Henceforth, these three areas of settlement formed the heartland of Minangkabau and were known collectively as the Luhak nan Tigo (the Three Districts) - Luhak Agam, Luhak Tanah Data and Luhak Limo Puluah. Although the Minangkabau people continued to expand in all directions from these core districts, the Luhak nan Tigo are considered the real and true Miningkabau country, and all other areas have legends of settlement which tie their ancestors to one of the three original Luhak communities. [4]
An emblem for this Luhak nan Tigo apparently was designed not long ago but remains undated. It consists of a payong per pale, crested with a crescent-and-star, charged on the pole with a pedang and a keris in saltire and a buffalo’s head affrontĆ©e in base, and between two tombak (spears) per pale.
In this emblem:
- The payong is the emblem of Glory, Peace and Wellbeing (of the people)
- The crescent and star is the emblem of Muslim Faith
- The pedang (a Sumatran sword) and the keris are for the Traditional and Islamic Law.
- The buffalo’s head symbolizes Wisdom, Intelligence, Steadfasness and Perseverance.
- The spears represent the Defensive Power of the (Minangkabau) Society.
- The motto means: United Prosperity
Sumber: http://hubert-herald.nl/INHOUD.htm
_____________________________________________
Orang-orang Minangkabau percaya bahwa sejarah mereka dimulai dengan pemukiman di lereng selatan Gunung Merapi (2.891 m). Pemukiman Merapi dibagi menjadi tiga komunitas, masing-masing berpusat di sekitar sumur mereka sendiri, yang disebut dengan Luhak[1]. Setelah beberapa waktu masing-masing dari ketiga kelompok berangkat untuk merintis dan menyelesaikan Luhak mereka sendiri. Kelompok dari Luhak Agam, sumur di mana tanaman agam (digunakan untuk tikar tenun) berkembang, melakukan perjalanan ke utara dataran Merapi, menghadap ke Gunung Singgalang. Mereka dari luhak Tanah Datar, baik dari tanah datar, menetap di barat daya polos dari Merapi. Orang-orang dari sumur ketiga yang berjumlah lima puluh (lima puluh) keluarga, mendirikan sendiri pemukiman mereka di utara dataran Gunung Sago.
Selanjutnya, ketiga bidang pemukiman membentuk jantung dari Minangkabau dan dikenal secara kolektif sebagai Luhak nan Tigo (Tiga Kabupaten) - Luhak Agam, Luhak Tanah Data dan Luhak Limo Puluah. Walaupun orang-orang Minangkabau terus berkembang ke segala arah dari Luhak inti ini, Luhak nan Tigo dianggap ini dianggap sebagai daerah Kerajaan Miningkabau yang asli, dan semua daerah lain memiliki legenda pemukiman yang mengikat nenek moyang mereka kepada salah satu dari Tiga Luhak ini. [4]
Lambang untuk ini Luhak nan Tigo tampaknya dirancang belum lama tapi tetap tidak bertanggal. Ini terdiri dari Payung per pucat, jambul dengan bulan sabit dan bintang, dibebankan pada tiang dengan pedang dan keris yang bersilangan dan kepala kerbau di dasar, dan di antara dua tombak terdapat motto.
Motto: Tuah Sakato.
Dalam lambang ini:
- Payung adalah lambang dari kejayaan, Perdamaian dan Kesejahteraan (rakyat)
- Bulan sabit dan bintang adalah lambang dari Iman Muslim
- Pedang (pedang Sumatera) dan keris adalah perlambang untuk Hukum Adat dan Islam.
- Kepala kerbau melambangkan Kebijaksanaan, kecerdikan, Ketabahan dan Ketekunan.
- Tombak mewakili Daya Tahan dari (Minangkabau) masyarakat.
- Makna Moto Satu Kata Bertuah
___________________________
Catatan Kaki:
[1] Well its mean Luhak or Luak in the spell
[4] From: Grant, Elizabeth E.: The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule in the Nineteenth Century, 1981. P. 18.