Sumber Gambar: https://www.facebook.com |
Para tenaga medis dan relawan hari ini sedang berjuang, segala macam cara sudah diupayakan. Namun, hingga detik ini data menunjukkan semakin bertambah virus menyebar dan korban pun terus bertambah berjatuhan.
.
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menceritakan dalam Badzlu Al-Maa’uun fii Fadhli Ath-Thaa’uun (hlm. 329), “Aku coba ceritakan, telah terjadi di masa kami ketika terjadi wabah ath-tha’un di Kairo pada 27 Rabiul Akhir 833 Hijriyah. Awalnya baru jatuh korban meninggal di bawah empat puluh. Kemudian orang-orang pada keluar menuju tanah lapang pada 4 Jumadal Ula, setelah sebelumnya orang-orang diajak untuk berpuasa tiga hari sebagaimana dilakukan untuk shalat istisqa’ (shalat minta hujan). Mereka semua berkumpul, mereka berdoa, kemudian mereka berdiri, dalam durasi satu jam lalu mereka pulang. Setelah acara itu selesai, berubahlah korban yang meninggal dunia menjadi 1.000 orang di Kairo setiap hari. Kemudian jumlah yang jatuh korban pun terus bertambah.”
Maka, perintah disaat segala sesuatu berdasarkan ilmu, bukan berdasarkan semangat. Kadang maslahat kemanusiaan lebih didahulukan dari maslahat keagamaan. Harusnya yang ditimbang-timbang dalam ibadah adalah kaidah:
.
ŲÆَŲ±ْŲ£ُ Ų§ŁŁ َŁَŲ§Ų³ِŲÆِ Ł ُŁَŲÆَّŁ ٌ Ų¹َŁَŁ Ų¬َŁْŲØِ Ų§ŁŁ َŲµَŲ§ŁِŲِ
“Menolak bahaya lebih didahulukan daripada meraih maslahat.”
Sehingga kita dituntut cerdas dalam beragama dalam menyikapi wabah dengan do’a dan tawakal, sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat 51
.
ŁُŁْ ŁَŁْ ŁُŲµِŁŲØَŁَŲ§ Ų„ِŁَّŲ§ Ł َŲ§ ŁَŲŖَŲØَ Ų§ŁŁَّŁُ ŁَŁَŲ§ ŁُŁَ Ł َŁْŁَŲ§ŁَŲ§ ۚŁَŲ¹َŁَŁ Ų§ŁŁَّŁِ ŁَŁْŁَŲŖَŁَŁَّŁِ Ų§ŁْŁ ُŲ¤ْŁ ِŁُŁŁَ
.
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal.”
Ayat ini adalah haqq dan benar, namun penggunaannya tidaklah tepat apabila dimaksudkan agar umat Islam tidak perlu bekerja keras merencanakan langkah-langkah penting. Terutama untuk menghambat tersebarnya virus corona sementara hanya bertenang diri, berdoa, dan menerima apa adanya musibah yang bakal menimpa mereka.
Sebaliknya, Khalifah Kedua umat Islam Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah dihadapkan pada kasus wabah menular ketika ia sedang berkunjung ke Syam.
Apa sikap Khalifah Umar? Beliau tidak berpasrah diri dan melanjutkan rencananya mengunjungi daerah terjangkiti wabah tersebut seraya menyerukan sahabat yang lain untuk berdo’a menerima yang mungkin akan menimpa mereka. Sebaliknya, Khalifah Umar mengambil keputusan tegas membatalkan rencana kunjungan tersebut, yang membuat banyak sahabat yang protes atas sikap Umar itu. Salah satunya ialah Abu ‘Ubaidah bin Jarrah bertanya; “Apakah kita hendak lari dari takdir Allah?” Umar menjawab: ‘Mengapa kamu bertanya demikian hai Abu ‘Ubaidah?
Agaknya Umar tidak mau berdebat dengannya. Beliau menjawab: “Ya, kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah. Bagaimana pendapatmu, seandainya engkau mempunyai seekor unta, lalu engkau turun ke lembah yang mempunyai dua sisi. Yang satu subur dan yang lain tandus. Bukanlah jika engkau menggembalakannya di tempat yang subur, engkau menggembala dengan takdir Allah juga, dan jika engkau menggembala di tempat tandus engkau menggembala dengan takdir Allah?”
.
Di tengah perbincangan Umar dengan Abu Ubaidah tiba-tiba datang sahabat Nabi bernama Abdurrahman bin ‘Auf yang belum hadir karena suatu urusan. Lalu dia berkata: “Aku mengerti masalah ini. Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka janganlah keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri.”
Begitupula kisah dari Sahabat Amru bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu saat wabah menjangkit negerinya. Ketika menjadi pemimpin menggantikan pendahulunya namun berbeda pandangan dengan mereka, beliau berseru kepada khalayak umat dengan mengatakan:
.
Ų£ŁŁŲ§ Ų§ŁŁŲ§Ų³! Ų„Ł ŁŲ°Ų§ Ų§ŁŁŲ¬Ų¹ Ų„Ų°Ų§ ŁŁŲ¹ ŁŲ„ŁŁ Ų§ ŁŲ“ŲŖŲ¹Ł Ų§Ų“ŲŖŲ¹Ų§Ł Ų§ŁŁŲ§Ų± ŁŲŖŲŲµّŁŁŲ§ Ł ŁŁ ŁŁ Ų§ŁŲ¬ŲØŲ§Ł
“Wahai manusia, sesungguhnya penyakit ini apabila menimpa maka ia akan bekerja bagaikan bara api maka bentengilah dari penyakit ini dengan berlari ke gunung-gunung.” (Diriwayatkan dari Imam Ibn Hajar Al-Asqalani dalam kitab Badzal Maa’un hal 163)
Sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhu yang lain memang ada yang pasrah tidak menyarankan tindakan apapun namun hal ini bukanlah berangkat dari perintah wahyu. Ketika sahabat yang terkemuka seperti Umar bin Khattab ra. dan Amr bin Al-Ash ra. menganjurkan sesuatu yang lebih tepat maka para sahabat yang lain dapat memahami dan mengikuti petunjuk dan arahan yang lebih selamat bagi ummat pada waktu itu.
Kami yakin, bahwa Allah tidak menguji dengan datangya wabah ini melainkan kita pasti mampu melewati. Allah hanya ingin keberadaannya mutlak diakui sebagai pemilik langit, bumi dan seisinya oleh makhluk ciptaan-Nya. Maka ada sebuah harta karun yang kita punya saat ini bernama “do’a” yang Allah malu jika tidak mengabulkan apa yang kita minta.
Tentu sebagai seorang muslim, tawakkal kepada Allah tetap menjadi pegangan hidup namun bukan berarti muslim harus berpasrah menerima apa adanya sementara belum menempuh daya upaya ikhtiar yang maksimal sesuai dengan ilmu pengetahuan yang ada.
Bukan kemudian menghentikan corona dengan ikhtiar berdo’a itu salah, tetapi memang setiap masalah ada kalanya memiliki cara penyelesaiannya masing-masing. Ibarat kapak itu tajam dan kuat, tetapi tidak bisa untuk mencukur rambut. Sama halnya dengan silet, dia sangat tajam tetapi tidak bisa untuk memotong kayu.
Seperti halnya berdo’a itu baik, apalagi dilakukan berjamaah. Tetapi penanganan wabah itu justru mengharuskan untuk tidak berjamaah (berkumpul orang banyak di satu tempat) yang mana membuat wabah semakin cepat tersebar. Maka tetap tinggal di rumah adalah salah satu iktiar terbaik saat ini untuk menghentikan penyebaran virus corona, dan berdo’a di rumah saat yang mustajab di hari Jum’at adalah salah satu obat yang mujarab karena Allah tidak pernah ingkar dalam menepati janji-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits
“Di hari Jum’at terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas dia memanjatkan suatu do’a pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberi apa yang dia minta.” ( HR. Bukhari 935 )
_____________________________
Disalin dari kiriman facebook Syam Organizer
Diterbitkan pada Jum'at 27 Maret 2020