Ilustrasi Gambar: https://commons.wikimedia.org |
Hak Pria atas hasil Pusaka Tinggi
Rumah gadang milik anak-anak perempuan, anak lelaki tidak punya tempat dirumah ibunya kecuali ia anak tunggal/ tongga
babeleang istilahnyo. Pusaka tinggi diturunkan menurut garis ibu, dari
Niniak [ibu dari buyut] turun ka Gaek, dari Gaek [buyut] turun ka uwo, dari uwo [nenek] turun ka
mande, dari mande turun ka anak perempuan..
Kalau demikian naga-naganya, apakah anak lelaki tak punya hak untuk
tidur di rumah ibunya? Ataukah anak lelaki tak punya hak untuk
memanfaatkan hasil Pusaka Tinggi untuk menunjang hidupnya?
Hmmm.. tak masuk akal bukan!!
Mustahil adat Minangkabau sekejam itu terhadap anak laki-lakinya.
Mereka para lelaki itu tetap mempunyai hak penuh untuk tidur di rumah Ibunya. Mereka para Lelaki itu punya hak penuh pula terhadap pengelolaan atau pemanfaatan hasil harta pusaka tinggi. Tidak ada bedanya antara anak perempuan dan anak lelaki, kadang anak lelaki saja dibodohi agar semenda [sumando: suami saudara perempuan] bisa berkuasa di atas Hak pengelolaan Harta Pusaka Tinggi atau si anak lelaki tersebut memang tidak tahu menahu perihal masalah in,i sehingga banyak anak lelaki minang terbuang ke rantau dan meratapi nasib nya bak " Batu jatuah ka lubuak" miris bukan!!
Apalagi disaat ia telah tua dan mulai pikun jangankan orang lain, saudaranyapun tak mengganggap lagi bahwa ia adalah mamak pusako atau pangulu di kaum nya.
Adat minangkabau di susun oleh leluhur kita untuk melindungi anak lelaki, anak perempuan, dan tak peduli itu lelaki atau perempuan. Yang berbeda mungkin etika pelaksanaannya saja, bukan pada prinsip dasar nya.
Begitu juga anak lelaki mempunyai hak yang sama banyaknya dengan anak perempuan, mengenai hasil pusaka tinggi, karna kalau tidak itu akan melanggar AbS-SBK [Adat Basandi Syarak - Syarak Basandi Kitabullah].
Sebagai mana tertuang dalam pepatah adat ..
Ini sesungguhnya menjelaskan dengan rinci hak anak lelaki atas hasil Harta Pusaka Tinggi. Pangulu semuanya lelaki, tak ada pangulu perempuan dan mengapa perempuan yang berkuasa?
Apakah manusia Minang itu orang-orang yang merdeka, atau individu yang terkungkung atau terbelenggu oleh adatnya?
Bagaimana pola fikir mereka menyikapi perihal ini?
Lamak dek awak
Katuju dek urang...
_______________________
Catatan oleh Agam van Minangkabau:
*Abuan dapat berupa sawah atau ladang yang dimanfaatkan sebagai salah satu sumber penghidupan bagi seorang lelaki. Abuan ini merupakan hak yang diberikan oleh keluarga kepada seseorang lelaki untuk mengambil manfaat dari salah satu harta pusaka yang dimiliki keluarga untuk kepentingan dirinya. Hak ini diberikan dengan berbagai alasan atau pertimbangan oleh keluarga ibunya dan tentunya setelah bermufakat dengan seluruh anggota keluarga. Beberapa sebab misalnya:
1) Karena diangkat sebagai Penghulu, dimana ia bertugas untuk mengurusi kepentingan keluarga (saudara perempuan & kamanakan) sehingga tidak memiliki waktu untuk mencari nafkah guna memenuhi kewajiban kepada anak dan isteri.
2) Karena tidak memiliki pekerjaan tetap sehingga terhalang menunaikan kewajiban sebagai Imam dalam keluarganya. Maka dalam hal ini fihak Keluarga Ibu memberi hak pakai guna memenuhi kewajiaban sebagai imam tersebut. Satu keluarga Minangkabau akan malu apabila anak lelakinya tidak dapat menafkahi anak - isterinya.
Hak pakai inilah yang kemudian setelah kematian si lelaki dikembalikan (diwariskan) kepada Kamanakan. Dan pada saat ini pulalah biasanya timbul sengketa karena tidak ada informasi yang diberikan oleh si lelaki kepada anaknya bahwa selama ini mereka dinafkahi dengan Harta Pusaka kepunyaan Bako. Sehingga si anak menganggap harta tersebut kepunyaan ayahnya dan merekalah yang berhak mewarisi.
_______________________
Disalin dari kiriman facebook Ukiran Minang Mak Etek Jagad
diterbitkan pada 21 Mei 2020
Hmmm.. tak masuk akal bukan!!
Mustahil adat Minangkabau sekejam itu terhadap anak laki-lakinya.
Mereka para lelaki itu tetap mempunyai hak penuh untuk tidur di rumah Ibunya. Mereka para Lelaki itu punya hak penuh pula terhadap pengelolaan atau pemanfaatan hasil harta pusaka tinggi. Tidak ada bedanya antara anak perempuan dan anak lelaki, kadang anak lelaki saja dibodohi agar semenda [sumando: suami saudara perempuan] bisa berkuasa di atas Hak pengelolaan Harta Pusaka Tinggi atau si anak lelaki tersebut memang tidak tahu menahu perihal masalah in,i sehingga banyak anak lelaki minang terbuang ke rantau dan meratapi nasib nya bak " Batu jatuah ka lubuak" miris bukan!!
Apalagi disaat ia telah tua dan mulai pikun jangankan orang lain, saudaranyapun tak mengganggap lagi bahwa ia adalah mamak pusako atau pangulu di kaum nya.
Adat minangkabau di susun oleh leluhur kita untuk melindungi anak lelaki, anak perempuan, dan tak peduli itu lelaki atau perempuan. Yang berbeda mungkin etika pelaksanaannya saja, bukan pada prinsip dasar nya.
Begitu juga anak lelaki mempunyai hak yang sama banyaknya dengan anak perempuan, mengenai hasil pusaka tinggi, karna kalau tidak itu akan melanggar AbS-SBK [Adat Basandi Syarak - Syarak Basandi Kitabullah].
Sebagai mana tertuang dalam pepatah adat ..
Hak pangulu
Ka rimbo babungo kayu
Ka sawah babungo ampiang
Ka lauik babungo karang
Ka sungai babungo pasie
Ka ladang babungo tanah
Ka kampuang bapadi abuannyo
Ini sesungguhnya menjelaskan dengan rinci hak anak lelaki atas hasil Harta Pusaka Tinggi. Pangulu semuanya lelaki, tak ada pangulu perempuan dan mengapa perempuan yang berkuasa?
Apakah manusia Minang itu orang-orang yang merdeka, atau individu yang terkungkung atau terbelenggu oleh adatnya?
Bagaimana pola fikir mereka menyikapi perihal ini?
Lamak dek awak
Katuju dek urang...
_______________________
Catatan oleh Agam van Minangkabau:
*Abuan dapat berupa sawah atau ladang yang dimanfaatkan sebagai salah satu sumber penghidupan bagi seorang lelaki. Abuan ini merupakan hak yang diberikan oleh keluarga kepada seseorang lelaki untuk mengambil manfaat dari salah satu harta pusaka yang dimiliki keluarga untuk kepentingan dirinya. Hak ini diberikan dengan berbagai alasan atau pertimbangan oleh keluarga ibunya dan tentunya setelah bermufakat dengan seluruh anggota keluarga. Beberapa sebab misalnya:
1) Karena diangkat sebagai Penghulu, dimana ia bertugas untuk mengurusi kepentingan keluarga (saudara perempuan & kamanakan) sehingga tidak memiliki waktu untuk mencari nafkah guna memenuhi kewajiban kepada anak dan isteri.
2) Karena tidak memiliki pekerjaan tetap sehingga terhalang menunaikan kewajiban sebagai Imam dalam keluarganya. Maka dalam hal ini fihak Keluarga Ibu memberi hak pakai guna memenuhi kewajiaban sebagai imam tersebut. Satu keluarga Minangkabau akan malu apabila anak lelakinya tidak dapat menafkahi anak - isterinya.
Hak pakai inilah yang kemudian setelah kematian si lelaki dikembalikan (diwariskan) kepada Kamanakan. Dan pada saat ini pulalah biasanya timbul sengketa karena tidak ada informasi yang diberikan oleh si lelaki kepada anaknya bahwa selama ini mereka dinafkahi dengan Harta Pusaka kepunyaan Bako. Sehingga si anak menganggap harta tersebut kepunyaan ayahnya dan merekalah yang berhak mewarisi.
_______________________
Disalin dari kiriman facebook Ukiran Minang Mak Etek Jagad
diterbitkan pada 21 Mei 2020