Gambar: DW |
FB mochamad Yani - Jumlah murid Kweekschool Bukittinggi angkatan 1907 ada 16 orang. Diantaranya terdapat Ibrahim dan Syarifah Nawawi, sebagai satu-satunya murid perempuan.
Rupanya Ibra menaruh hati pada teman sekolahnya itu. Itulah sebabnya, saat kelulusan sekolah tahun 1913 diadakan rapat tetua adat Nagari Pandan Gadang limapuluh kota terjadi keributan. Dalam rapat itu Ibrahim dihadapkan dua pilihan Ibunya: menolak gelar atau kawin. Rupanya Ibrahim menolak dikawinkan dan memilih menerima gelar, sehingga namanya menjadi Ibrahim Datuk Tan Malaka.
Tan lalu berangkat meneruskan studinya ke Rijkskweekschool, Haarlem, Negeri Belanda. Tan rajin menulis surat kepada Syarifah yang kemudian melanjutkan studinya ke Sekolah Guru di Salemba School. Rupanya cinta mereka bertepuk sebelah tangan. Syarifah tidak pernah membalas surat Tan, dan menerima lamaran Bupati Cianjur R.A.A Wiranatakoesoema pada tahun 1916.
Tan lalu melabuhkan hatinya kepada Fenny Struyvenberg, mahasiswi kedokteran berdarah Belanda yang sering berkunjung ke pondokan Tan. Bahkan wanita ini sempat menyusul Tan ke Indonesia. Namun hubungan mereka tak banyak diketahui.
Tan lalu bermukim selama tiga tahun di Rusia dan mengikuti sidang Komintern dan bertemu lalu menjalin hubungan dengan wanita setempat.
"Nona Carmen" adalah wanita berikutnya yang disebut Tan Malaka dalam bukunya "Dari Penjara ke Penjara". Wanita itu adalah anak rektor Universitas Manila, yang membantunya masuk ke Philipina dari Kanton dan mengajari bahasa Tagalog.
Di China Tan juga menyebut AP, gadis berusia 17 tahun yang sering mengadu dan minta diajari bahasa Inggris.
Usai Proklamasi Kemerdekaan, Tan keluar dari persembunyiannya. Saat berkunjung ke rumah Ahmad Subardjo, di paviliun miliknya, Tan bertemu dengan Paramita Rahayu Abdurrachman. Wanita itu keponakan Ahmad Subardjo dan rupanya menyukai Tan, sehingga oleh teman-temannya dikatakan Tan Malaka adalah tunangannya.
Namun, saat Tan kembali menjadi buronan Kenpetai, hubungan mereka lalu terputus. Paramita juga mengatakan Tan orang yang hidup tidak normal. Dia merasa Tan terlalu besar, karena menginginkan Paramita seperti RA Kartini.
Suatu saat Tan kembali bertemu dengan Syarifah yang sudah menjanda dengan tiga anak sejak 1924. Kembali cinta pertamanya bersemi dan dia meminang Syarifah. Lamaran itu ditolak oleh Syarifah.
Adam Malik, koleganya di Persatuan Perjuangan, pernah menanyakan kepada Tan Malaka, "Bung, apa Bung pernah jatuh cinta?"
Tan menjawab: "Pernah. Tiga kali malahan. Sekali di Belanda, sekali di Philipina dan sekali lagi di Indonesia. Tapi, yah, semua itu katakanlah hanya cinta yang tak sampai, perhatian saya terlalu besar untuk perjuangan".[]
Dari buku
"TAN MALAKA" Bapak Republik yang Dilupakan