Sumber Gambar: https://www.goodnewsfromindonesia.id |
“Kabar kota
Hadji A. K. Amarullah
—
Pertanjaan Mr. Moehammad Yamin di Volksraad pada 30 Jan 1941.
Menoeroet keterangan keterangan jang kami terima oleh penanja,
kabarnja goeroe agama t Hadji Abdoel Karim Amaroellah, jang telah
beroemoer kira kira 65 tahoen, dan tempo hari tinggal di Soengai Batang
didekat Manindjau dikeresidenan Soematera Barat, pada tanggal 13-15
Januari -41 berkali kali dipanggil oleh politie dan diperiksa atas
perintah dari procureur-generaal. Sekarang konon kabarnja ia ditahan
oentoek sementara waktoe dalam pendjara di Fort de Kock.
Apabila kabar ini benar, maka penanja memadjoekan pertanjaan pertanjaan seperti berikoet kepada Pemerintah:
- Berdasarkan kepada apakah t Hadji Abdoel Karim Amaroellah itoe diperiksa dan ditahan oentoek sementara waktoe, dan apakah hasil dan sangkaan jang didapat dari penjelidikan dan pemeriksaan itoe?
- Apakah Pemerintah tidak sependapatan dengan penanja, bahwa oentoek mentjegah satoe pemandangan jang tidak lengkap dalam menentoekan haloean dan pendirian orang jang disangka tadi, pertama tama diperloekan penerangan dari orang jang ahli dalam agama Islam, choesoesnja tentang pengakoean agama jang benar dan tentang pengertian dari ajat ajat Al Qoeranoelkarim dan hadis hadis jang sahih. Sebab dalam hal ini adalah mengenai seorang poedjangga islam jang saleh dan mempoenjai pengaroeh jang besar.
- Apakah Pemerintah tidak sependapatan dengan pembitjara, bahwa oentoek kepertjajaan dari rakjat Islam kepada pemerintah, haroes ditjegah atau setidak tidaknja haroes didjelaskan dengan tjara jang oemoem akan berlakoenja hoekoem loear biasa atau satoe atoeran dari Legercomandant dalam keadaan Staat van beleg atas seorang goeroe agama jang berpengaroeh besar, seperti dalam perkara ini?
- Apakah Pemerintah mengetahoei bahwa orang jang bersangkoetan itoe (dahoeloe) selalu tetap setia kepada kekoesaan Nederland, teristimewa berdjasa pada waktoe petjah hoeroe hara belasting dalam tahoen 1908 dan dalam masa jang soekar pada tahoen 1926-1927?”
***
Laporan harian Sinar Sumatra, No. 25, Tahoen ke 37,
Hari Senen 3 Februari 1941 – 8 Tjie Gwee 2492 – 7 Moeharram 1360
tentang pertanyaan kritis yang diajukan Mr. Moehammad Yamin dalam sidang
Volksraad tgl. 30 Januari 1941 terkait dengan pemanggilan dan penahanan
terhadap ulama Minangkabau yang sangat berpengaruh: Haji Abdul Karim
Amarullah alias Haji Rasul alis Inyiak Dotor (ayah Buya Hamka).
Sebagaimana dapat disimak dalam laporan di atas, Mr. Yamin menganggap
bahwa interogasi yang kemudian dilanjutkan dengan penahanan terhadap “seorang poedjangga islam jang saleh dan mempoenjai pengaroeh jang besar”
sekaliber Haji Rasul terasa berada di luar kepatutan, untuk tidak
mengatakan suatu kecerobohan. Intelektual pribumi asal Talawi itu
mengatakan bahwa pemeriksaan atas ulama besar Minangkabau itu oleh
otoritas kolonial Hindia Belanda di Fort de Kock (Bukittinggi) akan
merusak kepercayaan rakyat Minangkabau (yang sebelumnya memang sudah
rusak juga) kepada Pemerintah. Yamin menekankan bahwa pemeriksaan
terhadap Inyiak Dotor haruslah didampingi oleh ahli yang memahami hukum
Islam dengan baik.
- Yamin heran, bagaimana seorang ulama yang begitu penting ditahan dalam situasi negara yang sama sekali tidak berada dalam keadaan darurat. Lagi pula, Pemerintah Kolonial Belanda seolah melupakan jasa Haji Rasul dalam menenangkan rakyat Minangkabau terkait dengan Perang Kamang (1908) dan Huru-hara Komunis tahun 1926-1927.
Sebagaimana sudah sama kita ketahui, Haji Rasul akhirnya ditahan
Belanda karena dianggap berbahaya. Beliau dipaksa meninggalkan
Minangkabau pada 8 Agustus 1941 menuju tempat pengasingannya di
Sukabumi, Jawa Barat. Sembilan bulan kemudian beliau bebas dan pindah ke
Jakarta, menyusul takluknya Belanda ke tangan Jepang.
Haji Abdul Karim Amarullah wafat di Jakarta, jauh dari para pengikut
dan pengagumnya di Minangkabau, pada 2 Juni 1945 pukul 03:30. Kisah yang
lebih lengkap tentang riwayat hidup dan kiprah keagamaan salah seorang
tokoh ‘Kaoem Toea’ Minangkabau itu dapat dibaca dalam buku karangan
anaknya (Hamka) yang sangat prolifik itu: Ajahku: riwajat hidup dr. H. Abd. Karim Amrullah dan perdjuangan kaum agama di Sumatera (1950).
Dr. Suryadi – Leiden University, Belanda / Padang Ekspres, Minggu 11 November 2018
_____________________________________
Disalin dari blog Engku Suryadi Sunuri: Niadilova.wordpress.com