Diskusi Virtual Tema:
Catatan Ringan: Elthaf
Masih segar bagi saya Sabtu kemaren menyaksikan Webinar Nasional dengan topik: “Akselerasi Wirausahawan dengan Kolaborasi dan Inovasi”, kembali hari ini, Sabtu, 7 November 2020, pukul 13:00-17:00, MDN-G (Minang Diaspora Network-Global) bekerjasama dengan Universitas YARSI mengadakan vicon Curah Pendapat (brainstorming) dan Dialog Internasional melalui Zoom yang untuk hari ini mengambil tema: Diplomat Minang Dulu, Sekarang dan Masa yang akan datang, sebagai pengarah langsung “ditekel” Rektor Universitas Yarsi, Bapak Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D dan Direktur Eksekutif MDN-G Bapak Burmalis Ilyas. MA, M.Si
Dalam pengantarnya Prof Fasli menyampaikan bahwa “Batas batas dunia makin rontok, jarak makin dekat, perjuangan main berat. Siang ini kembali kita mendengarkan pengalaman dari Diplomat Minang, Dubes asal Minangkabau, uniknya kali ini ada tiga generasi, 3 lapisan yang tampil, mulai dari era Dubes Pak Hasjim Jalal, pak Wisber, lapis ke dua era Dubes Yusra dan Dubes yang muda diwakili oleh Dubes Denny Abdi"
Lebih lanjut Prof Fasli menambahkan: “Romantisme sejarah sangat diperlukan untuk membangun cita-cita bersama. Minangkabau memiliki kapital sosial yang kuat yakni kesuksesan gemilang di setiap generasi. Dunia diplomasi bisa dikatakan menjadi salah satu dunia dimana etnik Minang unggul dan berperan besar baik di pentas nasional dan internasional sejak zaman kemerdekaan sampai sekarang.
Sederet nama besar tokoh diplomasi minang di masa awal Republik yang sangat dikenal adalah H. Agus Salim dan Sutan Syahrir. Mereka adalah tokoh diplomasi Indonesia dan penancap tiang diplomasi Indonesia. Selain Sutan Syahrir dan H. Agus Salim yang pernah menjadi Menteri Luar Negeri, ternyata Bundo Kanduang Minang juga tidak kalah berperan dalam dunia diplomasi. Perempuan Pertama yang menjabat sebagai Duta Besar RI adalah Laili Roesad. Beliau pernah menjadi Duta Besar RI di Belgia, Luxemburg dan Austria.
Realitas sejarah yang tidak mungkin dilupakan adalah peran dan kiprah tokoh diplomasi Minang di pentas Nasional dan Mancanegara. Jejak sejarah ini harus dipahami oleh masyarakat Minang sebagai inspirasi dan motivasi bagi generasi milenial Minang."
Selanjutnya pak Prof menyampaikan pertanyaan yang akan dimunculkan dari webinar Internasional ini adalah :
- Bagaimana transisi peran dan kiprah Diplomat Minang Zaman Dulu jika dibanding dengan Zaman Now?
- Fakfor apa saja yang menyebabkan penurunan kuantitas, jumlah Diplomat Minang saat ini dibanding zaman dulu?
- Bagaimana perjungan diplomat muda, Bagaimana Peran Dunia Kampus, Tokoh-tokoh Diplomasi Minang dalam mempersiapkan generasi muda minang untuk terjun kedunia diplomasi dan tampil menjadi tokoh-tokoh Diplomasi yang handal?
Lebih jauh Pak Fasli yang pernah menjabat Wamen Diknas dan Kepala BKKBN ini mempertanyakan dengan halus, apakah DNA Minang sebagai pedagang sejalan dengan DNA diplomat, mengingat urang Minang dari kecil sudah diajarkan berkomunikasi secara kultural “mangecek di bawah-bawah, manyauak di ilia-ilia, dangakan di urang laluan di awak, lamak di urang lamak di awak”. Sebagaimana kita ketahui sesuai dengan kemajuan dan perkembangan, peran Diplomat tidak saja bidang diplomasi, politik, tapi juga ekonomi dan lingkungan yang menyatu dalam satu portofolio.
Untuk pembuka diskusi, Prof Fasli mempersilahkan bapak Prof. DR. Hasjim Djalal (Dubes RI dan Wakil Tetap Republik Indonesia untuk Kanada 1983-1985, Jerman 1990-1993) sebagai Keynote Speech.
Langsung saja disambut Pak Hasjim memulai dengan dua pertanyaan: “Bagaimana posisi diplomasi Minang dalam kebijakan dunia dewasa ini, beliau melihat bagaimana peran Diaspora Minang yang tergabung dalam MDN-G, perannya untuk Sumatera Barat” dan yang kedua posisi Sumbar ketika menghadap ke Samudera Hindia, peran utama Sumbar untuk Samudera Hindia.
Sumbar jangan melihat samudera Hindia hanya pulau Padang atau permukaan saja, tapi apa yang terkandung didalam lautan, dan begitu pula melihat ke atasnya. Di Samudera Hindia ada ikan, ada minyak, gas, ada kandungan di laut, ada lalulintas yang strategis, beliau melihat lebih jauh lagi sampai ke seberang samudera Hindia, ke Afrika. Unand bisa membuat satu kajian dari bentangan Samudera Hindia ini, beliau menjelaskan peran laut, batas laut, kekayaan laut energi dan potensi laut, begitu juga ke angkasa luar.
Bapak 3 anak yang tahun ini berusia 86 tahun sejenak menyampaikan kekaguman beliau pada diplomat ulung dari Minang yang pernah menjabat beberapa kali menjadi Menteri Luar Negeri H. Agus Salim, dan Sutan Syahrir begitu pula di masa penjajahan, masyarakat Minang sudah banyak berpartisipasi menentang penjajahan, seperti Tuanku Imam Bonjol dan peristiwa ‘Perang Kamang’.
Pada awal kemerdekaan, diplomat-diplomat Indonesia asal Minang banyak terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, seperti Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Moh. Yamin, dan lain-lain. Malah pada waktu Jogjakarta (ibukota RI pada waktu itu) diduduki oleh Belanda, ibukota RI pindah ke Bukittinggi, dan kemudian pada waktu Bukittinggi diduduki pula oleh Belanda, ibukota NKRI pindah ke Suliki, di sebelah utara Payakumbuh.
Di dalam sejarah, masyarakat Minang juga banyak yang kemudian berkembang di Malaysia (Negeri Sembilan) dan mengembara sampai ke Aceh dan bertebaran ke Samudera Hindia.
Diplomasi Minang kemudian berusaha mengembangkan kerjasama di Samudera Hindia dalam rangka look west policy dari daerah Sumatera Barat. Malah Indonesia berhasil membuat ibukota Sumatera Barat, yaitu Padang, menjadi semacam pusat dari IORA (Indian Ocean Rim Association). Di samping itu Kementerian Luar Negeri RI juga mendorong berdirinya Pusat Studi Kawasan Samudera Hindia di Universitas Andalas di Padang, dengan harapan agar Pusat Studi tersebut dapat mengembangkan kebijakan Indonesia dan memanfaatkan Samudera Hindia untuk pembangunan Indonesia di Sumatera, termasuk di Sumatera Barat.
Di dalam posisi geo-politik/geografis yang ingin diperjuangkan, diplomasi Minang selalu berpegang kepada prinsip ‘di mana bumi diinjak, di situ langit dijunjung’, dalam arti orang Minang akan selalu menghormati negeri tempat dia merantau. Karena itu orang Minang banyak yang merantau keseluruh dunia (diaspora Minang) dan menghormati tempat di mana dia berada sebagai negerinya sendiri.
Pada beberapa kali kesempatan pertemuan dengan Menlu Retno Marsudi, betapa Ibu Menlu bicara peran wanita dalam diplomasi, ini cocok dengan peranan wanita di Minang dalam mempertajam peran perempuan dalam diplomasi. Disamping itu, meningkatkan peranan wanita dalam mengusahakan perdamaian di dunia, juga merupakan salah satu prioritas politik luar negeri RI sebagaimana diutarakan oleh Ibu Menlu Retno LP Marsudi. Saya melihat hal ini sejalan dengan pandangan orang Minang yang melihat pentingnya peranan wanita dalam berbagai hal yang kita tahu Miangkabau menganut matriarchal system.
Menjawab pertanyaan prof Fasli Jalal apa saran beliau terhadap anak muda yang ingin mengikuti tes sebagai diplomat, ini berkaitan dengan pengalaman beliau ikut team yang menghire diplomat muda, pak Hasjim disamping yang sudah standar juga tetap memperhatikan issue, masalah luar negeri.
Sebelum mempersilahkan ke narasumber selanjutnya, pak Fasli menyampaikan ada trio Diplomat Senior yang luar biasa peran beliau buat bangsa ini, Pak Hasjim Djalal, Pak Wisbes Loeis dan pak Burmauna
Pak Fasli mempersilahkan pak H.E. DR. Ibrahim Yusuf (Duta Besar RI Untuk United Arab Emirates 2000-2002 & Thailand)
Pak Ibrahim menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pak Fasli dan pak Burmalis dengan terselenggarnya acara yang bagus ini. Kemudian beliau berkisah, tahun 2014 ketika ibu Retno baru diangkat menjadi Menlu RI, beliau bicara tentang good governance, tatakelola yang baik di Kemlu, kemudian beliau mengajak Look to the west, yaitu Asean dengan segala potensinya.
Tahun 2003 pak Ibrahim jadi pembicara di TV New Delhi, India, India sudah membuat research di Samudera Hindia dengan potensi minyak, gas dll, hal ini dibawakan beliau waktu ceramah di Unand, Padang, betapa India sudah mengadakan penelitian tentang sumber laut Samudera Hindia.
Satu saat pak Ibrahim pernah bertemu dengan Wali Kota Padang tahun 2003 itu, beliau menyarankan dibuat sister city antara Kota Padang dengan Pattani, Thailand. Sekilas beliau juga cerita tentang peranan China ke depan juga pilpres di Amerika.
Setelah pak Ibrahim, pak Fasli melanjutkan ke narsum H.E. Wisber Loeis (Dubes RI dan Wakil Tetap Republik Indonesia Untuk Jepang 1995-1998 dan PBB 1988-1991),
Pak Wisber dalam usia 86 tahun masih tetap sehat dan energik, beliau mulai bertugas di Deplu sejak tahun 1959, tapi sebetulnya sejak tahun 1954 Dubes Wisber sudah berafiliasi dengan Deplu.
Beliau berkisah bagaimana diplomat Minang Tempo Doeloe sudah berjuang untuk kemerdekaan Bangsa Indonesia, Bung Hatta memimpin delegasi RI di Perundingan Meja Bundar, St Sjahrir memimpin delegasi ke Belanda, New Delhi tahun 1947 dan sidang keamanan PBB, sementara H. Agus Salim memimpin delegasi perundingan ke Negara Arab untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan.
Tak lupa pak Ibrahim menyebut pejuang pejuang dari Minangkabu, Mr. St. M. Rasjid, dr. Abu Hanifah, Dt. Pamuncak, dr. Jusuf Ismail, Leili Rasjad, Mr. Zairin Zen, Dt Palimo Kayo, Nazir, St. Usman Sjarif, juga dubes Letjen TNI Hasnan Habib, Letjen TNI Rais Abin dsbnya.
Bicara institusi yang mendidik menjadi diplomat, Akademi Luar Negeri mulai merecruit di tahun 1949, pak Wisber angkatan ke 6, ADLN 1946-1947. Dulu itu setiap ada recruitment di ADLN selalu ada putra Minang, dari 10 orang yang masuk ada dari Padang 2 orang dan dari Bukittinggi sebanyak 4 orang..
Kenapa orang Minang cocok jadi diplomat karena ini menyangkut diplomasi dan negosiasi, ini sudah local wisdomnya urang Minang. Sejak kecil kita sudah diajarkan dengan falsafah “maelo rambuik dalam tapuang, rambuik ndak putruih, tapuang ndak taserak”, “barundiang sasudah makan, dima tanah dipijak disitu langik dijunjuang”.
Selanjutnya pak Fasli mempersilahkan H.E. Komjen Pol (purn) Drs. H. Ahwil Loethan SH, MBA, MM (Dubes RI Untuk Meksiko Honduras, Panama & Costa Rica 2002-2006). Pak Ahwil mengapresiasi acara ini menjembatani keinginan anak muda untuk menjadi diplomat.
Apa skill yang dibutuhkan, menurut pak Ahwil adalah kompetensi, Pak Ahwil bernostalgia ketika beliau dulu ditunjuk jadi Dubes di Mexico, beliau hanya menguasai bahasa Inggris, sementara Amerika Tengah sampai Selatan mayoritas menggunakan bahasa Spanyol, selama 3 bulan pak Ahwil belajar keras mempelajari bahasa Spanyol, dan Alhamdulillah, beliau bisa menggunakan bahasa Spanyol dengan baik.
Beliau juga cerita ketika masih aktif di Kepolisian beberapa kali mengikuti pelatihan di luar negeri, di Amerika, Austrlia, Jepang dan Inggris.
Diplomat muda sekarang hebat hebat, lanjut pak Ahwil, apalagi kalau mengusai lebih dari satu bahasa. Ada 3 hal yang diperlukan sebagai diplomat, yaitu:
1. Kompetensi,
2. Momentum, ambil momen yang bisa diambil, jangan sampai hilang, dan
3. Bahasa.
Pak Ahwil telah menulis beberapa buah buku, buku ini bisa menjadi pegangan bagi diplomat muda.
Selanjutnya pak Fasli mempesilahkan H.E. Dr. Yusra Khan, SH (Duta Besar RI Untuk Meksiko, Honduras, Panama & Costa Rica 2014-2018), pak Fasli bertemu dengan Dubes Yusra waktu beliau jadi Dubes di PBB, New York.
Pak Yusra mengapresiasi dan berterimakasih kepada pak Fasli dan pak Burmalis atas terselanggaranya acara ini dan senang sekali bisa bertemu secara virtual dengan senior beliau pak Hasjim, pak Wesber, pak Ibrahim, pak Ahwil dll.
Pengalaman menjadi diplomat, ketika pak Yusra masih kuliah di FH Unand, pak Yusra sebetulnya belum ada niat ke diplomat, layaknya kuliah di Fakultas hukum tentu yang menjadi cita cita itu menjadi notaris, hakim, jaksa. Jadi beliau ambil jurusan perdata.
Skripsi yang disusun adalah penelitian kasus masalah timah di Afrika selatan, jadi ketika interview di Deplu, pewawancara menanyakan jurusan perdata kok masuk Deplu, tapi pak Yusra bisa meyakinkan dengan skripsinya yang butuh diplomasi. Congratulations, kata pewawancara.
Hal apa saja yang perlu sebagai diplomat, yaitu harus menguasai issue terkait internasional, hubungan bilateral dan multilateral. Penguasaan bahasa. Minang sudah punya cara sehari hari dalam berdiplomasi, misalnya acara batagak datuak, banyak sekali yang bisa diambil hikmahnya, misalnya menempatkan orang tua, para senior harus duduk dimana.
Kita orang Minang punya bakat dagang, cocok sekali sebagai diplomat dalam merealisasikan target pemerintah yaitu perdagangan internasioanl, investasi, dan parawisata. Tugas Diplomat sekarang juga membantu BUMN bisa menang tender barang dan jasa di negara lain, misalnya membuat asrama di Arab Saudi.
Presiden Soekarno pernah berkunjung ke Mexico tiga kali berturut, 1959-1960-1961, apa yang bisa kita dapatkan, Indonesia punya sekolah dan Mexico juga punya sekolah di Jakarta, klau nggak salah di Jl Hang Lekir (Red)
Kemlu sejak beberapa tahun ini juga mengadakan “Diplomatic Festival”, seperti baru baru ini diadakan di kota Padang.
Diplomat sekarang tidak harus menjadi Konjen, Dubes, tapi bisa mengisi posisi organisasi internasional, Demikian tutup pak Yusra Khan.
Selanjutnya pak Fasli mempersilahkan H.E. Prof. DR. Komjen Pol. Iza Fadri (Duta Besar RI untuk Myanmar) dari Yangoon, sejak 20 Februari 2018, “Pak Dubes Iza Fadri ini lengkap riwayat hidupnya, beliau polisi dengan pangkat Komjen, pernah jadi Rektor PTIK, Profesor, Doktor dan sekarang Dubes”. Kata pak Fasli.
Dubes Iza dengan berpakaian resmi jas dari ruang kerjanya di Yangoon menyampaikan merasa terhormat diundang menjadi narasumber oleh pak Fasli dan pak Burmalis, selanjunya beliau menceritakan bahwa beliau tamat Akpol tak pernah berhenti kuliah, dan pada beberapa kesempatan sering diskusi dengan diplomat di Kemlu dan bertugas ke luar negeri. Beliau juga banyak menimba ilmu yang lain seperti di Sespim Polri, Lemhannas.
Ini mungkin sejarahnya yang pertama ada Dubes dari Polri aktif, karena sebelum jadi Dubes pak Iza masih Polri aktif dengan masa dinas dua tahun lagi. Sebelumnya yang diangkat jadi Dubes setelah Polri menjadi purnawirawan. Waktu beliau dipanggil pimpinan Polri ditawarkan menjadi Dubes, beliau bilang “siap”, pada hal beliau ngak punya pengalaman di kedutaan, beruntung Dubes yang digantikan juga polisi, bapak Komjen (Purn) Ito Sumardi.
Sesampai di Myanmar Prof Iza mendapatkan bahwa Indonesia punya sekolah dan gedung dengan 400 murid, dibangun tahun 2006 tapi statusnya tidak jelas, kemudian ini yang pertama diurus, dan berhasil, kemudian Dubes Iza membangun labor dan perpustakaan sekolah.
Narasumber selanjutnya dipersilahkan pak Fasli adalah bapak Prof. Dr. Yuliandri, S.H., M.H. (Rektor UNAND) sejak 26 Juni 2019, beliau bicara langsung dari kota Padang, Sumatera Barat. Beliau menyampaikan salam hormat kepada senior dubes yang hadir hari ini dan apresiasi kepada pak Fasli dan pak Burmalis, selanjutnya beliau mempersentasikan dalam bentuk power point dengan judul “Peran PT (Unand) dalam mempersiapkan diplomat karir”.
Beliau memulai presentasinya dengan pengantar UU No. 39 tahun 2008 dan PP Menteri Luar Negeri No. 16 tahun 2019 tentang apa yang dimaksud dengan diplomat. Pengertian Diplomasi itu ada 6, kegiatan yang meliputi representating, negosiating, protecting, promoting, reporting, managing.
Selanjutnya pak Rektor menjelaskan overview Unand Padang, Unand diresmikan 3 September 1956 oleh Wakil Presiden Dr. M. Hatta di Bukittinggi dengan moto Unand tidak pernah berubah, yaitu “ Untuk kejayaan bangsa”, Sekarang Unand mempunyai 15 fakultas dengan 126 Prodi, tanggal 17 Agustus 2020 Unand dirangking 13 di Indonesia.
Untuk karir diplomatic, Unand mempunyai tantangan kedepan menyiapkan secara substansi bagi mahasiswa Unand yang sedang mengikuti perkuliahan. Pak Rektor dengan bangga memginfomasikan beberapa Alumni Unand yang terjun sebagai Diplomat dan menjadi Dubes yaitu Dubes Yusra Khan, Dubes Al Busyra, Dubes Ferry Adamhar, Konjen Fery Sulaiman, Dubes Deni Abdi, Konjen Fajar, Konjen Dicki Febrian dsbnya
Terkait dengan persiapan mempersiakan itu semua, langkah dan kebijakan yang diambil Unand,
1. Evaluasi rancangan kurikulum materi perkuliahan
2. Membuat MOU dengan Kemenlu, dan institusi dalam dan luar negeri
3. Mengadakan konsep “merdeka belajar” dan “kampus merdeka”.
Unand juga mengadakan kerjasama dengan kemenlu dan kedutaan di Myanmar, Vietnam, Jepang, Malaysia dan Belanda.
Selanjutnya pak Rektor menyampaikan harapan dan rekomendasi;
1. Memberikan pembekalan kepada mahasiswa Unand untuk lolos seleksi Kemlu
2. Optimalisasi peran dan kontribusi dari pusat kajian Samudera Hindia
3. Siap menginisiasi pusat kajian diplomat
4. Fokus kajian ke penelitian dan diplomat untuk membangkik batang tarandam
5. Diplomat turun gunung untuk memberikan pencerahan kepada mahasiswa.
Setelah pak Rektor, Pak Fasli mempersilahkan H.E. Drs. Mayerfas (Duta Besar RI Untuk Belanda) bicara langsung dari Den Haag sejak 14 September 2020. Dari ruang Dubes di Bulando pak Dubes memulai dengan berterima kasih dan salam kepada narasumber yang juga adalah senior beliau di Kemlu
Sedikit beliau bicara karir beliau, Pak Mayerfas pernah menjadi Irjen dan Sekjen Kemlu, dengan fasihnya beliau menyampaikan syarat syarat menjadi diplomat yaitu TOEFL minimal 550, berbadan sehat jasmani dan rohani. Pak Dubes juga menekankan pentingnya team work dalam bekerja sebagai diplomat.
Pembicara selanjutnya adalah H.E. Ferry Adamhar, SH., LLM, (Duta Besar RI untuk Yunani), dari Athena, sejak 18 Mei 2017, Dubes Ferry tampil dengan jas dan dasi dri ruang kerja beaiu di Athena. Beliau bercerita bahwa beliau ingin menjadi Diplomat sejak sekolah di SMP Lab School Jakarta, kemudian beliau kuliah di FH Unand, alhamdulillah kesampaian jadi Dubes, ini Dubes yang kedua bagi beliau, untuk momentum, harus jeli mengambil momen.
Beliau mengusulkan ke Rektor Unand untuk menamakan pusat kajian sesuai dengan nama Dubes, misalnya pusat kajian Prof Hasjim Djalal, ini sebagai penyemangat dalam penelitian
Pembicara selanjutnya adalah H.E. Albusyra Basnur, SH, LLM (Duta Besar RI Untuk Ethopia, Djibouti dan Uni Afrika) dari Addis Ababa, sejak 7 Januari 2019. Seperti biasa, tampil dengan kocak dan penuh semangat, Dubes Al Busyra tampil dari taman belakang kedutaan di Addis Ababa yang terlihat asri, dengan jas tanpa dasi beliau menyampaikan salam hormat kepada senior dan narasumber serta terima kasih kepada pak Fasli dan pak Burmalis yang sudah mengundang beliau.
Bagi beliau pak Hasjim bukan hanya senior, tapi juga orang tua sekali gus sahabat, Dubes Al Busyra berkisah awal mulai menjadi diplomat. dulu waktu kuliah di FH Unand pak Al juga seorang wartawan dan penulis yang produktif, tulisan banyak menghiasi Koran lokal dan nasional. Pak Al juga aktivis pemuda sebagai anggota KNPI Sumbar.
Selesai pertukaran pemuda Indonesia Kanada, beliau ditawarkan menjadi Dosen di FH Uannd, pak Al senang sekali karena cit cita ingin menjadi dosen di Unand dan anggota DPRD Sumbar, pucuk dicinta ulam tiba, karena beliau ingin sekali menjadi dosen di almamaternya.
Kemudian pak Al dapat tawaran kerja di Deplu, ketika ditanyakan ke pimpinan Unand, langsung saja ambil, kata beliau. Akhirnya pak Al menjadi diplomat sebagai PNS di Deplu dan penugasan di Manila, Roma, Konjen Houston, dan ini dubes pertama dalam karirnya.
Pak Al menceritakan tentang Ethiophia, dan Afrika, Afrika sebuah benua besar dengan 55 negara, mereka bergabung pada satu organisasi African Union dan berkedudukan di Addis Ababa.
Hubungan dengan Indonesia sudah lama terjalin, tahun 1955 Ethiophia ikut KAA, 18-24 April 1955 di Bandung, padahal hubungan diplomatik Indonesia dengan Ethiophia baru mulai tahun 1961, tahun 1955 semangat kemitraan Indonesia Ethiophia belum maksimal, tahun 2015 Menlu Retno mengadakan kunjungan ke Ethiophia, ini merupakan kunjungan Menlu pertama Indonesia ke Ethiophia sejak hubungan bilateral dijalin tahun 1961, ini bagian dari enggament, tanggungjawab diplomatik
Ethiopia berpenduduk sebanyak 112 juta jiwa dan ini merupakan prospek kerjasama ekonomi Indonesia dengan Ethiopia. Banyak yang bisa ditangkap dari hubungan dua Negara ini. Tugas Dubes sekarang 80% adalah kegiatan diplomatik dengan fokus bidang ekonomi
Selanjutnya pak Fasli mempersilahkan H.E. Denny Abdi, SE. M.Si. (Duta Besar RI untuk Vietnam) dari Hanoi, Dubes sejak 14 September 2020, Dubes termuda ini lulusan Fakultas Ekonomi bicara, pertama apresiasi dan terima kasih kepada duet pak Fasli dan pak Burma serta salam kepada semua narasumber.
Terkait dengan judul webinar sore ini, beliau berkomentar waktu dulu peran diplomat sangat strategis, karatersitik dulu itu adalah diplomasi Indonesia untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan kemerdekaan dari negara lain, prestasi Indonesia menjadi leadership menjadi pemimpin Negara berkembang, itu dibuktikan dengan suksesnya KAA 1955 dan Konfrensi non blok. Indonesia berperan dalam kawasan Asean dimana kawasan Asean menjadi kawasan kerjasama, Asean menjadi mitra bagi negara besar lainnya.
Diplomat sekarang isuenya bergeser, bukan hanya perang tapi issue ekonomi, investasi, lingkungan, sosial di kawasan kerja diplomat. Diplomasi bukan lagi hanya domain diplomat, anak anak muda juga bisa ambil peran berdiplomasi seperti dalam G-20 anak muda punya forum tersendiri. Diplomasi masa depan, dan tantangannya, di UN/ PBB ada forum milenial development goal, sustainable goal.
Penduduk bumi akan mencapai 9 milyar orang, sekitar 800 juta akan kesulitan air bersih, suplai makanan akan terbatas, solusinyaadalah penguasaan tekhnologi, meningkatkan produktifitas, mitra kerja. Diplomat, pejabat politik ilmuwan mau ndak mau harus menguasai tekhnologi.
Isue akan bergeser ke kesejahteraan manusia, lingkungan, seperti contoh dengan pndemi Covid-19, kita butuh APD seperti masker dll, kita mendorong pabrik tekstil untuk membuat masker dan APD, sekarang kita sudah bisa mengekspor masker dan APD.
Kesimpulan dari pak Denny, Orang Minang sudah memiliki DNA sebagai diplomat, misalnya ada pesan bersayap, diajarkan oleh orang tua bicara dengan orang tua, sesama besar atau yang lebih muda, ada kato malereang, semua itu modal untuk berdiplomasi.
Diplomasi juga perlu tatakrama, anak muda harus beterus terang, jujur, kompromi. Diplomasi merambah semua sektor, Jurusan HI di Unand yang sudah establish harus diperkuat, mulailah dari bangku kuliah, jangan tunggu tamat baru belajar lagi, gunakan, manfaatkan networking, akses ke internasional, beliau siap mendorong berkontribusi untuk anak muda Minangkabau.
Selanjutnya pak Fasli Jalal mempersialahkan Direktur eksekutif MDN-G, bapak Burmalis Ilyas untuk memberikan closing komitmennya. Pak Burmalis mengucapkan terima kasih kepda semua Dubes dan pak Rektor yang sudah berkenan meluangkan kesibukan dan waktunya untuk berpartisipsi dengan webinar ini, dara penyampaian tadi mungkin kita perlu mengadakan semacam penelitian kwalitatif dn Kwantitatif bagaimana diplomat masa lalu sekarang dan yang akan datang, kita senang sekali semua bapak Dubes sudah memberikan inspirasi bagi anak muda Minang, harapan saya ada lembaga khusus untuk mencetak diplomat , semacam Sekolah Tinggi Ilmu Diplomat, ide ide yang luar biasa akan kita follow up dengan Diaspora Minang dengan langkah langkah yang spesifik.
Selanjutnya prof Fasli mempersilahkan Prof Reni Mayerni untuk memberikan masukan beliau, Prof Reni wanita pertama yang menjadi Deputi di Lemhannas.
Prof Reni yang juga Sekjen Ikatan Alumni Unand mengapresiasi acara ini, dan beliau mengikuti dari awal, malah sudah hadir sebelum acara dimulai. Ini kesempatan baik bisa bertemu dan berdialog dengan para Dubes, kesempatan seperti ini jangan disia-siakan, ini kesempatan yang luar biasa dan langka, bagaimana alumni Unand berkontribusi dan mengisi celah kepentingan Negara dengan baik.
Ada beberpa pertanyaan bagi Prof Reni, yaitu bagaimana mempertajam politik luar negeri terhadap peran perempuan, apa kendala kalau perempuan menjadi diplomat, karena sangat jarang alumni Unand yang terjun jadi Diplomat.
“Tadi ada 3 hal yang disampaikan pak Ahwil untuk menjadi Diplomat, yaitu kompetensi, momentum, dan momen ini harus ditangkap dengan baik dan terakhir bahasa, anak muda Minang tidak saja menguasai satu bahasa Inggris juga ada nilai plusnya kalau menguasai lebih dari satu bahasa asing”, tutup ibu Prof Reni.
Selanjutnya kesempatan diberikan kepada Konjen Fachry Sulaiman, Konjen Fachri bernostalgia bahwa dia memulai karir 28 tahun silam dari seorang sekretaris pribadi pak Hasjim Djalal di Deplu, dulu masih bernama Deplu.
Terkait dengan diplomat, kemampuan diplomasi tidak saja bahasa juga ada penguasaan issue internasional, beliau mengusulkan ke Rektor Unand ada semacam kajian internasional, juga perlu penguasaan IT, ini satu kebutuhan.
Selanjutnya pak Fasli mempersilahkan Konjen Johan di Vietnam, beliau mulai bertugas 2 Maret 2018, sebelumnya beliau ditempatkan di London, Turki, beliau melihat bagaimana orang minang bisa menjadi diplomat yang unggul dalam berunding dan penugasan.
Closing Statement
Pak Fasli mempersilahkan narasumber untuk memberikan closing statement beliau:
Pak Hasjim ingin dan bercita cita menjadi diplomat sejak kelas 2 di SR atau SD sekarang, kemudian setelah tamat SMA beliau lanjutkan ke ADLN, setelah itu beliau berburu beasiswa untuk kuliah di Amerika.
Waktu beliau pulang, kalau orang dari Amerika ke Jakarta naik pesawat, pak Hasjim malah naik kapal laut berminggu minggu di tengah laut serta sempat bersandar di beberapa kota pelabuhan, di laut beliau mempelajari tentang laut, apa yang terkandung dibawah laut.
Beliau menceritakan bagimana beliau berunding dengan Negara lain tentang kawasan 200 Mil di laut juga issue lainnya, bagaimana bernegosiasi saling mendukung dengan negara lain, ini yang dinamakan lamak di awak lamak di urang.
Sebagai negara kepulauan kita juga harus memahami persoalan yang dihadapi, juga kepentingan orang lain, inil h yang dinamakan bagaimana kita bisa berlayar di antar dua karang.
“Dalam diplomasi Minang, dalam memajukan pendapat dan keinginan kita, harus juga memahami pandangan dan kepentingan orang lain sehingga pandangan kita itu tidak menentang atau merugikan pandangan dan kepentingan orang lain, yang dalam bahasa Minang disebut dalam istilah ‘makan basamo’, ‘makan bajamba’ dan ‘lamak di awak – lamak di urang’. Diplomasi Minang juga selalu menekankan memperbanyak teman dan mengurangi musuh, demi untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai tanpa menimbulkan musuh” tutup pak Hasjim.
Selajutnya pak Wisber dalam closing statementnya bagaimana peran diplomasi kebudayaan, ada kegiatan kebudayaan sebagai alat untuk diplomasi. Diplomasi bisa dilakukan oleh berbagai pihak termasuk adanya pergelaran kebudayaan di negara lain.
Dubes Ibrahim Jusuf dalam closing statementnya, beliau melihat Unand sebagai PT yang mencetak banyak diplomat, kita tahu infrastruktur sudah punya, perjuangan mental harus kuat. Waktu pak Ibrahim menjadi kepala Litbang Deplu, banyak mahasiswa dari PT di Jawa yang magang, mereka mengadakan penelitian di perpustakaan Ali Alatas, malah mereka juga belajar bahasa lain selain bahasa Inggris.
Dubes Iza Fadri, diplomat muda harus meningkatkan kompetensi seluas mungkin, kemampuan bahasa dan langkah manajerial kontruksi politik satu negara
Prof Yuliandri sebagai rektor Unand dan juga Dekan FH Unand beliau senang sekali dengan acara hari ini, perlu kiat merancang minat mahasiswa dan berkolaborasi dengan PT lain.
Unand akan meningkatkan langkah kerjasama dengan stakehorder, seperti yang sedang berlangsung sekarang kerjasama Unand dengan Keduataan Belanda, insya Allah 10 tahun ke depan akan muncul diplomat hebat dari kalangan perempuan.
Dubes Ferry Adamhar, sekali lagi sangat mengapresiasi acara yang digagas pak Fasli dan pak Burmalis ini, dan bagaimana kita mensikapi hasil hasil webinar hari ini ke depan dengan serius.
Dubes Denny, pertama beliau menyampaikan acara ini luar biasa, banyak ilmu yang didapat dan teruslah belajar bagi generasi muda Minang dan usul ada institusi pendidikan yang sustainability dengan konsep model yang sustainable.
Sebagai penutup pak Fasli mengusulkan bagaimana kalau di Bukittinggi diadakan semacam kegiatan pelatihan selama 1 tahun yang khusus program keilmuawan, soft skill, kompetensi dan membangun main-side, ini untuk mensikapi dan siap menyongsong masa depan untuk mengisi pembangunan Indonesia.
Bertindak sebagai host webinar hari ini adalah Yuli Ani, diikuti oleh 183 participants.
Sekian dan Terima kasih
Jakarta, 7 November 2020
Disalin dari: WAG Milenial Minang Dunia