*Satu Bangsa Dua Kutub*
Dalam sejarah nusantara Jawa dan Sumatera berperan paling signifikan dalam menentukan identitas sebagai satu bangsa. Pada abad pertama masehi, Marinus of Tyre menyebut tiga nama wilayah yang cukup berkembang di "Hindia Belakang" yakni. Semenanjung Emas, Zabaq, dan Teluk Besar. Kemudian diidentifikasi dengan: Semenanjung emas adalah Kantoli; Teluk besar (Siam) adalah Funnan dan Zabaq adalah Kalingga (Jawa).
Selalu ada dua kutub yang saling melengkapi dengan identitas otonom satu dengan yang lain tetap terjaga. Walau dapat dikelompolokkan kedalam rumpun yang sama, secara umum jika dilihat dari aspek bahasa dan budaya memang terdapat perbedaan. Interkasi diantara keduanya saling memperngaruhi bahkan dalam periode tertentu terjadi peperangan yang sensit. Walau demikian, diantara keduanya saling menghormati dan tidak ikut campur dalam urusan rumah tangganya sendiri.
Pengecualian dalam periode yang singkat dimana diplomasi dalam ikatan perkawinan yang menyatukan keduanya :
Pertama terjadi di era Sriwijaya dengan Medang selama kurang lebih 90 tahun (770-860). Terjadi sebuah perkawinan politik antara Wangsa Sailendra (Sriwijaya) dengan Wangsa Sanjaya (Medhang) sebagaimana diterangkan dalam prasasti Kalasan (778). Dimana kemudian diketahui bahwa Maharaja Indra berkuasa tidak hanya di Sriwijaya sebagaimana diterangkan pada Prasasti Ligor (775) tapi juga di Jawa (Medhang), sebagaimana tertulis pada prasasti Kelurak (782). Walau demikian dalam Prasasti Mantyasih (907) disebutkan nama Rakai Panunggalan (Dharmasetu) memerintah sebagai raja Medang ke-3 kemungkin memerintah bersama dengan Maharaja Indra. Penyatuan ini berakhir dengan perang sauadara ketika terjadi perbedaan pendapat soal pewaris tahta Samaratungga, sebagaimana tertulis dalam prasasti Nalanda (860) di Bihar India
Kedua selama 90 tahun pada era Singhasari akhir-Majapahit awal dengan Dharmasraya (Melayupura) (1286-1377) sebagaimana keterangan dalam prasasti Padang Roco (1286) terjadi sebuah perjanjan perkawinan politik ditandai dengan pengiriman Arca Amoghapasa sebagai hadiah pernikahan. Bersamaan dengan pengiriman Ekspedisi Pamalayu II (1286-1295), yakni operasi gabungan armada dari kedua negara dalam menghadapi Cina dibawah dinasti Yuan (mongol). Walau demikian dalam prasasti Akarendra (~1316) disebutkan Akarendawaeman (Adwayawarman?) sebagai Maharaja yang tetap memeritah Melayupura. Sangat disayangkan harus berakhir dengan perang saudara (Ekspedisi Pamalayu II 1377-1409) karena adanya perbedaan pendapat tentang kedudukan negri Melayupura (Dharmasraya) terhadap Jawa (Majapahit) sepeninggal Adityawarman.
Diperkiraka se-awal era sejarah ditandai dengan permulaan penangglan Saka. Sumbu kekuasannya berpindah-pindah pada setiap era-nya. Secara urutan kronologis semenjak awal era sejarah (saka) hingga era kedatangan para penjajah Eropa kira kira sebagai berikut :
Jawa :
Kalingga-Medhang- Kahuripan-Singhasari-Majapahit-Demak-- dan terakhir Mataram Islam, terpecah jadi 4 negeri dan berada sepenuhnya dibawah naungan kolonial Belanda
Melayu :
Funan-Kantoli Sriwijaya-Dharmasraya- Melaka - Aceh - dan terakhir Johor-Riau, kemudian terpecah jadi belasan negeri, sebagian dibawah naungan kolonial Belanda sebagian lagi berada di bawah naungan kolonial Inggris
Selain itu di Jawa Barat Kerajaan Galuh-Pakuan (Pajajaran) tumbuh secara mandiri. Berdasarkan Prasasti Kebon Kopi II menyebutkan chandrasengkala 458 Saka yang kemudian ditafsirkan secara terbalik, yakni bermakna 854 Saka (932 M). Sejarawan memperkirakan prasasti Kebonkopi II ini mengacu ke pendirian kerajaan Sunda (Galuh-Pakuan). Dalam kurun waktu yg cukup panjang yakni selama kurang lebih 650 tahun antara 932-1579, Kerajaan Sunda ini berada di tengah-tengah dan menjadi kekuatan penyeimbang diantara keduanya.
Di awal abad ke 16, Setelah kejatuhan Melaka (1511) dan kegagalan Demak untuk merebut kota itu dari tangan Portugis (1521) Jawa dan Melayu tidak lagi jadi kekuatan yang paling dominan. Bersamaan dengan itu muncul beberapa kekuatan baru seperti ; Kerajaan Brunei-Banjar di Borneo; Kerajaan Gowa-Tallo di Sulawesi dan Kerajaan Ternate-Tidore di Kepulauan Maluku.
Demikian kurang lebihnya saya mohon maaf
Disalin dari kiriman FB: Riff ben Dahl
Foto: the-globalreview