Ilustrasi. Peneliti Inggris perkirakan ada
ratusan ribu kasus corona di Indonesia yang tak terdeteksi. (ANTARA
FOTO/MOHAMMAD AYUDHA)
CNN Indonesia | Jumat, 27/03/2020 11:06 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti Inggris menyatakan jumlah kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi di Indonesia sebenarnya bisa mencapai puluhan ribu hingga ratusan ribu kasus. Namun, kasus-kasus infeksi virus corona SARS-COV-2 ini tidak terdeteksi karena rendahnya tingkat pengetesan oleh pemerintah.
Hal ini diungkap peneliti Pusat Pemodelan Matematika Penyakit Menular (CMMID) London, Inggris. Mereka yang mengembangkan pemodelan matematika untuk memprediksi secara kasar kemungkinan jumlah kasus penyebaran Covid-19 di suatu negara berdasarkan jumlah kematian.
Menurut pemodelan tersebut, satu kematian yang dikonfirmasi di suatu negara seperti Indonesia, sebenarnya bisa digunakan untuk menghitung beban kasus yang sebenarnya.
Pemodelan ini mempermasalahkan soal tingginya persentase tingkat kematian Covid-19 di Indonesia. Mereka memperkirakan tingginya angka kematian ini disebabkan pemerintah kurang agresif melakukan pengetesan para terduga Covid-19.
Berdasarkan data, angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia
merupakan yang tertinggi di dunia dengan persentase mencapai 8,7 persen
atau78 kematian dari 893 kasus per kamis (26/3). Namun, angka pengetesan Covid-19 di Indonesia termasuk yang terendah di dunia.
Pekan lalu, Indonesia baru melaksanakan 1.727 tes. Jika dibandingkan dengan total penduduk, baru satu orang di tes dari 156 ribu orang. Dengan demikian, diperkirakan masih banyak penderita Covid-19 yang belum teridentifikasi. Pembelian 150 ribu alat tes dari China diharapkan bisa mempercepat identifikasi mereka yang terduga terinfeksi virus corona.
Prediksi pemodelan CMMID tergantung pada dua variabel kunci, yakni tingkat kematian dan tingkat penularan, serta mengukur berapa banyak orang yang kemungkinan akan terinfeksi oleh satu orang
Mereka lalu membandingkan tingkat kematian di Indonesia ini dengan data kematian Covid-19 WHO sebesar 3 persen (3 kematian per 100 kasus). Meski demikian, para ahli virologi dan epidemologi percaya tingkat kematian virus ini di bawah 1 persen.
Hal ini diungkap peneliti Pusat Pemodelan Matematika Penyakit Menular (CMMID) London, Inggris. Mereka yang mengembangkan pemodelan matematika untuk memprediksi secara kasar kemungkinan jumlah kasus penyebaran Covid-19 di suatu negara berdasarkan jumlah kematian.
Menurut pemodelan tersebut, satu kematian yang dikonfirmasi di suatu negara seperti Indonesia, sebenarnya bisa digunakan untuk menghitung beban kasus yang sebenarnya.
Pemodelan ini mempermasalahkan soal tingginya persentase tingkat kematian Covid-19 di Indonesia. Mereka memperkirakan tingginya angka kematian ini disebabkan pemerintah kurang agresif melakukan pengetesan para terduga Covid-19.
Pekan lalu, Indonesia baru melaksanakan 1.727 tes. Jika dibandingkan dengan total penduduk, baru satu orang di tes dari 156 ribu orang. Dengan demikian, diperkirakan masih banyak penderita Covid-19 yang belum teridentifikasi. Pembelian 150 ribu alat tes dari China diharapkan bisa mempercepat identifikasi mereka yang terduga terinfeksi virus corona.
Prediksi pemodelan CMMID tergantung pada dua variabel kunci, yakni tingkat kematian dan tingkat penularan, serta mengukur berapa banyak orang yang kemungkinan akan terinfeksi oleh satu orang
Mereka lalu membandingkan tingkat kematian di Indonesia ini dengan data kematian Covid-19 WHO sebesar 3 persen (3 kematian per 100 kasus). Meski demikian, para ahli virologi dan epidemologi percaya tingkat kematian virus ini di bawah 1 persen.
|
Tingkat penularan Covid-19 juga diperkirakan ada di angka 2 dan 3, yang artinya tiap pasien positif, menularkan kepada dua atau tiga orang lain.
Kombinasi dua data ini, digabungkan dengan angka kematian di Indonesia, maka para ahli memperkirakan sebenarnya tingkat infeksi Covid-19 di RI sudah lebih besar.
Perkiraan konservatif, menurut pemodelan CMMID dengan tingkat kematian Covid-19 sebesar 1 persen dan tingkat penularan kepada 2 orang memprediksi telah ada 70.848 kasus virus corona baru di Indonesia.
Sementara jika angka tingkat infeksi ditingkatkan ke angka 3, maka kemungkinan terdapat 251.424 kasus di Indonesia. Di mana satu kematian Covid-19 akan menunjukkan ada 5.238 kasus di masyarakat. Nilai sebenarnya kemungkinan berada di antara keduanya.
Angka ini didapat berdasarkan data kematian Covid-19 pada Senin (23/3). Saat itu, data kematian di Indonesia masih di angka 48 orang.
Associate CMMID profesor Stefan Flasche mengatakan bahwa jumlah kasus virus corona baru akan meningkat dua kali lipat setiap tujuh hari.
"Orang akan berharap bahwa kira-kira enam kematian yang dilaporkan per hari yang Anda lihat saat ini [di Indonesia] akan meningkat menjadi 12 kematian per hari minggu depan dan 24 kematian per hari setelahnya. [Itu akan berhenti] kecuali ada upaya besar yang bertujuan untuk menghentikan penyebaran melalui misalnya, social distancing," katanya, seperti dikutip ABC.
Ketika ditanya kemungkinan ada 1 juta kasus di Indonesia pada akhir
April, menurutnya hal itu mungkin terjadi. Kemungkinan ini berkaca dari
tingginya populasi di Indonesia dengan 270 juta penduduk.
"Mungkin membuat semi-masuk akal, sebagai skenario terburuk," tuturnya.
Profesor Niall Ferguson dari Imperial College di London, Inggris, juga mendukung perhitungan ini. Menurutnya, satu kematian menunjukkan setidaknya seribu kasus di masyarakat dengan asumsi tingkat kematian 1 persen.
"Kami kira epidemi tanpa adanya pengukuran...mungkin akan naik dua kali lipat tiap lima hari...dan hanya satu dari 100 orang yang terinfeksi akan meninggal," tuturnya.
"Jika penderita sudah menunjukkan gejala, butuh 20 hari atau lebih hingga mereka meninggal. Sehingga angka kematian hari ini menunjukkan epidemi yang terjadi 20 hari lalu."
"Mungkin membuat semi-masuk akal, sebagai skenario terburuk," tuturnya.
Profesor Niall Ferguson dari Imperial College di London, Inggris, juga mendukung perhitungan ini. Menurutnya, satu kematian menunjukkan setidaknya seribu kasus di masyarakat dengan asumsi tingkat kematian 1 persen.
"Kami kira epidemi tanpa adanya pengukuran...mungkin akan naik dua kali lipat tiap lima hari...dan hanya satu dari 100 orang yang terinfeksi akan meninggal," tuturnya.
"Jika penderita sudah menunjukkan gejala, butuh 20 hari atau lebih hingga mereka meninggal. Sehingga angka kematian hari ini menunjukkan epidemi yang terjadi 20 hari lalu."
Pemerintah dianggap kurang agresif lakukan pengetesan virus corona. (ANTARA FOTO /Aswaddy Hamid)
|
"Epidemi saat itu (20 hari lalu) pasti 10 kali lebih kecil. Jika dikalikan dengan angka 100 angka kematian, maka didapat faktor pengali 1.000 kasus."
Sebelumnya, Menteri Kesehatan memprediksi kemungkinan 700 ribu kasus di Indonesia. Namun, tidak menjelaskan kapan Indonesia akan mencapai angka ini.
Melansir News, mantan perdana menteri Australia Kevin Rudd memperingatkan bahwa situasi yang ada di Indonesia dapat memiliki konsekuensi serius bagi Australia.
"Teman dan tetangga kita Indonesia, populasi 275 juta, sekarang berada di puncak bencana virus corona yang tinggi. Ini memiliki implikasi keamanan nasional yang besar bagi Jakarta dan Canberra. Ini akan membutuhkan solidaritas dan diplomasi yang sangat terampil di masa depan," kata Rudd.
Catatan Redaksi: Redaksi mengoreksi paragraf 4 artikel ini pada Jumat (27/3) pukul 14:46 WIB dari 11,4 persen menjadi 8,7 persen.(jps/eks)
__________________________
Disalin dari berita CNN Indonesia
Diterbitkan pada 27 Maret 2020