Pict: Wikwand |
FB Bangsawan Kesultanan Palembang - Dari catatan sejarah tulisan tangan Arab yang dibuat oleh seorang priyayi di Palembang dapat dibaca sebagai berikut:
“Telah diriwayatkan bahwa telah berpindah beberapa anak raja-raja dari tanah Jawa ke negeri Palembang di karenakan Sultan Pajang menyerang Demak dan adalah yang bermula menjadi raja di Palembang ialah Kiyai Geding. Kiyai Geding Suro wafat kemudian digantikan oleh Kiyai Geding Suro Mudo anak Kiyai Geding Ilir dan ketika itu, anak-anak raja yang berpindah dari tanah Jawa ke negeri Palembang yaitu 24 orang. Beberapa orang keturunan Pangeran Trenggono yang hijrah ke Palembang di bawah pimpinan Kiyai Geding Suro Tuo yang menetap di perkampungan Kuto Gawang di daerah di sekitar kampung Palembang Lamo. Sebagaimana diketahui, Pangeran Trenggono adalah putra Raden Fattah bin Prabu Kertabumi Brawijaya V dari Majapahit dengan istrinya seorang putri dari Cina, lahir dan dibesarkan di Palembang di istana saudaranya lain ibu yaitu Ario Dillah.
Sejak awal dari pemerintahan Kiyai Geding Sedo Ing Lautan hingga pada masa Pangeran Sedo Ing Rejek, Palembang belum berstatus Kesultanan, tetapi masuk wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram dan baru pada masa Pangeran Ario Kesumo, Palembang memutuskan hubungan dengan Kerajaan Mataram dan Pangeran Ario Kesumo yang mendirikan Kesultanan Palembang Darussalam.
Pangeran Ario Kesumo adalah Sultan Palembang Pertama dengan gelar Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam memerintah dari tahun 1659- 1706. Setelah Pangeran Ario Kesumo mendirikan Kesultanan Palembang bebas dari penguasaan Mataram, beliau menjadi Sultan yang pertama.
Pada tahun 1703 beliau menobatkan seorang putranya anak dari Ratu Agung sebagai Raja Palembang Darussalam yang kedua dengan gelar Sultan Muhammad Mansur (1706-1714). Kemudian Sultan Muhammad Mansur digantikan oleh adiknya bernama Raden Uju yang kemudian dinobatkan menjadi Sultan Agung Kamaruddin Sri Truno (1714-1724). Kemudian beliau digantikan oleh keponakannya Pangeran Ratu Jayo Wikramo dengan gelar Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah dari tahun 1724-1758.
Pangeran Adikesumo merupakan putra kedua dari Sultan Mahmud Badaruddin I yang dinobatkan sebagai Sultan Palembang Darussalam kelima dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin I yang memerintah dari tahun 1758-1776. Kemudian Sultan Ahmad Najamuddin I digantikan oleh putera mahkota yang bergelar Sultan Muhammad Bahaudin dinobatkan sebagi Sultan Palembang Darussalam yang keenam memerintah dari tahun 1776-1803. Sultan Muhammad Bahaudin digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Raden Hasan Pangeran Ratu dengan gelar Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai Sultan Palembang Darussalam yang ketujuh dan memerintah dari tahun 1803-1821.
Baru sewindu memegang tampuk pemerintahan, datanglah Inggris di bawah pimpinan Mayor Robert Rollo Gillespie menyerbu Palembang (1812). Kerajaan (Kesultanan) Palembang terletak di tepi sungai Musi. Ibukota Kesultanan adalah Kota Palembang yang terletak di kaki bukit Siguntang. Sungai Musi membelah kota Palembang menjadi dua bagian yaitu bagian Ilir dan bagian Ulu. Sungai Musi bermuara di Sunsang. Sunsang juga merupakan muara dari anak sungai Musi yang berjumlah 9 buah.
Kesultanan Palembang sebelah utara berbatasan dengan Jambi. Sebelah barat dengan Bengkulu, sebelah selatan dengan Lampung dan sebelah Timur dengan Laut Jawa. Sepanjang pantai Timur daerah ini terdiri dari rawa dan hutan lebat. Bagian barat terdiri dari bukit barisan yang membujur di Pulau Sumatera. Daerah kesultanan Palembang umumnya beriklim tropis (panas). Curah hujan di daerah ini cukup tinggi, daerahnya subur. Tanaman untuk ekspor juga dihasilkan daerah kesultanan Palembang. Tanaman itu adalah : lada, kopi, cengkeh, dan tumbuhan. Di daerah pedalaman juga dihasilkan buah-buahan dan sayur-sayuran. Di daerah pedalaman bertani disebut dengan berladang. Sistem perladangan dinamai “Ume”. Sebagian besar daerah pedalaman hidup bertani.
Penduduk kota Palembang hidup dari pelayaran dan perdagangan. Penduduk kesultanan Palembang terdiri dari dua golongan yaitu golongan bangsawan (priyai) dan rakyat biasa. Golongan bangsawan terdiri dari : Pangeran, Raden dan Mas Agus. Golongan rakyat terdiri dari orang Miji dan orang Senan. Di samping itu terdapat golongan Timur Asing yang terdiri dari Cina, Arab dan India. Status Bangsawan tidak hanya berdasarkan kelahiran atau keturunan. Mereka yang berjasa kepada Sultan Mahmud Badaruddin II juga diberi gelar Bangsawan. Bangsawan yang diangkat ini juga diberi hadiah daerah kekuasaan tertentu. Mereka mengusahakan hasil bumi atau kebun yang sebagian diserahkan kepada Sultan.
Orang Arab, India dan Cina umumnya tinggal di kota Palembang. Mereka hidup dari berdagang. Tempat tinggal mereka tidak jauh dari pasar. Orang-orang ini membentuk perkampungan tersendiri di dalam kota Palembang.
Sultan Mahmud Badaruddin II memperoleh sumber keuangan dari golongan pedagang dan Sultan juga menerima setoran pajak dari pelabuhan. Rakyat biasa umumnya terdiri dari orang Senan dan orang Miji yang bertempat tinggal di kota Palembang hidup sebagai buruh dan ada juga yang bertani. Mereka dikenakan pajak, tetapi harus mengabdi kepada Sultan Mahmud Badaruddin II.
Di antara orang Miji dan orang Senan ini ada yang menjadi prajurit Kesultanan. Mereka juga bertugas membuat benteng pertahanan. Selain itu mereka melayani keperluan Sultan seperti memperbaiki rumah dan perahu Kerajaan. Orang Miji dan orang Senan merupakan prajurit yang tangguh dalam peperangan.
Perkembangan agama Islam di Kesultanan Palembang mengalami kemajuan pesat. Dalam pemerintahan Sultan Abdurrahman atau Sunan Cindeh Balang (1659-1706) agama Islam ditetapkan sebagai agama resmi Kerajaan. Dalam rangka memajukan perniagaan, Sultan mengangkat seorang Syahbandar di Kota Palembang. Syahbandar adalah seorang pemimpin dan mengatur kota (Bandar) Palembang. Dia bertugas memajukan pelayaran dan perdagangan. Syahbandar juga memungut bea masuk dan keluar pelabuhan. Di samping itu syahbandar juga bertanggung jawab menjaga keamanan pedagang asing. Syahbandar memiliki kekuasaan yang makin besar, ia juga mengatur saudagar asing yang ingin bertemu Sultan, agar konsultasi (hubungan) berjalan lancar. Sultan juga mengangkat petugas khusus yang mengurus tanah milik Sultan. Petugas ini disebut Jenang. Jenang ini juga mengurus masalah Keraton, Masjid dan Makam Raja-raja.
Hubungan dengan pedagang VOC (Kompeni) Belanda juga diadakan oleh Sultan Palembang pertama yaitu Sultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin. Pada mulanya hubungan dengan pedagang VOC sama kedudukannya dengan pedagang lainnya. Pada tahun 1642 VOC mendirikan Loji (Kantor Dagang) di Palembang.
“Hadapi olehmu akan kawanmu dan seterumu dengan muka manis dan dengan perkataan yang baik-baik lagi lemah lembut. Takuti olehmu akan musuhmu sekali-sekali dan takuti olehmu akan sahabatmu seribu kali. Jadikan kedudukanmu untuk kebajikan dan berkatalah dengan teratur. Dengarkan akan perkataan yang baik dari orang berbicara padamu. Peliharalah akan dirimu dari perbuatan dan perkataan yang menyalahi syari’at”. Kutipan diatas merupakan pesan yang di tinggalkan oleh Sultan Mahmud Badaruddin II.