Sumber Gambar: https://blog.imanbrotoseno.com |
Oleh. Muhammad Dafiq Saib
Jalan Lambau di Bukit Tinggi
Disalin dari: http://prri.nagari.or.id/bapakku.php
Ke kiri sebelum simpang Mandiangin
SR 11 dan 12 di ujung sekali[1]
Ditempuh oto, bendi dan kereta angin[2]
Di sebuah rumah sederhana
Di seberang sekolah pertanian
Di sana kediaman keluarga ayahanda
Bersama istri, anak dan kemenakan
Damai sentosa saja awalnya
Lingkungan nyaman tak terpemanai
Aku dibonceng dengan sepeda
Ke taman kanak-kanak di Atas Ngarai
Ketika umurku enam tahun
Ke SR 11 aku dimasukkan
Agustus lima tujuh bilangan tahun
Pergi sekolah berjalan sendirian
Ada yang berubah di lingkungan kami
Tiba-tiba menjadi lebih ramai
Banyak orang muda-muda datang kemari
Tidak ada mereka yang santai
Di penghujung tahun lima tujuh
Di jalan Lambau di Bukit Tinggi
Di bangunan sekolah berdinding buluh
Yang kini telah berubah fungsi
Tadinya sekolah pertanian
Sekarang berubah jadi asrama
Dahulunya balai penelitian
Kini kediaman banyak tentara
Berpuluh banyaknya anak muda
Bertubuh kekar penuh semangat
Berseragam hijau bertopi waja
Berlatih keras bermandi keringat
Latihan bertempur dengan senjata
Beradu sangkur bergerak cepat
Kami menonton dengan seksama
Abang-abang itu berlatih dengan giat
Sang waktu berjalan jua
Memasuki lima puluh delapan
Kami semakin terbiasa
Melihat tentara dalam latihan
Ayah bercerita tentang perang
Itu sebabnya banyak tentara
Bagiku tidaklah terlalu terang
Perang itu apa maksudnya
Suatu hari di sebelah pagi
Aku baru pulang sekolah
Sedang bermain berlari-lari
Tiba-tiba terdengar suara memecah
Berpuluh kapal terbang datang menderu
Entah dari mana saja datangnya
Aku melihat mata terpaku
Pemandangan yang sangat mempesona
Tidak berapa lama kemudian
Terdengar bunyi berdentam-dentam
Pesawat ternyata melepas tembakan
Suara mesinnya berderam-deram
Aku memandang dengan terpukau
Mata kecilku sungguh terperangah
Tidak ku dengar nenek menghimbau
Menyuruhku masuk ke dalam rumah
Yang aku ingat di malamnya
Radio Ralin tak lagi berbunyi
Tak seperti hari sebelumnya
Tak terdengar lagi suara nyanyi
Beberapa sore sesudah itu
Di jalan Lambau terlihat sibuk
Banyak otobus tegak menunggu
Tentara naik terbungkuk-bungkuk
Bus Himsar dan GON berbaris panjang
Menuju ke timur mereka mengarah
Asrama pertanian berubah lengang
Jalan Lambau pun terasa berubah
Tak lama pula kemudian
Sebuah Landrover dibawa singgah
Ayah membawa kami sekalian
Ke kampung Koto Tuo kami berhijrah
Otak kecilku mencatat rapi
Setiap peristiwa dan kejadian
Di kampung kami tidaklah sepi
Banyak teman sepermainan
Mulai ku mengerti tentang perang
Sekarang ayah jarang di rumah
Beliau lebih banyak berada di Kamang
Di sana beliau bersama anak buah
Ayah pulang setiap Kamis
Kepadaku beliau selalu berpesan
Carikan telor ayam dan kelikis[3]
Daun bunga putih tolong remaskan
Hari Kamis bulan Zulhijjah
Sehari sebelum riraya haji
Aku menanti dengan gelisah
Tak kunjung datang yang kami nanti
Esok harinya datang berita
Mengharu-birukan segenap famili
Ayahku sayang sudah tiada
Kemarin Kamis beliau pergi
Hari Kamis itu hari mengirik
Bersama pasukan di sawah dunsanak
Seselesai kerja rencana balik
Ke Koto Tuo melihat anak
Terdengar derum oto di kejauhan
Pertanda tentara pusat sedang mendekat
Semua anak buah beliau ingatkan
Agar menghindar ke lain tempat
Soalnya bukan apa-apa
Senjata mereka tinggal di rumah
Lebih baik menghindar saja
Pergi menjauh dari sawah
Sedangkan diri beliau seorang
Duduk bersunyi di dalam pondok
Tak lama kemudian datang menghadang
Tentara pusat dalam kelompok
Seorang anak buah mengintai jauh
Menyimak apa yang kejadian
Sampai gemetar sebatang tubuh
Hendak menolong tiada kekuatan
Anak buah itu yang bercerita
Ayahku berkelahi dengan berani
Dua tiga tentara dilawannya
Sebelum senjata mereka sempat berbunyi
Secara ringkas itulah takdir
Di sana rupanya akhir hayatnya
Pergulatan ayah jadi berakhir
Dua peluru menembus tubuhnya
Beliau dimakamkan malam itu juga
Menangis haru sanak kemenakan
Beliau syahid orang kampung kira
Dishalatkan lalu langsung dimakamkan
Tinggallah kami bersama ibu
Ketika perang terus berlangsung
Banyak korban di masa itu
Sebagian besar anak muda kampung
Lebih setengah abad yang lalu
Masih saja segar dalam ingatan
Aku masih sangat kecil waktu itu
Pengalaman masa perang tak terlupakan
7 Maret 2013
___________________________
Disalin dari: http://prri.nagari.or.id/bapakku.php
__________________________
Catatan kaki oleh: Agam van Minangkabau
[1] Sekolah Rakyat (SR)
[2] Oto = mobil, kereta angin = sepeda
[3] pepaya