekatnya mengambil kertas itu dari lantai

"Kertas apa ini Poan?" tanya mak Pakiah sambil menyerahkannya kembali

"Catatan jual beli lado mah, mak," jawab Poan sambil memasukkan kertas itu kembali ke saku celananya

"Si Nuraini kan ndak ada berkebun lado. Kenapa ada pula namanya di kertas itu?" tanya mak Pakiah sambil lalu tanpa curiga apa-apa

Nuraini adalah kemenakan mak Pakiah
Suaminya ikut ke luar
Nuraini sampai hari itu sudah hampir sebulan ditahan di Batalyon B

"Itu si Nuraini orang penggalas di pasar mah, mak"
"Pedagang yang membeli lado yang ambo bawa," jawab Poan mantap

Oooo, mantun, jawab mak Pakiah pula
Mak Tangkudun, pemilik lepau, menyimak saja soal jawab singkat itu
Setelah Poan berlalu tidak tahan juga hatinya untuk berkomentar

"Berdetak saja hatiku," kata mak Tangkudun ketika di lepau itu yang tinggal mak Pakiah seorang saja lagi

"Tentang apa?" tanya mak Pakiah

"Tentang musang berbulu ayam" [jawab Mak Tangkudun]

"Hah? Siapa pula yang jadi musang?" [tanya Mak Pakiah]

"Apa yang Pakiah baca di kertas yang jatuh sebentar ini?" tanya mak Tangkudun

"Kertas yang mana?" [balas Mak Pakiah]

"Kertas yang dikembalikan ke si Poan" [tanya Mak Tangkudun]

"Ada tersurat nama Nuraini. Entah kenapa nama itu pula yang tertangkap di mata ambo. Ada nama si Fadilah di bawah itu dan nama-nama entah siapa lagi" [jawab Mak Pakiah]

"Si Fadilah kan sama-sama dijemput dan dibawa tentara Pusat? Tidak ada lagi nama yang lain yang teringat terlihat tadi?" [balas Mak Tangkudun]

"Rukayah ........ Ya di atas nama si Nuraini ada Rukayah" [jawab Mak Pakiah]

Mak Tangkudun menghempaskan kopiahnya ke meja "Pastilah kalau begitu Si Nuraini, si Fadilah dan si Kayah sampai hari ini belum juga pulang dari Birugo. Ndak berdetak hati Pakiah ada kaitan nama-nama di kertas tadi itu dengan kenyataan ibu-ibu yang ditangkapi itu? Kalau ambo sangat yakin ambo sekarang," kata mak Tangkudun

"Jadi? ......!" mak Pakiah mulai ikut berpikir. Mulai agak menangkap maksudnya

"Tukang tunjuk," jawab mak Tangkudun
Tukang Tunjuak Gadang

Alhamdulillah, ibu-ibu yang ditangkap itu akhirnya dilepaskan juga semuanya. Hanya, sesudah itu rumah mereka selalu diintai tentara Pusat. Beberapa kali di antara ibu-ibu itu terkejut ketika pergi ke sumur di waktu subuh terserobok dengan tentara sedang duduk bersiaga dekat pintu sumur.

Mungkin tentara itu semalaman menanti-nanti tentara luar anggota keluarga penghuni rumah itu
Siapa tahu mereka pulang ke rumah. 

Seminggu sesudah percakapan mak Tangkudun dan mak Pakiah di lepau, si Poan dijemput orang tengah malam. Tidak sedikitpun dia curiga. Ketika pintu diketuk dan namanya dipanggil, dan yang memanggil itu berbahasa Indonesia, Poan segera turun.

Tentu saja dia kaget ketika sampai di halaman, yang menjemputnya adalah tentara bersenjata tidak berseragam. Poan menghilang tidak tentu rimbanya sejak saat itu, Beberapa hari sesudah itu wali nagari didatangi tentara Pusat. Habis dia ditampari dan dibentak-bentak ketika tentara Pusat itu menanyakan kemana perginya si Poan.

Wali nagari menjawab sejujurnya bahwa dia tidak tahu. Wali nagari dan wali jorong dibawa ke Birugo dan ditahan sebulan disana. Sesudah sebulan, mereka diantarkan kembali ke kampung dalam keadaan lusuh dan kurus

10 April 2013

_________________________________

Disalin dari: http://prri.nagari.or.id/tunjuk.php

________________________________

Kata dalam tanda [] ditambahkan Agam van Minangkabau

_______________________________

Catatan kaki: oleg Agam van Minangkabau

[1] Manggaleh = berdagang
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar