Gambar Ilustrasi: kompas |
Bacalah sampai selesai..
FB Zuljaykar - Bagaimanapun seseorang menyimpan sebuah sejarah, rapi dan bersahaja, tetap saja pada suatu waktu sejarah yang buruk dan busuk akan tercium. Dia tak akan bertahan lebih lama dari waktu. Sampai pada sa'atnya, apa yang disembunyikan dengan baik dan begitu rapat, akan terkuak juga.
Setiap orang, pasti punya rahasia hidup. Lembaga, pemerintahan, semuanya punya rahasia sendiri yang menjadi luka lama dan kenangan yang tak bisa dibuang begitu saja. Sama seperti sejarah di bawah ini, bagaimana Acèh dari abad ke abad terus diperangi oleh bangsa-bangsa lain yang haus dengan kekuasaan.
Saat Tentara Jawa, Legiun Mangkunegara Solo Menyerang Aceh
Tentu saja tidak semua orang tahu, bahkan ingat bahawa pada tahun 1873, Belanda kewalahan menghadapi pasukan Acèh. Oleh karena itu, Belanda akhirnya meminta bantuan kepada beberapa penguasa Nusantara untuk mengirimkan pasukan ke medan tempur Acèh. Salah satu bantuan tersebut datang dari Kadipaten Mengkunegara. Sa'at itu, Kadipaten Mangkunegara adalah salah satu daerah yang kabarnya punya pasukan elit, yang dikenal sebagai Legiun Mangkunegara. Bahkan, pasukan itu dielu-elukan saat itu karena dianggap juga sebagai pasukan paling modern di Nusantara.
Pengiriman pasukan Legiun Mengkunegara itu, dimuat dalam sebuah majalah Kejawen pada 1 Februari 1933, pada halaman 138-139. Di sana juga diberitakan, setelah berita itu tersebar di kalangan prajurit dan masyarakat, ada sebagian prajurit yang melarikan diri bersama keluarganya. Sebab mereka tahu betapa ganasnya medan perang Acèh, bahkan Belanda harus meminta bantu dari Kadipaten Mangkunegara.
Adapun sebagian lainnya menerima keputusan petinggi Mangkunegaran untuk dikirim ke Acèh. Keputusan itu, akhirnya memilih 200 orang prajurit infanteri. Menurut berita dalam Majalah Kejawen itu, 200-san pasukan infanteri tersebut sebelum ke Acèh lebih dulu prajurit itu dikumpulan di alun-alun Mangkunegara. Di sana, para pasukan ini dibekali berbagai pengetahuan terkait Acèh. Mereka dipimpin oleh seorang Senopati berpangkat pangkat Kapten, yakni Kanjeng Pengeran Harya Gandasiswara, yang tak lain adalah putra Mangkunegara IV.
Di sana, penguasa Mengkunegara IV sempat memberikan petuah bagi para prajurit yang akan diberangkan. Bahkan, agar prajurit itu selamat di medan tempur Acèh yang kabarnya brutal dan mengerikan, maka para prajurit Leguin ini kabarnya diberikan ajimumpung berupa bendera bertuliskan Kyai Slamet yang dililitkan di kepala setiap prajurit.
Usai pembekalan itu, prajurit berjumlah 200 orang tersebut akhirnya diberangkatkan. Mereka diantar oleh sanak keluarganya ke stasiun Balapan. Sebelum ke Acèh, mereka terlebih dulu ke Jakarta. Turut hadir dalam pengantaran tersebut para petinggi militer Belanda, juga penguasa Mangkunegara IV.
Ditinggal berjuang oleh suami, setiap keluarga Legiun Mangkunegara yang bertugas membasmi rakyat Acèh, mendapatkan uang bulanan, yang diberikan secukupknya sesuai dengan pangkat prajurit tersebut.
Perang Acèh itu memang pedih jendral. Bahkan pihak Belanda babak belur merasakan kerugian baik materi dan immateri. Mereka harus sekuat tenaga menakhlukan Acèh hingga 31 tahun lamanya (1873-1904). Sampai tahun ini, Belanda belum juga mampu menguasai Acèh.
Perlawanan rakyat Acèh masih terjadi secara sporadis hingga 1942, yang membuat Belanda pusing tujuh keliling. Hingga akhirnya Jepang masuk, Belanda tetap saja tidak dapat menguasai Acèh.
Dirangkum dari berbagai sumber.
==================
Baca Juga: Tenara Jawa Dalam Perang Aceh