Pict: steemit[/caption]
Postingan asli dalam Bahasa Minang, DISINI
Saiful Guci Dt. Rajo Sampono | "Mak Saiful, naikkanlah kembali tulisan tentang ukuran & takaran masa dahulu yang dipergunakan oleh orang Minangkabau, agar dapat kami kutip tulisan tersebut" tulis Hendri dalam kotak percakapan.
Kalau ukuran dan takaran serta timbangan akan berkerut kening Kamanakan Milenial membacanya. Niniak awak dahulu punya cara khas menggunakan alat ukuran dan takaran serta timbangan.
Sukek, Sumpik, & Katidiang
Untuk ukuran hasil padi di sawah, dipergunakan ukuran isi (volume)[1] yang pada masa dahulu ialah: sukek, sumpik, & katidiang.[2] Kalau membeli padi, alat ukur berat yang digunakan ialah Sukek (Sukat) atau disebut juga Sukatan. Alat ini terbuat dari batuang (bambu), digunakan juga katidiang dan sumpik. Isi satu sukek ialah dua liter kalau di kampung saya (Dt. Rajo Sampono dari Pandai Sikek) dibaca litea. Satu katidiang sama dengan dua puluh sukek padi atau empat puluh liter padi. Apabila mempergunakan sumpik, berat satu sumpik sama dengan tiga puluh sukek padi atau enam puluh liter padi.
Katidiang menjadi alat untuk mengukur banyaknya [isi/volume] dapat padi ketika orang manyabik (memanen) padi. Selain itu katidiang digunakan juga untuk acara arak padi. Dimana arak padi ialah acara sesudah musim manyabik, sebagai tanda syukur kepada Allah Ta'ala dan bersedeah ke masjid. Pada masa sekarang, hasil padi pulang dari sawah diukur [ditakar] isinya dengan belek, isi satu belek sama dengan dua puluh liter padi.
Cupak & Gantang
Lain pula kalau tuan membeli beras, walaupun ukuran dan beratnya sama tapi istilahnya berlainan. Alat ukur isi untuk membeli beras ialah cupak dan gantang. Beras secupak isinya sama dengan 0,5 liter dan segantang ialah dua liter beras. Akan tetapi kalau di Tanah Datar, berat segantang sama dengan empat liter beras. Masa sekarang untuk mengukur beras yang akan ditanak (dimasak) dengan tekong kaleng susu kental manis yang isinya sama dengan 0,25 kg.
Mungkin tuan sudah pening berapa berat kaleng susu kental manis tersebut? Kami coba menjelaskan sedikit; berat satu kaleng susu Frisian Flag ialah 375 gr, massa beras = volume x massa jenis beras. Jadi 1 liter x 0,753 kg/liter = 0,753 kg atau sama dengan 754 gr. Artinya 753gr beras : 375 = 2 kaleng sisa 3 gr beras. Jadi 1 liter beras sama dengan dua kaleng susu.
Jarek, Onggok, Rago, & Mato
Sekarang sudah jarang terdengar ukuran untuk menentukan berat ialah: jarek, rago, & mato. Ukuran jarek dipergunakan untuk ikan. Jarek terbuat dari lidi yang kemudian ikan ditusuk dalam satu jarek sebanyak 7 s.d 10 ekor ikan, atau digunakan juga onggok. Ada pula untuk ukuran ikatan kecil (seperti: ikan bilih) diukur dengan daun "Berapa daun ikan bilih tertangkap tadi?"
Selain itu untuk menjual maco (ikan asin) juga digunakan satuan onggok, namun kemudian dan hingga hari ini semakin jamak ditemui maco dijual dengan cara ditimbang dengan menggunakan satuan moderen, ons dan kilo. Kemudian juga ada istilah samato, tangah duo mato untuk mengganti ons karena samato setara dengan satu ons (100 gr).
Sementara rago untuk ukuran kerupuk (keripik), rago ukuran 1m x 1m terbuat dari bambu, biasanya untuk membawa Kerupuk Bulan (lebar) ke pasar. Dan ado pula ukuran barat "Rajuik" untuk ukuran berat rumput. Rajuik dibuat dengan ukuran 50 x 50 cm. Di kampung kami ada pula ukuran berat sapikua (sepikul) yang merupakan ukuran beban orang dewasa apabila membawa lobak dari ladang.
Keranjang, Tabuang, & Pariuak
Kalau ukuran karanjang (keranjang) untuk kapelo (ubi) jala (ubi tanah) dan kentang. Sementara tabuang untuk Dadiah Kabau (susu kerbau fermentasi), dan pariuak untuk membuat saka tabu "Berapa periuk terjerang tadi?"
Sabuku
Satu buah saka tabu ukurannya disebut Sabuku (sebuku) yang dicetak dengan tempurung kelapa. Sabuku saka dua lapis saka yang terbuat dari tempurung tadi yang beratnya sekitar 200 gr.
Karek & Uleh
Ada pula ukuran yang dipergunakan untuk kayu adalah karek (potong) "Dua kerat kayu" tetapi khusus untuk limau (jeruk) manis atau Jeruk Uleh "berapa uleh engkau makan limau manis?" lima ulas limau.
Orang, Ikua, & Buah
Sedangkan untuk menghitung jumlah manusia dipergunakan urang (orang) "Berapa orang anak mamak?".
Untuk ternak digunakan ikua (ekor) "Sudah berapa ekor ternak engkau?"
Dan yang lain untuk yang bisa dihitung digunakan bilangan 'buah' "Sudah berapa buah rumah engkau?" atau "Enam buah kursi, tiag buah kursi, tiga buah buku, dua buah simpang jalannya" kata buah dapat juga digunakan kepada benda abstrak "Berapa buah pendapat yang diberikannya?"
Alai, Bilah, Batang, & Rumpun
Juga dipergunakan kata Alai (helai) untuk benda tipis, misalnya; Dua helai kain panjang, tiga helai papan, empat helai kertas, lima helai daun. Satuan Bilah digunakan untuk benda pipih tajam, biasanya untuk menghitung pisau, pedang, dan belahan bambu yang telah dipotong-potong.
Ukuran Batang digunakan untuk benda panjang bulat persegi, seperti; dua batang bambu, tiga batang pensi, empat batang tonggak. Juga untuk menghitung tanaman, misalnya tiga batang kelapa, empat batang kalikih (pepaya). Akan tetapi untuk tanaman yang berdaun panjak dan beranak banyak dihitung dengan satuan rumpun.
Rueh, Tangkai, Sikek
Tanaman yang memiliki rueh (ruas) dihitung dengan rueh, seperti untuk tabu dan bambu. Satu rueh sama dengan satu buku, bisa juga sebagai alat ukur "Sarueh (seruas) empu jari, kunyit. Sarueh ampu kaki sipadeh (jahe).
Dan untuk bunga digunakan satuan tangkai, akan tetapi bisa pula dipergunakan untuk sapu. Istilah tandan untuk tanaman yang punya tandan, seperti: pisang yang dalam satu tandan terbagi atas sikek dan baru kemudian dihitung buahnya. Untuk kelapa dan kelapa sawit digunakan 'tandan' juga.
Potong, Balah, Karek, Irih, & Sanabu
Ada pula ukuran: potong, balah, karek, & irih. Ukuran potong biasanya untuk kue, ukuran balah untuk benda yang bisa dibelah, biasanya untuk kelapa. Adapun ukuran irih biasanya untuk makanan buah-buahan seperti mangga "Berilah kami agak seiris" Tapi bila makan durian saincek (sebiji) dinamakan Sanabu. Nabu atau Sanabu merupakan ukuran satu ruas durian.
Papan, Kabek, Butia
Terdapat pula ukuran Papan untuk buah patai (petai), dan kabek (ikat) untuk sayur-sayuran. Pada masa dahulu, sayuran dijual dengan cara diikat. Contoh; lima ikat lidi, empat ikat kangkung, atau daun ubi kayu.
Ada pula ukuran butia (butir) untuk benda bulat dan kecil, biasanya untuk peluru. Sementara untuk kelereng bola, ukurannya buah. Ada juga yang menggunakan ukuran butia untuk telur ayam dan burung.
Piriang, Tumpak & Lupak
Ukuran piriang (piring) digunakan untuk sawah; satu piring sawah (satu petak sawah). Kumpulan piriang disebut dengan tumpak, adapun dengan lupak digunakan untuk lahan kering yang sedang dikerjakan.
Pinjik, Kauiak, Ganggam, & Kapa
Sedangkan ukuran untuk benda halus yang tidak bisa dihitung, diukur dengan pinjik. Sapinjik garam sama dengan seujung jari. Kalau kauik, untuk benda seperti padi, beras, ataupun pasir, adapun kauik mengacu ke tapak tangan. Sedangkan ganggam (genggam) untuk tanah yang mengacu ke besar kepalan tangan, tetapi apabila mengacu ke nasi maka digunakan istilah kapa "Sakapa nasi panas" artinya sekepalan tangan juga.
Satakuak & Satekong
Apabila hendak membeli minyak manis, ukuran (volume) yang paling kecil namanya satakuak, kemudian satekong.
Satahia
Bagaimana pula bila hendak membeli tempakau? "Beli tembakau satahia, engku" Kami tak pula yakin berapa kiranya yang satahia (setahil) itu.
Satuan Uang
Sekarang kita coba untuk menghitung pitih (uang) atau kepeang, misalnya untuk menghitung uang, semenjak zaman dahulu orang Minangkabau pernah menggunakan mata uang Belanda, VOC, Hindia Belanda, Inggris, dan Arab. Berikut kami sampaikan:
- Pitih, zaman dahulu merupakan sebutan untuk mata uang VOC yang terkecil.
- Gadang, mata uang VOC yang nilainya sama dengan 2 Pitih.
- Gobang, mata uang VOC yang nilainya sama dengan 3 Pitih.
- Sen, sebutan untuk mata uang Hindia Belanda terkecil.
- Uang, adalah mata uang Inggris yang nilainya 0,2 Sen.
- Kupang, adalah mata uang Inggris yang nilainya 6 Uang atau 1,2 Sen.
- Sapiak atau Sepiak, adalah sebutan untuk mata uang Hindia Belanda yang nilainya 10 Sen.
- Satali atau Setali, adalah sebutan untuk mata uang Hindia Belanda yang nilainya 25 Sen.
- Sasuku atau Sesuku, adalah sebutan untuk mata uang Hindia Belanda yang nilainya 50 Sen.
- Rupiah atau Ciek Piah, adalah sebutan untuk mata uang Hindia Belanda yang nilainya 100 Sen.
- Saringgik atau Seringgit, adalah sebutan untuk mata uang Hindia Belanda yang nilainya 250 Sen.
- Real, adalah mata uang Arab yang nilainya 1 Rupiah 60 Sen.
Paling sedikit dizaman orang tua kita dahulu namanya rimih atau kadang-kadang disebut bilih atau sabilih nilainya 0,5 sen. Sesudah itu ada pecahan 1 sen yang nilainya sama dengan 2 bilih. Lima rimih atau lima bilih disebut dengan benggol yang dibaca orang Minangkabau dengan benggo atau gobang.
Pernah mendengar uang klik? itu artinya kelip.
Yang paling terkenal ialah 1 Ketip, dimana 2 Ketip + 2 Benggo = 25 Sen, namanya stalen, yang dilidah orang Minangkabau menjadi satali atau ciek tali. Kalau orang tua kita menyimpan dua uang tali maka akan disebut dengan Sasuku atau 50 sen. Dua uang suku sama dengan ciek piah.
1 Ketip + 2 Benggo = 25 Sen (stalen/setali)
2 Tali = 50 Sen = Sasuku
2 Suku = Rp. 1,- = Satu rupiah
Satuan lain yang agak janggal terdengar di telinga ialah:
3 tali (tigo tali) = 75 sen
5 tali (limo tali) = 125 sen
3 suku (tigo suku) = 150 sen
Tangah Duo = Duo piah limo sen = saringgik = 250 sen
Mako muncul idiom-idiom seperti ini:
1. Ndak bapitih sarimih juo (Tak beruang serimispun)
2. Agiah lah uang kilik ciek (berilah uang klik)
3. Dianggapnyo samenggo se wak ko (dianggapnya semenggo sahaja kita ini)
4. Lari otonyo ciek piah duo bilih (lacu mobilnya serupiah dua bilih)
5. Satali tigo uang (setali tiga uang)
Kalau ada yang membaca ciloteh ini, tahunya dengan uang sen, berarti dahulu pernah masuk Sekolah Rakyat yang pada masa sekarang sama dengan Sekolah Dasar, disetujui:
Rp. 1,- = 100 Sen.
Rp. 1,- = 10 ketip
Rp.1,- = 4 Tali/Talen
1 Ketip = 2 Kelip
1 Ketip = 10 Sen
1 Tali = 25 sen
1 Kelip = 5 Sen
Sebenarnya ada sebutan khusu untuk nilai yang Rp. 2,5 ( 2 rupiah 50 sen) yakni Seringgit. Seperti kita ketahui pada masa sekarang nama Ringgit diambil menjadi nama mata uang Malaysia yang pada tahun 1960an mata uang mereka bernama Dollar Malaya.
Terkait istilah Ringgit sebagai salah satu nama satuan alat hitung uang asli kita Bangsa Melayu di Minangkabau, mari kita simak bait pantun berikut:
Satuan Hitung Emas
Masih panjang perkara menghitung uang. Kalau ukuran dan takaran serta timbangan maka akan berkerut kening kamanakan Milenial nanti membacanya. Seandainya membeli emas, untuk menimbang yang kecil-kecil dipakai istilah buncih, namun yang terkenal hingga masa sekarang ialah sa ameh (2,5 gr).
Terdapat beberapa macam ukuran, seperti; sago dan kundi. Satu sago = berat 1 bijinya buah Sago (Saga), daun buah sago dapat dipakai untuk obat-obatan.
1 Kundi = berat 1 biji buah Kundi. Buah Kundi hampir sama dengan buah Sago, buah Kundi bewarna hitam, agak bulat dan bintik-bintik. Sedangkan buah Sago bewarna merah, agak tipis. Ukuran 1 Kupang emas = beratnya 6 biji buah Sago.
Tahil(tael) merupakan berat mata uang logam (koin) orang Cina masa dahulu.
Untuk ukuran-ukuran di atas mungkin tidak sama dengan daerah lainnya, seperti kata pepatah "lain padang, lain hilalang - lain lubuk, lain pula ikannya"
Ukuran Panjang
Ada pula ukuran lainnya (untuk satuan panjang), seperti:
Istilah Lainnya
Yang agak lucu ialah menerka jarak/ukuran yang dikira-kira digunakan istilah/satuan; saangin, sapadi, sakuku lai. Terkait istilah aneh-aneh yang kamanakan tanyakan, mungkin kening Kamanakan Milenial akan semakin berkerut, misalnya:
- Lago Kambiang (Laga Kambing), artinya tabrakan antara dua objek (biasanya kendaraan bermotor) seperti kambing sedang beradu, yakni kepala diadu dengan kepala. Dalam kasus tabrakan, maka bagian depan kendaraan saling beradu.
- Oto jatuah/rabah kudo (Mobil jatuh/rebah kuda), artinya mobil yang rebah sendiri tanpa adanya tabrakan dengan kendaraan lain. Bisa sahaja karena rodanya slip, ban bocor, jalan yang tidak rata, masuk lubang atau selokan, tergelincir, hildang kendali, atau sebab lainnya.
- Jatuah tapai (Jatuh tepai/tape), artinya diumpakan seperti tepai yang lunak dimana apabila jatuh akan segera membuat bentuknya agak pipih. Hal ini menggambarkan orang yang tertimpa kemalangan yang membuat ia memulai lagi dari nol. Misal, seorang pedagang yang bangkrut total.
- Jatuah asok (Jatuh asap), maksudnya kebalikan dari Jatuah Tapai, dimana orang yang terkena musibah kemungkinan akan kembali bangkit dengan keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya
- Manggantang anak ayam, adalah melakukan pekerjaan yang tidak mungkin atau sia-sia
Istilah terkait Sepak Bola
- Ais dan Tembak Duo Baleh Pas. Ais merupakan Hand Ball, diduga karena kanak-kanak Minang tak pandai berbahasa Inggris dan mendengar reporter bola bercakap Inggris. Namun pengalihan Hand Ball menjadi Ais merupakan sesuatu yang ironi. Hukumannya ialah Tembak Duo Baleh Pas, atau pinalti yang jarak bola yang akan ditendang ialah dua belas langkah posisinya tepat di depan (tengah-tengah) gawang. Atau yang sekarang disebut dengan 'titik pinalti'
- Paku kakinyo, artinya 'tahan kaki lawan' agar tidak dapat bergerak. Merupakan salah satu siasat atau muslihat dalam bermain bola seperti yang disampaikan istilah "Kok kabarek rasonyo malawan, kaik kakinyo atau tungkai kakinyo, atau sepai kakinyo. Lah tengkak senyo tu mah" (Apabila berat rasanya untuk melawan, kait kakinya, tungkai kakinya, atau sepak [dengan keras] kakinya, akan pincang kakinya dibuatnya)
Itulah yang masih teringat oleh mamak, kalau ada yang salah, sama-sama memperbaiki kita, kalau ada yang kurang, mari sama-sama menambahi.
=====
Catatan kaki oleh admin:
[1] Pada tulisan asli berbahasa Minang, engku Dt. Rajo Sampono menggunakan kata 'berat', disini kami menukarnya dengan isi, karena mengacu ke volume.
[2]
=====
Baca Juga: Besaran & Satuan di Minangkabau
Postingan asli dalam Bahasa Minang DISINI atau di FB engku Saiful Guci Dt. Rajo Sampono DISINI