Sertifikat Tanah Pasar Atas Dipersoalkan Niniak Mamak
Dokumen tersebut diterbitkan Gubernur Sumatra Tengah Roeslan Moeldjohardjo berdasar tuntutan dan kebulatan Kerapatan Negeri Biaro, Agam terkait peristiwa tahun 1937 yakni peninjauan kembali perjanjian pengelolaan Pasar Serikat yang diberikan Syarikat Haq/Komite Pasar kepada Gemeente Fort de Kock atau pemerintah Fort de Kock (Belanda).[1]
bakaba.co | Agam | Tanah Pasar Serikat Agam Tuo Eks. Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi milik 40 Nagari Agam Tuo seluas 18.740 m2 yang
disertifikatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bukittinggi berupa
Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 21 tahun 2018 untuk Pemko Bukittinggi,
tidak akan didiamkan begitu saja.
Tanah Pasar Atas itu bukan milik Pemerintah Kota Bukittinggi. Juga bukan tanah negara. “Kalau tidak memahami sejarah dengan baik, janganlah Pemko mengambil bukan haknya. Bagaimana bisa tanah Pasar Serikat Agam Tuo disertifikatkan. Ada apa? Pemko Bukittinggi mesti mengkaji dan belajar lagi sejarah. Bukankah ‘Bukittinggi Koto Urang Agam’. Dan Walikota Bukittinggi nampaknya juga tidak memahami sejarah dengan baik dan benar.”
Hal itu disampaikan H. Asbir Dt. Rajo Mangkuto, 85 tahun, niniak mamak pemangku adat Nagari Simarasok, Agam yang diwawancarai bakaba.co terkait telah disertifikatkannya secara sepihak tanah Pasar Serikat Agam Tuo eks. Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi.
Ketua Kerapatan Niniak Mamak
Minangkabau, Luhak Agam, Mishar Dt. Mangkuto Sapuluah mengatakan,
disertifikatkannya tanah Pasar Serikat Agam Tuo tersebut tidak bisa
didiamkan. “Niniak Mamak nagari-nagari di Agam Tuo sangat
mempertanyakan, bagaimana bisa tanah Pasar Serikat tiba-tiba-tiba jadi
tanah negara. Lalu disertifikatkan secara diam-diam,” kata Dt. Mangkuto
Sapuluah.
Datuak Mangkuto Sapuluah mengatakan, masalah disertifikatkannya tanah Pasar Serikat Agam Tuo sudah dibicarakan dengan niniak mamak nagari-nagari di Agam Tuo. “Kita harus menghargai apa yang sudah susah payah dirintis oleh Niniak Mamak dari nagari-nagari terdahulu. Membuat Pasar Serikat tingkat Luhak, itu bukan pekerjaan ringan dan waktunya tidak singkat. Marwah niniak-mamak tidak mungkin tidak ditegakkan,” kata Dt. Mangkuto Sapuluah.
Siapa tidak Puas
Terbitnya sertifikat tanah Pasar Atas
nomor 21 tahun 2018, bulan Februari. Pasar Atas terbakar 30 Oktober
2017. Sejarah kepemilikan Pasar Serikat Agam Tuo tidak diperhitungkan
Pemko Bukittinggi.
Walikota Bukittinggi saat diwawancarai bakaba.co,
Jumat, 5/12, setelah mendampingi Mantan Wapres RI Jusuf Kalla di Pasar
Atas mengatakan, siapa bilang Pasar Atas itu Pasar Serikat Agam Tuo. Apa
dasar hukumnya. Pemko bicara aturan, bukan bicara asumsi. Pemko sudah
ada dasar aturanya Perwako tahun 1973.
“Kalau ada pun Pasar Serikat, bisa jadi bangunannya, bukan tanahnya. Kalau ada yang tidak puas, silahkan gugat ke jalur hukum,” kata Walikota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias.
Upaya Hukum
Upaya untuk mengembalikan tanah Pasar
Serikat Agam Tuo sesuai hak kolektif 40 nagari di Agam Tuo, ada beberapa
langkah yang akan ditempuh. Inyiak Dt. Mangkuto Sapuluah mengatakan,
indikasi perbuatan melawan hukum terkait disertifikatkannya tanah Pasar
Serikat, bisa lewat jalur hukum pidana, juga hukum perdata.
“Adanya indikasi pelanggaran
administrasi negara, kita bisa tempuh jalur pengadilan tata usaha
negara. Masyarakat melawan oknum pemerintah yang sewenang-wenang itu,
perlu cara dan langkah yang tidak biasa,” kata Dt. Mangkuto Sapuluah.
Anggota DPRD Agam, Zulhefi
dari Fraksi Gerindra mengatakan, seharusnya Walikota Bukittinggi Ramlan
Nurmatias memahami sejarah dari Pasar Serikat. Terbentuknya Pasar yang
ada di wilayah Bukittinggi tersebut merupakan kesepakatan dari 40
Nagari. Hasil dari Pasar Serikat tersebut dinikmati oleh 40 Nagari dalam
bentuk membangun insfratruktur di kala itu.
“Walikota Bukittinggi Ramlan
Nurmatias seakan tidak memahami fakta sejarah. Tanpa ada peranan
masyarakat Agam Tuo di saat itu tentu Pasar tidak akan ada. Jadi, jangan
menghilangkan sejarah. Kota Bukittinggi tanpa Kabupaten Agam tidak ada
apa-apanya,” ujar Zulhefi yang dimintai bakaba.co pendapatnya.
Cara Simpel
Bagaimana cara Pemerintah Bukittinggi
mendapatkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) tanah Pasar Serikat Agam Tuo?
Caranya simpel saja: Sekda Bukittinggi Yuen Karnova membuat surat
pernyataan dengan nomor : 590.23/DPUPR-PTNH/I-2018 tentang penguasaan
tanah Pasar Atas sejak 1945 oleh Pemerintah Kota Bukittinggi yang
diketahui oleh Lurah Benteng Pasar Atas, Ismet Fauzi.
Surat Pernyataan Sekda Pemko Bukittinggi, Yuen Karnova bertanggal 7 Januari 2018. Isinya menyatakan: bahwa pemerintah Kota Bukittinggi telah menguasai sebidang Tanah Negara yang berasal dari bekas Pasar Fonds. Lokasi di Pasar Atas, Kelurahan Benteng Pasar Atas, Bukittinggi, luas tanah 17.840 m2; penggunaan tanah: Pertokoan Pasar Atas.
Batas-batas tanah di keempat sisinya berbatas pertokoan dan Jenjang dan Jam Gadang. Lalu di bawahnya ada teks penegasan: bahwa tanah tersebut telah dikuasai semenjak tahun 1945.
Surat pernyataan Sekda Yuen
Karnova itu, dilengkapi Surat Keterangan Lurah Benteng Pasar Atas. Surat
Lurah menguatkan Surat Pernyataan Sekda. Tanggal kedua surat itu sama: 7
Januari 2018. Untuk melengkapi surat itu yang dinyatakan sebagai alas
hak, dokumen pengajuan sertifikat ditandatangani Kepala Dinas Pekerjaan
Umum dan Tata Ruang Kota Bukittinggi Ir. Oktavianus MT, tanggal 18 Januari 2018.
Surat pengantar menerangkan tentang: Surat Peruntukan Ruang dengan
Nomor : 590.50/DPUPR-PTNH/I-2018 sebagai bahan kelengkapan penerbitan
sertifikat tanah oleh BPN yang terletak di Pasar Atas, luas tanah 18.740
m2.
Pada bulan Februari 2018, tak lebih dua bulan, sertifikat selesai: Sertifikat Hak Pakai Nomor 21 Tahun 2018.
Beda Cerita
Berkaitan dengan, sejak kapan tanah Pasar Serikat Agam Tuo telah jadi aset Pemko Bukittinggi? Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias menyatakan, sejak tahun 1974. Sementara Sekda Yuen Karnova di surat pernyataan dokumen yang disebut sebagai alas hak menyatakan: tanah Pasar Atas itu tanah Negara dan telah dikuasai Pemko Bukittinggi sejak 1945.
Ketika diwawancara bakaba.co, di Gedung DPRD, 18/11, Sekda Bukittinggi berkilah, “Tanya saja bagian aset. Saya tidak mengetahui sejak kapan tanah Pasar Atas menjadi aset Pemko,” kata Yuen Karnova.
Tak Aset Pemko
Secara terpisah bakaba.co mencari informasi ke mantan Walikota Bukittinggi (2010-2015) Ismet Amzis tentang kebenaran tanah Pasar Atas telah jadi aset Pemko Bukittinggi.
“Setahu saya, saat menjabat Walikota tanah Pasar Atas belum terdaftar sebagai aset Pemerintah Kota Bukittinggi. Itu artinya tidak aset pemerintah. Baru tahun kemarin ya pengajuan oleh Pemko pada Badan Pertanahan untuk dibuat sertifikatnya,” kata Ismet Amzis lewat seluler karena sedang di luar propinsi dalam agenda sebagai anggota DPRD Sumbar.
Pasar Serikat
Dalam sejarahnya, sebelum Pemerintahan Kota Bukittinggi lepas dari Kabupaten Agam, dua wilayah itu merupakan satu kesatuan sejak dulu.[2]
Pasar Serikat Agam Tuo yang
ada di Nagari Kurai sudah ada sejak awal abad ke-15 Masehi. Tahun 1784,
kondisi Pasar Serikat yang terus berkembang, berlangsung musyawarah
niniak-mamak Agam Tuo 40 Nagari. Waktu itu, 22 Desember 1784,
niniak-mamak Agam Tuo sepakat mengubah Bukik Kubangan Kabau (nama
lokasi/kawasan Pasar Serikat) menjadi Bukik nan Tatinggi. Kemudian
disebut Bukiktinggi, akhirnya Bukittinggi dan tanggal 22 Desember 1784
jadi patokan hari lahir Bukittinggi, yang kini diperingati yang ke-235
tahun.
Peranan Pasar Serikat dalam
perdagangan sangat signifikan sebagai pusat pengumpul hasil bumi seperti
kamper dan merica yang ada di setiap nagari-nagari di dataran tinggi
Minangkabau.
Tanah Pasar Serikat dibeli
oleh niniak mamak yang mewakili 40 Nagari di Agam Tuo. Pasar Serikat
Agam Tuo dikelola suatu badan bernama Syarikat Haq, atau dikenal dengan Komite Pasar.
Pasar Serikat Agam Tuo dari Syarikat Haq
(Komite Pasar) 40 Nagari di zaman Belanda pernah dikekola Belanda.
Belanda meminta baik-baik dan melalui musyawarah dengan perwakilan
Niniak Mamak 40 Agam Tuo. Belanda memungut bea-pasa. Dan
Belanda membayar bagian pendapatan Pasar Serikat Agam Tuo ke Komite
Pasar dan Komite Pasar menyampaikan bagian ke 40 nagari-nagari di Agam
Tuo.
Setelah merdeka, lepas dari penjajahan Belanda dan Jepang, Pasar Serikat Agam Tuo kembali ke tangan Syarikat Haq/Komite
Pasar sebagai perwakilan niniak-mamak 40 Nagari Agam Tuo. Di tahun
1952, Pemerintah Kota Bukittinggi yang mengelola Pasar Serikat Agam Tuo
di Bukittinggi diperintahkan membayar ke 40 nagari-nagari hasil
pendapatan pasar yang dikelola Pemerintah Bukittinggi, yang waktu itu
masih berada di bawah Provinsi Sumatra Tengah. Dokumen tersebut
diterbitkan Gubernur Sumatra Tengah Roeslan Moeldjohardjo berdasar
tuntutan dan kebulatan Kerapatan Negeri Biaro, Agam terkait peristiwa
tahun 1937 yakni peninjauan kembali perjanjian pengelolaan Pasar Serikat
yang diberikan Syarikat Haq/Komite Pasar kepada Gemeente Fort de Kock atau pemerintah Fort de Kock (Belanda).
Hasil dari pembagian
pengelolaan Pasar Serikat Agam Tuo tersebut digunakan 40 Nagari-Nagari
untuk pembangunan insfrastruktur. Salah satunya bukti, ada dua jembatan
yang terdapat di Nagari Simarasok yang dibangun dengan dana hasil Pasar
Serikat Agam Tuo di Bukittinggi.
Tahun 1972 Pasar Serikat Agam
Tuo di Pasar Atas Bukittinggi terbakar habis. Bangunan berupa los-los
yang didirikan sebelum dan di zaman Belanda, habis terbakar. Kemudian
dibangun dengan dana talangan BNI, bukan dana Pemda Bukittinggi maupun
dana pemerintah pusat. Pembangunan dan pengelolaan Pasar Serikat yang
diubah namanya menjadi Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi dikelola
oleh Pemerintah Kota Bukittinggi.
Sekarang, pemerintah Kota
Bukittinggi diam-diam mensertifikatkan tanah Pasar Serikat Agam Tuo. BPN
telah menerbitkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 21 Tahun 2018.
“Walau secara administratif
Kota Bukittinggi tidak tergabung pada Kabupaten Agam lagi, namun secara
sejarah tidak bisa dihilangkan haknya begitu saja oleh pemerintah kota
sekarang,” ujar Asbir Dt. Rajo Mangkuto.
_________________________________
Disalin dari situs:bakaba.co
Diterbitkan tanggal: 18 Desember 2019
________________________________
Catatan kaki oleh Agam van Minangkabau:
[1] Roeslan Moeljohardjo menjadi gubernur di Sumatera Tengah yang wilayahnya pada saat itu ialah Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Kepri sekarang, pada tanggal 09 November 1950 s/d 21 Desember 1956.
Biaro merupakan salah satu 'nagari' yang terletak di Luhak Agam dan sekarang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Agam. Berjarak 4,8 Km arah timur pusat kota Bukit Tinggi.
Biaro merupakan salah satu 'nagari' yang terletak di Luhak Agam dan sekarang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Agam. Berjarak 4,8 Km arah timur pusat kota Bukit Tinggi.
[2] Bedakan antara Luhak dengan Kabupaten, jangan samakan batas wilayah administratif masa kini dengan Wilayah Kebudayaan. Walau memiliki luas wilayah yang berbeda namun Kota Bukit Tinggi dan Kabupaten Agam ialah pemerintahan yang setara dalam administrasi masa kini Pemerintahan Republik Indonesia. Namun apabila berbicara mengenai Luhak maka Bukit Tinggi bagian dari Luhak Agam. Sejarah pemerintahan di kedua wilayah ini semenjak kedatangan Belanda hampir tidak banyak berubah dimana pusat Pemerintahan Kolonial Belanda untuk Agam Tuo (Agam Timur) yang dibedakan dengan Agam Baruah (Maninjau, Lubuk Basung, dan sekitarnya). Semenjak awal Belanda menjadikan Bukit Tinggi sebagai pusat pemerintahan untuk Agam Tuo hingga sampai akhirnya dimasa Pemerintaha Republik Indonesia kedua wilayah ini dipisah.
Bagi generasi tua yang mendapi kehidupan yang menyatu antara Agam dan Bukit Tinggi mereka masih melihat benang merah yang menghubungkan keduanya dimana istilah "Bukik Tinggi Koto Rang Agam" menjadi penyalin kesatuan diantara orang Agam. Namun bagi generasi sekarang yang sudah jauh dari adat, mereka kurang memahami ikatan antara kedua wilayah tersebut.