Ilustrasi Gambar: 123dok |
Assalamu'alaikum Wr. Wb
FB Irwan Effendi - Kriteria memilih pemimpin di Minangkabau, ada empat kriterianya. Ditamsilkan (diumpamakan) ke ayam dewasa yang bertanda dan berpembawaan punya karakter kharismatik. Yang pertama merah ranggahnya, kedua berkilat bulunya, keempat nyaring kukuknya, keempat di lesung tempat dia bermain.
Sedangkan yang panjang susuah tidak masuk pada penilaian, sebab hakikat susuah dan taji adalah simbol kekerasan, lebih mengutamakan hati dan otak bukan hanya oto dan tulang empat bagian.
1. Kalau Ayam Barangah Merah
Tandanya tidak berpenyakit, kalaulah hitam ranggahnya ialah ayam gila yang berkokok-kokok sendiri. Kotorannya serupa kapur, hinggap bagarau, mata layu, bulu meramang, ekor terkulai, paruh ke tanah, cempedak muda kawannya. Maksudnya orang yang sehat zahir dan bathin, langkahnya anggun geraknya lepas, otak jernih dan jiwanya bersih, demikian maka akan selesai kepemimpinannya. Demikian pula cara berfikirnya, kinerja kebijakan, dan kepekaan (raso/sensitifitas), semuanya sehat terkondisi. Kuning bukan karena kunyit, enak bukan karena santan, tidak culas bebas KKN, orangnya bersih luar dalam, lahirnya gagah di bathin bersih.
2. Yang Berkilat Bulunya
Yaitu gagah, nicis, percaya diri, jantan (gentleman) bernyali besar kalau loyo kuyu meramuk kalau makan tidak beretika, dimana wibawa akan tumbuh kalau demikian. Gaya bukan karena pakaian mahal, gagah bukan karena banyak baju. Tapi nilainya di penampilan, sumbernya di dalam jiwa yang membayang ke penampilan, di tingkah laku tampak cahayanya. Maka yang disebut bulu berkilat bukanlah hanya licin berkilau tapi bersinar panji-panjinya. Pantulan nur (cahaya) yang di dalam (bathin) tidak punya beban, demikianlah istilah populernya.
3. Nyaring Kukuknya
Lantang kalau berbicara, bersih tutur katanya, jelas irama dan vokal serta berseni nada suaranya. Apa yang dikatakannya bermakna ibarat padi sehat setangkai, sarimah haram baginya untuk menampung padi hampa tertunggang, orang banyak makanan dipiliah. Tapi walaupun demikian, yang didengar bukan nyanyian, orang memandang yang bernyanyi. Setiap yang keluar dari hati, hati pula yang menerima. Keluarnya meluncur dari mulut sekadar melayang di telinga, nilai rangkaian kata-katanya bukan karena manis, manis bertutur, bukan karena sorak-sorai dari orang-orang melainkan karena buah dari isi perkataannya.
Kebenaran yang tertahan berbanding lurus, yang makanan dilihat dari bukti yang bisa dikerjakannya. Itulah beda antara berbicara dengan petuah antara pidato dengan ceramah antara kampanye dengan pengajian. Maka dari itu yang dimaksudkan dengan kukuk yang nyaring tidak lain tidak bukan ialah kata yang mengandung kebenaran yang disampaikan dengan mulut manis. Nikmat di dengar telinga, sejuk terjun ke hati, terpaku bathin menerima.Komunikatif, bahikmah cara lamanya.
4. Di Lesung Tempat Bermainnya
Kalau bermain di tepi banda (saluran irigasi sawah), raok di hiliar terbang ke mudik, setiap hinggap dipagar seketika berkukuk. Lesung tinggal, musang mengintai, ternak gaduh bercicit-an, pemimpin jahanam diberi nama, sudah salah memilih jodoh. Padahal dahulunya, saat amanah diterima, dijawab dengan mengucap sumpah serta demi Allah, dijunjung Kitab Qur'an, apabila dikenang niatnya, ikrar sumpah yang dibacakan, bisa yang bukan alang kepalang, Hanya Allahlah yang tahu.
Raja Benar Raja Disembah, Raja Salah, Allah yang akan menghukum.
[Raja Adil Raja Disembah - Raja Lalim Raja Disanggah]
========================
KIRIMAN ASLI: