Perbegu, Pemena Atau Hindu?
Sekedar Sharing.... Mungkin bermanfaat..
PERBEGU artinya pengikut Bregu. Bregu adalah seorang Maha Resi yang dulu menyiarkan agamanya pada masyarakat Karo. (catatan : mungkin ini yg disebut sebagai ajaran Dharma. entahlah aku juga tidak paham). Pada Era ini Istilah Perbegu belum dikenal.
Istilah "PERBEGU" muncul seiring dengan berkembangnya Islam melalui invasi kerajaan Aceh terhadap kerajan kerajaan di pedalaman Sumatera, yang memunculkan istilah "NJAWI" pada masyarakat Karo. NJAWI berarti masuk islam atau menjadi Pengikut Syekh Al-Jawini. (Catatan : Syekh Al-Jawini merupakan seorang Ahli agama Islam yang tinggal di Samudra Pasai sekitar Abad 12 atau 13, orang ini lah yang kemudian disebut2 oleh beberapa ahli sebagai pencetus Aksara Arab Melayu/Arab Gundul/Arab Jawi.
Istilah PERBEGU merupakan Antitesis Dari NJAWI.
PEMENA. Pada Era Kolonial dan Puncaknya Pasca kolonial terjadi pergeseran Makna dari PERBEGU sebagai pengikut Bregu, menjadi bermakna Konotasi sebagai PENYEMBAH BEGU atau Hantu, yg dalam dunia akademik dikenal dengan istilah DEMONISME. Menyikapi hal tersebut umat perbegu kemudian berupaya untuk mengganti nama PERBEGU menjadi PEMENA, PEMENA artinya awal. Pengertian Awal disini adalah Kepercayaan Awal masyarakat Karo sebelum masyarakat Karo itu mengenal kepercayaan Islam dan Kristen, yaitu ajaran perbegu
Jadi PERBEGU dan PEMENA Sama saja, hanya berganti nama, Ajaran tetap sama.
HINDU.
Pada MAHASABHA ke IV PARISADA HINDU DHARMA di Denpasar Bali (tahunnya saya lupa mungkin Tahun 1984 atau 1985) PEMENA resmi masuk menjadi bagian dari agama HINDU, bersamaan dengan Masyarakat Toraja, Mojokerto, Kaharingan di Kalimantan dan suku Key di Maluku.
#TRUESTORY dari Kakek saya Namaken Purba. Pendiri dan Ketua Parisada Hindu Dharma Kab. Karo era 80an
========================
Apabila kita lihat foto di atas dan foto-foto di bawah, maka kita akan kepayahan dalam melakukan identifikasi apabila tidak ada keterangan pada foto dan kiriman. Pakain yang digunakan oleh para lelaki khas dan sama dengan langgam berpakaian lelaki Melayu di Pulau Perca ini.
Tradisi berpakaian mereka hampir mirip, seperti kaum lelaki mesti memakai tutup kepala apakah itu destar atau kopiah. Pada masa dahulu, lelaki yang tidak menutup kepalanya dipandang buruk dan dianggap tidak menghormati komunitas mereka. Kemudian mereka memakai kain sarung yang di Minangkabau disebut 'si sampiang'. Sepertinya kain sarung yang dipakai para lelaki sama dengan Kain Sarung Bugis yang biasa dipakai oleh lelaki Minang yang sudah menikah. Pemaduan dengan jas tampaknya adopsi dari budaya Eropa hal mana juga dilakukan oleh lelaki Melayu.
Akan halnya kaum perempuan merekapun demikian pula, berhijab menutup kepala yang oleh bangsa Melayu dikenal dengan nama Kerudung atau Tingkuluak. Menutup kepala tampaknya sudah menjadi adat/tradisi/budaya bagi orang-orang yang tinggal di Pulau Perca ini. Apakah mereka muslim atau bukan, pastilah kepala selalu mereka tutupi.
Foto-foto dari FB Shalman Purba: