Ilustrasi Gambar: kompasiana |
Anak anak muda ini bertanya, menunjukkan ke kritisannya.. "Apakah adat kampuang kito sabalum Alam Minang, Mak Rajo?" Kata mereka dengan penuh harap akan saya terangkan dengan baik. Karena di samping mamak mereka, tugas saya sebagai akademisi Sejarah tentu akan bisa menjawab pertanyaan mereka.
Dari pertanyaan itu saya tercenung sejenak, sambil menghela nafas panjang saya mulai menjawab dengan lambat lambat pada mereka. Kamu tahu kampung kita awal nya punya 4 niniak yang kemudian manaruko di kampuang kita. Setelah nugari terbentuk karena kita rantau maka di jemputlah mamak ke Pagaruyuang untuk menjalankan posisi sebagai pucuak adat di negari.
Sekarang kalian tanya sebelum kita menjadi Minang apa adat kita? Menurut tambo kita sudah Minang juga, karena niniak kita turun dari lereang Gunuang Marapi. Nah pertanyaan kalian masih juga belum terjawab, sebelum Minang itu apa adat kita mak?. Maka sebagai mamak saya akan jawab, untuk apa kalian tahu lagi? Sebagai turunan generasi muda nan tahu di jalan nan luruih dan bukik nan tinggi sarato lurah nan dalam untuk apo dek kalian mengetahui itu lagi. Kecuali kalian ingin mancari cari adaik nan ba beda jo kito kini..Kalau itu tujuan kalian ndak usahlah, jawab ku.. Karena akan merusak tatanan hidup kita yang ada saja.
Dari percakapan saya dengan kemenakan itu, ada beberapa hal yang perlu kita luruskan. Mengkaji sejarah sebagai generasi muda Minang memang kita dianjurkan mancaliak ka nan sudah jo nan bana nan lah di taruko jo di buek dek niniak kito. Artinya tujuan itu untuk memperkuat adat itu sendiri.Kalau kita bangsa yang tahu sosok jerami.. Saya pastikan tidak akan resah dengan Tambo yang di ujarkan mamak atau anduang kito.
Tidak sampai melebar lebar bertanya pada sumber luar yang belum tentu tahu siapa kita sebenarnya. Mungkin saja nagari kita sebelum kedatangan niniak niniak sudah ada peradaban disitu. Tapi percayalah bukan adat Minang mereka dan tentu bukan orang Minang mereka. Namun setelah menjadi Minang, dan hari ini pakai adat Minang dalam keseharian kita maka tentu etnis Minangkabau lah yang berhak sejarahnya dipelajari. Untuk apa meneropong masa lalu yang tidak penting untuk Alam itu sendiri. Buang waktu dan mubazir, apalagi bila peradaban itu bukan pula peradaban Minang dan beragama bukan Islam . Dalam kepercayaan Minang yang Islam itu namanya pekerjaan yang sia sia...Hanya akan menimbulkan berbagai sakwasangka saja.
Apabila ber sikeras juga mendalaminya sebaiknya pelajari dulu Ilmu (Sejarah, Antropologi Sosiologi Seni dan bahasa)nya dengan baik dan benar, agar jangan tertipu oleh rimba sejarah itu sendiri. Jika tidak dipatuhi ditakutkan nanti si penulusur sejarah akan di bawa hanyut oleh pikirannya sendiri atau Halusinasi. Malu nan ka tibo, atau malah dibawa sesat oleh orang orang yang ingin ambil keuntungan dari pikiran sia sia kita tadi