KORPS MARSOSE SERDADU PRIBUMI PELAYAN RATU BELANDA
tengkuputeh | Korps Marechaussee te Voet, di Indonesia dikenal sebagai Marsose, adalah satuan militer yang dibentuk pada masa kolonial Hindia Belanda oleh KNIL (tentara kolonial) sebagai tanggapan taktis terhadap perlawanan gerilya di Aceh. Korps ini tidak ada ikatan dengan Koninklijke Marechaussee di Belanda.
Marsose ditugaskan di Hindia Belanda, antara lain dalam pertempuran melawan Sisingamangaraja XII di Sumatera Utara, yang pada tahun 1907 berhasil mengalahkan dan menewaskan Sisingamangaraja XII. Pada Perang Aceh, Marsose dapat menguasai pegunungan dan hutan rimba raya di Aceh untuk mencari dan mengejar gerilyawan Aceh.
Latar Belakang Perang Aceh yang sangat merugikan Belanda.
Pada tahun 1873 dimulailah perang dasyat rakyat Aceh melawan pendudukan Belanda. Seperti yang diceritakan Ibrahim dalam bukunya yang berjudul “Perang di Jalan Allah, Perang Aceh 1873-1912”, perang Aceh menghasilkan begitu banyak korban jiwa kepada kedua belah pihak. Bukan cuma sekadar pasukan vs pasukan, tapi juga terjadi pembantaian demi pembantaian penduduk sipil oleh tentara Kolonial Belanda.
Di pihak penjajah Belanda sendiri juga, jumlah korban yang membengkak akibat banyak pasukan yang berperang, tak memiliki kecakapan untuk berperang. Atau bisa dikatakan, angka mati sia-sia juga tinggi terjadi di perang Aceh. Salah satu alasan mengapa begitu banyak korban jiwa dan begitu dasyatnya perang, karena di perang ini, teknik gerilya digunakan begitu sempurna oleh pasukan Aceh kala menghadapi pasukan Belanda.
Ianah Wulandari, Sejarawan dari Universitas Negeri Surabaya dalam tulisannya berjudul “Satuan Korps Mareschausse di Aceh tahun 1890-1930”, membenarkan serangkaian serangan gerilya tersebut. Sampai-sampai, dalam perang Aceh, Belanda tak begitu banyak memberikan perlawanan berarti. Pasukan Belanda bagaikan dikepung prajurit-prajurit gerilyawan Aceh yang sukar untuk dilacak. Belum lagi ditambah keadaan geografis Aceh yang berbukit, banyak sungai, dan banyak pegunungan serta hutan membuat pasukan gerilyawan Aceh makin sulit dilacak pasukan Belanda. Akibatnya, Belanda hanya bisa mempertahankan wilayahnya saja.
Pada mulanya, Belanda menganggap akan mudah menaklukan Kesultanan Aceh. Kenyataannya, dari tahun 1873 hingga awal tahun 1880, Belanda memperoleh begitu banyak kerugian, nilainya mencapai 115 juta florin. Biaya yang begitu besar dibanding hasil yang didapat. Belanda dalam kurun waktu tersebut, hanya sanggup menguasai Aceh dalam luas wilayah sebesar 74 Km2. Artinya, Belanda hanya mampu menguasai koetaradja (Keraton) dan Masjid Raya Aceh saja. Di luar itu, Belanda tak memiliki kuasa apapun. Belanda dikepung pasukan gerilyawan Aceh, dan hal ini pula yang justru menguntungkan pasukan Aceh. Musuh mereka, yakni Belanda bagaikan digiring di satu titik pertempuran saja. Sehingga memudahkan para gerilyawan Aceh untuk melakukan serangan taktis yang menghasilkan efek yang besar. Pada awal peperangan Belanda menggunakan strategi “Gecocentreerde Linie” atau pola bertahan yang sangat konvensional. Dari serangkaian kegagalan yang dialami Belanda, mereka memutuskan untuk menggunakan cara penaklukkan berbeda daripada yang pernah mereka
Belanda akhirnya mempekerjakan seorang Antropolog untuk meneliti perihal masyarakat Aceh. Ditunjuklah seorang bernama Snouck Hurgronje seorang Antropolog untuk “memata-matai” dan memetakan masyarakat Aceh yang sukar dikalahkan dalam peperangan. Salah satu tugas Hurgronje adalah menyelidiki lebih dalam kondisi sosial budaya masyarakat Aceh agar Belanda dapat masuk dan menguasai masyarakat Aceh. Hasil penelitian Snouck Hurgronje terkait Perang Aceh dan Islam di Indonesia yang telah dibukukan antara lain:
- The Achehnese yang diterjemahkan dengan judul Aceh Di Mata Kolonialis;
- Nasihat-Nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936.
Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan Keumala (yaitu Sultan yang berkedudukan di Keumala) dengan pengikutnya dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang terus dan menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Besar. Menunjukkan (pura-pura) berniat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh. Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh Van Heutz yang menjadi Gubernur militer dan sipil di Aceh (1898-1904). Kemudian Dr Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasihatnya.
Selanjutnya dalam serangkaian cara untuk menguasai Aceh, atas usul dari seorang Minangkabau bernama Mohammad Syarif atau Mohammad Arif seorang kepala kejaksaan di Koetaradja (Banda Aceh sekarang). Putra Minang ini mencetuskan pembentukan korps pasukan khusus yang dibentuk untuk menghadapi gerilyawan Aceh. Syarif sendiri merupakan seorang pribumi yang pro terhadap Belanda. Ia memberikan usulannya tersebut pada Gubernur Militer Belanda di Aceh, Jenderal van Teijn dan juga kepada Kepala Staf Militer J.B. van Heutsz untuk membentuk sebuah unit-unit tempur kecil infanteri yang memiliki mobilitas tinggi. Pasukan ini tentunya pasukan anti gerilya. Pada tahun 1889, Komando Tentara Belanda di Aceh sudah menyusun dua detasemen pengawalan mobil yang memiliki kemampuan antigerilya.
Dari usulan tersebut, Konsep pasukan itu lalu dimatangkan lagi hingga akhirnya dibentuk sebuah pasukan elit bernama pasukan Marsose atau dikenal pula dengan sebutan Korps Mareschausse yang didirikan pada tanggal 2 April 1890 dan tercatat dalam sebuah surat keputusan yang ditandatangani Ratu Belanda yang berjudul “Staatsblad Van Nederlandsch Indie”. Korps ini bukan sembarang korps, marsose adalah pasukan pilihan dari berbagai kesatuan KNIL.
Mereka tak lain adalah pasukan tentara bayaran berdarah dingin yang anggotanya merupakan pribumi. Hanya pimpinannya saja yang berdarah Belanda. Pasukan Marsose yang akhirnya membuktikan diri sebagai pasukan elit karena beberapa tugas berat yang sulit dilakukan serdadu KNIL biasa berhasil mereka selesaikan.
Ciri Khas Serdadu Marsose
Marsose adalah pasukan gerak cepat dengan seragam hijau dengan tanda garis bengkok warna merah pada lengan dan leher terdapat garis merah. Setiap unit Marsose terdiri dari 20 orang dengan dipimpin seorang sersan Belanda yang dibantu seorang kopral pribumi. Setiap pasukan biasanya terdiri dari satu peleton yang terdiri dari 40 orang dan dipimpin seorang Letnan Belanda.
Secara keseluruhan, korps Marsose terdiri dari 1.200 orang dari berbagai bangsa, terdiri orang-orang Belanda, Perancis, Swiss, Belgia, Afrika, Ambon, Ambon, Menado, Jawa, juga beberapa orang Nias dan Timor. Pasukan ini, selain dipersenjatai karaben, juga dipersenjatai dengan senjata tradisional seperti klewang, rencong dan sebagainya. Mereka tidak tergantung pada angkutan militer dan biasa berjalan kaki. Mereka tidak bergantung pada jalur suplai logistik.
Hal ini sangat berguna dalam perang jarak dekat, man to man, seperti yang dilakukan para gerilyawan pribumi. Marsose berusaha mengikuti gaya berperang ini karena gerilya kaum gerilyawan begitu efektif menggempur KNIL yang biasa menang dalam front besar namun repot ketika diserang mendadak. Pasukan ini tentunya terlatih dalam peperangan di hutan menghadapi serangan gerilyawan
Keunggulan yang ditawarkan oleh pasukan ini adalah karena mereka pribumi yang dilatih khusus, mereka akan lebih mengenal musuh mereka yakni sesama pribumi. Artinya, bisa dikatakan, korps Marsose ini ditugaskan untuk membunuh saudara sebangsa mereka sendiri. Dengan peralatan canggih di zamannya dan gaji besar, pasukan Marsose dikenal sebagai pasukan elit berdarah dingin.
Marsose, dalam banyak catatan, lebih banyak melakukan tugasnya sebagai pasukan kontra-gerilya di Aceh dan Tanah Batak. Dua daerah itu sangatlah sulit dikuasai pemerintah kolonial hingga awal abad XX. Marsose dalam jumlah besar dibutuhkan disana untuk waktu tugas yang lama. Bahkan setelah perang melawan orang-orang Batak di Pedalaman Sumatra dan Aceh itu berakhir, perlawanan kecil kadang masih terjadi. Seperti dialami bekas komandan Marsose, Letnan Kolonel W.B.J.A Scheepens, yang tertusuk rencong orang Aceh.
Marsose sebenarnya tidak hanya ditugaskan di dua daerah itu, tapi juga dibeberapa tempat seperti di kepulauan Nusa Tenggara juga Sulawesi, walau dengan personil yang tidak terlalu banyak. Cerita kekejamanan pasukan Marsose lebih banyak terjadi di Aceh saja dan tanah Gayo saja.
Pasukan Khusus Marsose itu bernama Kolone Macan
Kehadiran Marsose sebagai pasukan khusus yang sedemikian handal itu, rupanya masih dirasa belum cukup oleh petinggi militer Belanda. Perwira-perwira Belanda itu membentuk lagi sebuah unit didalam pasukan Marsose bernama Kolone Macan. Seperti halnya Marsose, Kolone Macan juga dipimpin oleh perwira-perwira dari orang-orang Eropa. Salah satunya adalah perwira asal Swiss bernama Hans Christofell. Dia sangat tersohor karena berjasa kepada pemerintah kolonial dalam peperangan di Sumatra bagian utara itu. Dia membentuk pasukan khusus baru lagi, dimana anggotanya adalah anggota-anggota Marsoseyang terpilih.
Ada perwira Marsose yang lebih tinggi pangkatnya dibanding Christoffel, Kapten (kelak Letnan Kolonel) Scheepens. Setelah lewati berbagai pertimbangan, pembuat kebijakan militer Belanda sampai pada kesimpulan, pekerjaan algojo yang sadistis tidaklah cocok bagi Scheepens, walaupun Scheepens tergolong orang bersedia mengerjakan tugas militer yang berat sekalipun seperti bertempur berhari-hari dalam hutan. Dimata pembuat kebijakan itu, Christoffel dianggap lebih cocok untuk memimpin sekelompok algojo. Akhirnya Christoffel diberangkatkan ke Cimahi, dimana berdiri sebuah garnisun pasukan Belanda disana. Disini Christoffel berttemu dengan banyak Marsose kawakan dan memiliki pengalaman bertempur di Aceh. Keberadaan mereka di Cimahi adalah dalam rangka istirahat setelah peperangan berat di Aceh selama berbulan-bulan.
Dia menghimpun anggota Marsose yang beringas, jago berkelahi. Pasukan ini dinamakan Kolone Macan. Pasukan ini dilatih oleh Christoffel di Garnisun Cimahi. Pakaian mereka berwarna hijau kelabu yang kerah bajunya terdapat dua lambing jari berdarah. Tentu saja ikat leher warna merah agar nampak lebih lebih menyeramkan. Mereka dikenal sebagai pasukan yang menyeramkan dengan julukan ‘pembunuh berdarah dingin’.
Setelah beristirahat dalam waktu yang lama, para Marsose itu merasa ingin kembali berperang di Aceh lagi. Dunia Marsose jelas bukan dunia tangsi yang damai, dunia mereka adalah peperangan dalam hutan, seperti di Aceh. Selama di tangsi Cimahi yang damai itu, para Marsose itu juga diberikan teori peperangan, namun hal itu kurang direspon oleh marsose yang berpendidikan rendah. Mereka tidak butuh teori dalam peperangan, melainkan pertempuran. Wajar bila teori perang itu tidak sekalipun dicerna prajurit Marsose. Mereka lebih tahu dan senang bertempur. Rutinitas lain yang mereka benci di tangsi adalah beberapa kali dalam sehari harus apel. Latihan marsose bukanlah menembakan senapan, melainkan memainkan klewang.
Di Cimahi, Christoffel mengamboil beberapa komandan brigade yang biasanya berpangkat sersan terbaik Marsose. Mereka yang bosan hidup di garnisun jelas menjadi prioritasnya. Pasukan ini terdari dari 12 brigade marsose yang sudah dilatih lagi di Cimahi. Betapa terlatihnya mereka sekarang. Barisan depan pasukan Kolene Macan adalah para Marsose jejaka. Jelas mereka bisa lebih leluasa bertempur karena tidak akan memikirkan anak istrinya.
Cara kerja pasukan ini lebih kejam dari Marsose sebelumnya. Mereka melakukan eksekusi ditempat. Hal ini tergolong gila, seperti yang dirasakan salah seorang komandan Marsose Schriwanek. Walau dia tergolong kasar, namun dia melihat cara kerja Kolone Macan, dirasa oleh perwira itu, benar-benar keterlaluan ketika melakukan Sweeping. Mereka membersihkan gerakan gerilyawan perlawanan rakyat dengan kejam sejak dari dataran rendah. Mereka lakukan kerja mereka dengan singkat dan tuntas.
Reaksi keras atas cara kerja Kolone Macan muncul juga dari kalangan militer Belanda sendiri. Peperangan yang mereka jalankan di Aceh terbilang keterlaluan. Reaksi ini datang dari perwira Belanda yang bukan berlatar belakang dari tentara bayaran.Akhirnya komando atas daerah Aceh diganti dari van Daalen kepada Swart. Karena hal pergantian komando itu, cara kejam Kolone Macan perlahan dihilangkan. Pasukan yang pernah dilatih dan dipimpin oleh Christoffel itu kemudian beralih komando pada van der Vlerk. Komandan baru ini, seperti tuntutan sebagian perwira Belanda yang benci kebengisan Van Daalen dan Christoffel, mulai merubah sifat pasukan Kolone Macan. Pasukan ini lama-lama menghilang dan hanya menjadi Marsose biasa.
Kolone Macan adalah bagian terkejam dari korps bernama Marsose dan hanya terjun di front Aceh saja. Pemerintah Kolonial rupanya tidak menginginkan adalah sepasukan algojo terorganisir, bagi pemerintah kolonal, cukup hanya marsose saja pasukan terkejam yang mereka miliki. Bagaimanapun perlawanan terhadap kebijakan kolonial tidak bisa ditebak kapan terjadinya dan inilah alasan mengapa Marsose terus dipertahankan walaupun perannya semakin meredup sinarnya. Marsose tidak terdengar kehebatannya lagi ketika Jepang mendarat di Indonesia.
Foto-foto kekejaman Long March Pasukan Marsose ke Gayo dibawah pimpinan Jenderal C.G.E van Daalen
Akhir Korps Marsose
Akibat kekejaman diluar batas kemanusiaan, Korps Marsose akhirnya di bubarkan oleh Belanda sendiri. Kisah Marsose sejarahnya setelah perang Aceh berlalu hilang. Pada tahun 1930 pasukan Marsose di Indonesia resmi dibubarkan. Akibatnya pasukan Belanda taringnya yang tajam seperti pada saat Perang Aceh, dengan mudah ditaklukkan oleh Jepang pada Perang Dunia Kedua.
Warisan Sejarah Marsose
Tradisi pasukan khusus Belanda di Indonesia dihidupkan kembali oleh putra Letkol W.B.J.A Scheepens yakni Kapten W.J. Scheepens ketika tentara Belanda mendarat pada tahun 1945. Kapten Scheepens mengembangkan gagasannya untuk membentuk Pasukan Khusus (Speciale Troepens) sehingga pimpinan KNIL menyetujuinya dengan mendirikan Depot Speciale Troepens (DST) pada 15 Juli 1946.
Pasukan DST yang berciri khas berbaret hijau ini dikomandoi oleh Kapten W.J Scheepens personelnya juga direkrut dari berbagai suku dan bangsa. Pasukan ini diberi pelatihan strategi dan taktik pasukan komando di berbagai tempat mulai dari Polonia, Kalibata hingga akhirnya di Batujajar, Bandung.
Lalu pada 20 Juli 1946 Komandan DST diserahterimakan kepada Westerling. Sekarang tempat latihan pasukan DST di Batujajar digunakan untuk melatih anggota Kopassus, pasukan elite TNI AD.
XXX
Artikel-artikel lain tentang Aceh:
- PEREMPUAN ACEH FULL POWER 4 AGUSTUS 2008;
- MENYUSURI JEJAK DARA PORTUGIS DI ACEH 6 DESEMBER 2008;
- TEUKU UMAR PAHLAWAN 11 FEBRUARI 2011;
- FILOSOFI GOB 10 OKTOBER 2011;
- KEBENARAN YANG SAMAR 28 FEBRUARI 2013;
- GAM CANTOI TIADA 30 MARET 2013;
- PERANG CUMBOK SEBUAH REVOLUSI SOSIAL DI ACEH (1946-1947) 18 JUNI 2013;
- TSUNAMI 26 DESEMBER 2015;
- PERADABAN TANPA TULISAN 25 FEBRUARI 2016;
- SURAT TENGKU CHIK DI TIRO KEPADA RESIDEN VAN LANGEN AGAR TERCAPAI PERDAMAIAN DALAM PERANG ACEH MAKA BELANDA HARUS MEMELUK AGAMA ISLAM DI TAHUN 1885 4 NOVEMBER 2016;
- PARA PENYEBAR KEBOHONGAN 13 NOVEMBER 2016;
- MENGUNJUNGI RUMAH PAHLAWAN NASIONAL CUT MEUTIA 17 APRIL 2017;
- SAMUDERA PASAI SEBAGAI TITIK TOLAK ISLAM DI ASIA TENGGARA, SEBUAH UPAYA MELAWAN PSEUDO SEJARAH 24 APRIL 2017;
- EMAS, KAFIR DAN MAUT 20 APRIL 2017;
- MENGENAL LEBIH DEKAT POCUT BAREN 5 MEI 2017;
- OPERASI PENYERGAPAN BELANDA TERHADAP CUT MEUTIA 7 MEI 2017;
- MENGUNJUNGI PAMERAN BATU NISAN ACEH SEBAGAI WARISAN BUDAYA ISLAM DI ASIA TENGGARA 15 MEI 2017;
- KESULTANAN ACEH NEGARA BERDAULAT PERTAMA YANG MENGAKUI KEMERDEKAAN REPUBLIK BELANDA DARI KERAJAAN SPANYOL DI TAHUN 1602 18 MEI 2017;
- SYARIAT ISLAM SIAPA TAKUT 6 JUNI 2017;
- SENJA DI MALAKA 14 JUNI 2017;
- KRITIK KEPADA SULTAN ISKANDAR MUDA 4 JULI 2017;
- HIKAYAT SUKU MANTE 5 JULI 2017;
- TEUKU NYAK MAKAM, PAHLAWAN ACEH TANPA KEPALA 30 JULI 2017;
- ASAL MUASAL BUDAYA KOPI DI ACEH 1 AGUSTUS 2017;
- MUSIBAH TENGGELAMNYA KMP GURITA 6 AGUSTUS 2017;
- PERANG ACEH, KISAH KEGAGALAN SNOUCK HURGRONJE 7 AGUSTUS 2017;
- ACEH DI MATA KOLONIALIS 8 AGUSTUS 2017;
- MELUKIS SEJARAH 10 AGUSTUS 2017;
- NASIHAT-NASIHAT C. SNOUCK HURGRONJE SEMASA KEPEGAWAIANNYA KEPADA PEMERINTAH HINDIA BELANDA 1889-1936 14 AGUSTUS 2017;
- ACEH SEPANJANG ABAD 16 AGUSTUS 2017;
- PERANG DI JALAN ALLAH 30 AGUSTUS 2017;
- ACEH DAERAH MODAL 7 SEPTEMBER 2017;
- 59 TAHUN ACEH MERDEKA DI BAWAH PEMERINTAHAN RATU 12 SEPTEMBER 2017;
- KERAJAAN ACEH PADA JAMAN SULTAN ISKANDAR MUDA (1609-1636) 13 SEPTEMBER 2017;
- PERISTIWA KEMERDEKAAN DI ACEH 14 SEPTEMBER 2017;
- PASAI DALAM PERJALANAN SEJARAH 17 SEPTEMBER 2017;
- MATA UANG EMAS KERAJAAN-KERAJAAN DI ACEH 19 SEPTEMBER 2017;
- ACEH MENDAKWA 21 SEPTEMBER 2017;
- SEJARAH PARTAI KOMUNIS INDONESIA DI ACEH 21 SEPTEMBER 2017;
- MISI MENCARI MAKAM PARA SULTANAH ACEH 6 OKTOBER 2017;
- BERZIARAH KE MAKAM SULTANAH MALIKAH NAHRASYIYAH 8 OKTOBER 2017;
- EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM APAKAH BAGUS UNTUK ACEH 15 OKTOBER 2017;
- AROMA MEMIKAT DARI DAPUR ACEH 16 OKTOBER 2017;
- TARIKH ACEH DAN NUSANTARA 29 OKTOBER 2017;
- PEKUBURAN SERDADU BELANDA PEUCUT KHERKHOF DI BANDA ACEH SEBAGAI SAKSI KEDAHSYATAN PERANG ACEH 11 NOVEMBER 2017;
- PEMBERONTAKAN KAUM REPUBLIK KASUS DARUL ISLAM ACEH 17 NOVEMBER 2017;
- TUANKU HASYIM WALI NANGGROE YANG DILUPAKAN SEJARAH 19 NOVEMBER 2017;
- HIKAYAT-HIKAYAT DARI NEGERI ACEH 16 DESEMBER 2017;
- LEGENDA GAJAH PUTIH SEBAGAI ASAL NAMA KABUPATEN BENER MERIAH; 12 JANUARI 2018;
- SECANGKIR KOPI DARI ACEH; 22 JANUARI 2018;
- ACEH PUNGO (ACEH GILA); 8 FEBRUARI 2018;
- SIAPAKAH ORANG ACEH SEBENARNYA; 6 APRIL 2018;
- ORANG ACEH DALAM SEJARAH SUMATERA; 15 APRIL 2018;
- KETIKA IBNU BATTUTA MELAWAT SAMUDERA PASAI; 16 APRIL 2018;
- KISAH HIDUP LAKSAMANA MALAHAYATI; 18 APRIL 2018;
- PERANAN LEMBAGA TUHA PEUET DALAM MASYARAKAT ACEH PADA MASA LAMPAU; 5 MEI 2018;
- MENYINGKAP MAKNA SYAIR KUTINDHIENG SELAKU MANTRA SIHIR ACEH KUNO; 15 MEI 2018;
- SEJARAH KERAJAAN LAMURI; 24 JUNI 2018;
- KEBIJAKAN POLITIK ISLAM OLEH SNOUCK HURGRONJE SEBAGAI SARAN KEPADA PEMERINTAH HINDIA BELANDA UNTUK MENGHANCURKAN KEKUATAN ISLAM DI INDONESIA; 25 JUNI 2018;