Sumber: https://www.facebook.com |
"Biduak lalu kiambang batauik" (biduk lalu kiambang[1] bertaut) adalah petuah yang dianggap bertuah untuk bisa bersama kembali.
Namun sayang, pepatah itu tidak akan bertuah bila tak bisa memahami maksud yang terkandung dalam peristiwa alami tersebut. Karena itu, ariflah dalam membaca alam takambang.
Perhatikanlah !
Batauik(bertaut)nya kiambang bukanlah lah dari satu sisi tapi dari kedua sisi.
Jadi, bila satu pihak tak mau mendengar, tak pernah merasa keliru, menyimpan curiga sepanjang hari, merasa super sagala-galanya bahkan menganggap diri sebagai tuan[2] yang pantang dibantah maka pihak yang lain tak akan mau merapat karena terus merasa dicurigai, dilukai, diintimidasi, dihina bahkan dipinggirkan.
Begitulah hubungan umat dengan penguasa hari ini. Seolah-olah umat saja yang harus mendengar, patuh, jangan membantah, tunduk, jangan banyak omong dan lainnya.
Sedangkan penguasa merasa punya hak muthlak untuk mengecam, mencurigai, mengawasi, membatasi bahkan kalau perlu mengancam dan menghabisi.
Kalau itu yang dilakukan, itu bukanlah sikap seorang pemimpin tapi sikap seorang penjajah !!!
________________________
Disalin dari: Facebook Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa
Tanggal: 28 November 2019
________________________
Catatan kaki: (Oleh Agam van Minangkabau)
[1] Biduk = sampan, Kiambang = sejenis serangga/ kumbang
[2] 'Tuan' memiliki beberapa makna, diantaranya panggilan kepada lelaki yang lebih tua di Luhak Agam dan beberapa nagari di Minangkabau. Panggilan kepada ulama dan atau para pembesar (dengan penambahan 'ku' menjadi 'Tuanku'). Dan panggilan kepada majikan/ penguasa