Sumber Gambar: https://www.elsetge.cat |
Terima Kasih MUI Jatim
Oleh Ibnu Aqil D. Ghani
Terima kasih MUI Jatim, ummat tercerahkan. Soal apa lagi kalau bukan soal salam pembuka pidato para pejabat Muslim di hadapan publik, yaitu cukup satu salam yaitu salam menurut Islam.Bagaimanapun salam adalah doa dan dalam ajaran Islam doa adalah sumbu
ibadah. Karena ibadah tentu tuaiannya adalah pahala di sisi Allah, maka
karena itu salam tak boleh campur aduk.
Berikut ini Tausiah MUI Jatim :
TAUSHIYAH MUI PROVINSI JAWA TIMUR
TERKAIT DENGAN FENOMENA PENGUCAPAN SALAM LINTAS AGAMA
DALAM SAMBUTAN-SAMBUTAN DI ACARA RESMI
DALAM SAMBUTAN-SAMBUTAN DI ACARA RESMI
Bahwa akhir-akhir ini berkembang kebiasaan, seseorang dalam membuka
sambutan atau pidato di acara-acara resmi sering kali menyampaikan salam
atau kalimat pembuka dari semua agama. Hal ini muncul dilandasi
motivasi untuk meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama agar
terjalin lebih harmonis sehingga dapat memperkokoh kesatuan bangsa dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun demikian, mengingat bahwa ucapan salam mempunyai
keterkaitan dengan ajaran yang bersifat ibadah, maka Dewan Pimpinan MUI
Provinsi Jawa Timur merujuk pada rekomendasi Rapat Kerja Nasional
(Rakernas) MUI 11-13 Oktober 2019 di Nusa Tenggara Barat, perlu
menyampaikan taushiyah dan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Bahwa agama adalah sistem keyakinan yang didalamnya mengandung ajaran
yang berkaitan dengan masalah aqidah dan sistem peribadatan yang
bersifat eksklusif bagi pemeluknya, sehingga meniscayakan adanya
perbedaan-perebedaan antara agama satu dengan agama yang lain.
2.
Dalam kehidupan bersama di suatu masyarakat majemuk, lebih-lebih
Indonesia yang mempunyai semboyan Bhinneka tunggal ika, adanya
perbedaan-perbedaan menuntut adanya toleransi dalam menyikapi perbedaan.
3. Dalam mengimplementasikan toleransi antar umat beragama, perlu ada
kriteria dan batasannya agar tidak merusak kemurnian ajaran agama.
Prinsip tolerasi pada dasarnya bukan menggabungkan, menyeragamkan atau
menyamakan yang berbeda, tetapi toleransi adalah kesiapan menerima
adanya perbedaan dengan cara bersedia untuk hidup bersama di masyarakat
dengan prinsip menghormati masing-masing fihak yang berbeda.
4.
Islam pada dasarnya sangat menjunjung tinggi prinsip toleransi, yang
antara lain diwujudkan dalam ajaran tidak ada paksaan dalam agama (QS.
al-Baqarah [2]: 256); prinsip tidak mencampur aduk ajaran agama dalam konsep "Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku sendiri" (QS.
al-Kafirun [109]: 6), prinsip kebolehan berinteraksi dan berbuat baik
dalam lingkup muamalah (QS. al-Mumtahanah [60]: 8), dan prinsip berlaku
adil kepada siapap un (QS. al-Ma'idah [8]: 8)
5. Jika dicermati,
salam adalah ungkapan do'a yang merujuk pada keyakinan dari agama
tertentu. Sebagai contoh, salam umat Islam, "Assalaamu'alaikum" yang
artinya "semoga Allah mencurahkan keselamatan kepada kalian". Ungkapan
ini adalah doa yang ditujukan kepada Allah Swt, Tuhan yang Maha Esa,
yang tidak ada Tuhan selain Dia. Salam umat Budha, "Namo buddaya" artinya
terpujilah Sang Budha, satu ungkapan yang tidak terpisahkan dengan
keyakinan umat Budha tentang Sidarta Gautama. Ungkapan pembuka dari
agama Hindu, "Om swasti astu" Om, adalah panggilan umat Hindu khususnya
di Bali kepada Tuhan yang mereka yakini yaitu "Sang Yang Widhi". Om" seruan ini untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan yang
tidak lain dalam keyakinan Hindu adalah Sang Yang Widhi tersebut. Lalu
kata swasti, dari kata su yang artinya baik, dan asti artinya bahagia.
Sedangkan Astu artinya semoga. Dengan demikian ungkapan Om swasti astu
kurang lebih artinya, "semoga Sang Yang Widhi mencurahkan kebaikan dan kebahagiaan".
6. Bahwa doa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah. Bahkan
di dalam Islam doa adalah inti dari ibadah. Pengucapan salam pembuka
menurut Islam bukan sekedar basa basi tetapi do'a.
7. Mengucapkan
salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah
perbuatan baru yang merupakan bid'ah yang tidak pernah ada di masa yang
lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari.
8.
Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur menyerukan kepada umat Islam
khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam persoalan salam
pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Untuk umat
Islam cukup mengucapkan kalimat, "Assalaamu'alaikum. Wr. Wb." Dengan
demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat
yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya.
_______________________________________________
Demikian taushiyah atau pokok-pokok pikiran dari MUI Provinsi Jawa Timur.
MUI Pusat menyambut baik imbauan MUI Jawa Timur agar para pejabat tak
memakai salam pembuka semua agama saat sambutan resmi. MUI menilai,
dengan imbauan tersebut, umat Islam menjadi tercerahkan mengenai
bagaimana harus bersikap.
"Bagus. Karena di dalam setiap doa itu
dalam Islam ada dimensi teologis dan dimensi ibadahnya. Adanya fatwa
dari MUI Jatim ini menjadi penting karena, dengan adanya fatwa tersebut,
maka umat tidak bingung sehingga mereka bisa tertuntun secara agama
dalam bersikap dan dalam membangun hubungan baik dengan umat dari agama
lain," kata Sekjen MUI Anwar Abbas kepada wartawan, Minggu (10/11/2019).
Anwar menjelaskan, dalam Islam, setiap doa mengandung dimensi
teologis dan ibadah. Umat Islam hanya diperbolehkan berdoa dan meminta
pertolongan kepada Allah. Karena itu, kata dia, berdoa kepada Tuhan dari
agama lain tidak dibenarkan.
Oleh karena itu, kalau ada orang
Islam dan orang yang beriman kepada Allah berdoa dan meminta pertolongan
kepada selain Allah SWT, maka murka Tuhan pasti akan menimpa diri
mereka. Oleh karena itu, seorang muslim dalam berdoa jangan meminta
tolong kepada selain Allah dan atau kepada Tuhan dari agama lain.
Apalagi UUD 1945 pasal 29 ayat telah menjamin kita untuk beribadah dan
berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan yang kita anut," jelasnya.
Terkait toleransi, Anwar mengatakan, tiap agama memiliki ajaran dan
sistem kepercayaan sendiri-sendiri. Karena itu, setiap orang berhak
mengucapkan salam berdasarkan agama masing-masing.
"Kita tidak
boleh memaksakan kepercayaan dan keyakinan suatu agama kepada pengikut
agama lain. Untuk itu, dalam hal ini agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak kita inginkan maka masing-masing kita harus bisa dalam kehidupan
kita sehari-hari untuk saling menghormati ucapan salam yang disampaikan
oleh pemeluk suatu agama dengan mempergunakan salam yang sudah lazim
dalam agamanya tanpa harus menambah dan mengucapkan salam yang akan
disampaikannya dengan salam dalam agama lain," tutur Anwar.
Sementara itu, Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar mengatakan MUI
Sumbar mendukung seruan dan imbauan agar umat Islam terutama para
pejabat tidak menggunakan salam semua agama.
Setara dengan hal
itu, MUI Sumbar juga mengingatkan agar umat lain tidak menggunakan salam
umat Islam sebagai pembuka pembicaraan mereka.
"Bagi kaum
muslimin, salam bukanlah semata pembuka pidato atau pembukaan
pembicaraan. Salam merupakan do'a keselamatan dan rahmat untuk orang
yang diberikan salam. Do'a atau permohonan, haram hukumnya dimintakan
kepada selain Allah swt. Itulah yang ditegaskan oleh Allah swt dalam
firman-Nya: Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in. (Hanya kepada-Mu kami
menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan). Sehingga umat
islam khususnya pejabat diimbau untuk tidak mengucapkan salam semua
agama, begitupun sebaliknya bagi umat lain," ungkapnya kepada Haluan,
Minggu (10/11).
Di samping itu, Buya Gusrizal menambahkan bahwa
memintakan rahmat dan keselamatan tentu berlandaskan pula kepada
keyakinan siapa yang berhak dan siapa yang tidak berhak mendapatkan
rahmat dan keselamatan tersebut.
"Jadi dalam ucapan salam, ada
aqidah dan ada ibadah. Keduanya tidaklah boleh ditundukkan pada
inklusifitas toleransi antar umat beragama," kata Buya Gusrizal.
Ia menambhakan, "Berpedoman pada ayat "Lakum diinukum wa liiyya diin"
(untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku), merupakan ketentuan
muthlak yang harus dipakai dalam masalah ini.
"Imbauan ini memang
patut sekali ditujukan lebih khusus kepada para pejabat. Menduduki
jabatan tinggi, belum tentu menjamin seseorang faham secara mendalam
bagaimana cara beragama. Karena itu, semestinya sikap keberagamaan tidaklah ditauladani dari seseorang hanya dengan melihat jabatan yang dia sandang.."
"Namun apa hendak dikata, kondisi umat hari ini begitu mudah terpengaruh oleh cara-cara yang dilakukan oleh mereka yang berkuasa. Ditambah lagi dengan sikap menjilat dan Asal Bapak Senang, cenderung membuat "bawahan" ikut-ikutan dengan cara-cara "atasan" walaupun keliru," tegas nya.
Dengan alasan di atas, menurutnya patut sekali para pejabat menyadari
bahwa cara-cara yang mereka lakukan bisa membawa kepada kesesatan dalam
bentuk pluralisme agama. "Hal itu bisa masuk dalam kategori pemimpin jahil yang sesat dan menyesatkan," jelasnya.
Melalui imbauan ini ia berharap agar, umat muslim khususnya pejabat
tidak lagi menggunakan salam pembuka seluruh agama tersebut. "Saya mengingatkan para pemimpin negeri ini, janganlah menjadi pemula
dalam kesalahan. Dengarkanlah peringatan Nabi saw, 'siapa saja yang
menjadi pembuka jalan keburukan, akan memikul dosa perbuataannya dan
perbuatan orang-orang yang mengikutinya'. Allahu yahdii man yasyaa' ila
shiraathim mustaqiim," tutupnya.
Saya pikir gema himbauan MUI
kali ini akan nyaring terdengar dan disampaikan di saat yang tepat.
Karena itu, kita semua tercerahkan dan sangat berterima kasih sekali
kepada MUI yang masih tinggi kepekaannya dalam hal menjaga aqidah ummat.
Padang, 10 November 2019
Wassalam
Wassalam
Ibnu Aqil D. Ghani
______________________________________
Diposting di FB oleh: Muhammad Ahda
Tanggal: 11 November 2019
_______________________________________
https://news.detik.com/berita/d-4778970/mui-pusat-dukung-imbauan-pejabat-tak-gunakan-salam-pembuka-semua-agama?fbclid=IwAR3GhtkMs7YY5c6Ngb1kOGW1p1Y3PKu7aDOoUOa0ewdF6Ww7hmXV7b1fJK4