FB Marjafri | Sulalatu'l-Salatin atau Sulalatus Salatin (Jawi: سلالة السلاطين, secara harfiah bermaksud Penurunan segala raja-raja) merupakan karya dalam Bahasa Melayu dan menggunakan Abjad Arab Melayu. Karya tulis ini memiliki sekurang-kurangnya 29 versi atau manuskrip yang tersebar di antara lain di : 1. Inggris (10 di London), 1 di Manchester),
2. Belanda (11 di Leiden, 1 di Amsterdam),
3. Indonesia (5 di Jakarta), dan
4. Rusia (1 di Leningrad).
Sulalatu'l-Salatin versi Raffles maupun Shellabear pada dasarnya berisikan tentang klaim kekuasaan dan kompetisi dari para penguasa di Alam Malayu, menceritakan sejarah mengenai kebangkitan, kegemilangan dan kejatuhan zaman pemerintahan Melayu yang ditulis oleh beberapa orang pengarang Melayu. Namun uraian teks pada naskah ini belum dapat memberikan penjelasan yang tepat dan benar, karena masih terdapat pertentangan dengan beberapa sumber primer sejarah lainnya seperti catatan yang dibuat oleh Portugal dan Belanda. Hal ini tidak lepas dari bahwa Sulalatu'l-Salatin telah mengalami perubahan yang dilakukan oleh beberapa pengarang berikutnya yang kemungkinan ada menambah dan mengurangkan isi teks pada naskah.[1] Sulalatu'l-Salatin memiliki beberapa variasi versi, kemungkinan versi pendek, versi yang belum diselesaikan penulisnya atau sebaliknya versi panjang merupakan tambahan yang dibuat oleh penulis berikutnya.
Pada mukadimah naskah beberapa versi Sulalatu'l-Salatin terdapat perbedaan penafsiran untuk nama pengarang atau penyunting naskah ini, di mana nama Tun Bambang dianggap sama dengan Tun Sri Lanang.
Tentang siapa penulis sebenarnya kitab itu M. Jamin dalam buku Peringatan JONG SUMATRA, ORGAAN VAN DEN JONG SUMATRANEN BOND (1917-1922) menyatakan bahwa ada yang mengatakan kitab ini dikarang oleh tiga orang dan dikarang oléh pemabuk, namun katanya; "Boekannja bertiga, melainkan berdoea jang mempersediakan kelahiran S.M. (Sadjarah Malajoe) di Batoe Sawar (1612-1614) :
- pertama Bendahara Toen Muhammad sebagai pengarang, dan
- Radja Seberang sebagai orang jang mengadjak memboeatnja lalu menjoedahkan.
Kedoeanja Boekan Orang pemabuk : Keterangan Van den Broeck sangat Korang 'adil.
B. S. Alaoedin Rigajat Shah III namanja terseboet dalam S.M. hanja sebagai hiasan sahadja.
Jang mengeloearkan boeah fikiran lebih dahoeloe ialah Radja Seberang (auctor intellectualis). Dialah jang mengadjak Bendahara hendak mengarang.
Pertikaian fikiran itoe timboelnja baroe-baroe ini, walaupoen bagaimana lahirnja S.M. itoe sebenar-benarnja ada ditoeliskan pada pangkal kitab itoe sendiri. Disanalah didapat isi tjeritera jang sesoenggoehnja, seperti jang dipéndékkan di bawah ini:
"Pada masa masa fakir duduk pada suatu majlis [kronraad] dengan orang bésar-besar bérsénda goerau. Pada antara itoe ada seorang-orang besar. tërlébeh moelianja dan térlébeh besar mërtabatnja daripada yang lain, maka bérkata ia kepada fakir, Hamba [Radja seberang] dengar ada Hikayat Melayu dibawa oleh orang dari Goa (1 Oct. 1610]: barang kita perbaiki kiranja dengan ista'adatnja, supaya dikétahoei oléh ségala anak chuchu kita yang kemudian dari pada kita, dan boleh diingatkannya oleh segala-segala meréka itu.
"Maka fakir karanglah hikayat ini karna sam'itu min marwiyi wata, supaya akan menyukakan duli hadirat baginda. Maka fakir nama hikayat itu Sulalatu's-Salatina, ya'ani Pératuran Segala Raja-Raja. Hadhahi durra 'l Akhbar Wa'urwatu 'l-amthal, inilah mutia (juweel van Valentijn) segala chétura dan chahaya segala péri umpamaan."
Entah bak manalah akan isi S.M., kalau setahoen sesoedah' madjelis jang terseboet diatas ini tiada tiba-tiba armada Atjéh [6 Joeni 1613] menjerang Djohor [Batoesawar], disoeroeh oléh Soeltan Iskandar Moeda [ 1607-1636]. Semoeanja diserangnja: orang Atjéh berbalik ketanahnja poelau Soematera membawa tawanan Soeltan Radja 'Abdoe'llah, orang kaja-orang kaja dan 20 orang Belanda, jang menoenggoeï lodji di Djohor. Tiadalah akan sia-sia sekali-kali kalau orang menjangka, kalau diantara orang besar-besar itoe terhitoeng pengarang S.M., Toen Seri Lanang sendiri. Djikalau sekiranja benar demikian, boléh djadilah S.M. dikarang dipoelau Soematera, dinegeri Atjéh.
John Crawfurd, F.R.S. dalam "A Descriptive Dictionary Of The Indian Islands & Adjacent Countries" terbitan London : Bradbury & Evans, 11, Bouvetie Street tahun 1856 dalam bab tentang berdirinya Singapura menuliskan bahwa kitab itu bukanlah buku Sejarah Melayu dan Palembang bukanlah Melayu.[2]
"Keberatan pertama yang nyata adalah bahwa hal ini tidak pernah dikenal dalam sejarah, Palembang bukanlah sebuah negeri yang diduduki oleh Melayu, sebagian besar penduduknya merupakan bangsa tersendiri yang disebut Sarawi, dan penguasanya adalah orang Jawa yang dahulu kala.
Keberatan lain yang jelas adalah, bahwa kita mempunyai zaman Kristen, tanpa zaman Asia yang menjadi asal mulanya [zaman Asia mana yang akan dihitung], karena orang-orang Melayu tidak punya zaman mereka sendiri dan mereka menganut agama Muhammad, mereka baru memeluk agama Muhammad 116 tahun setelah tanggal berdirinya Singapura. Jika pemukim pertama di Singapura berasal dari Palembang dan dari daerah sekitarnya serta menjadi penguasa, maka tidak mustahil mereka adalah orang Jawa dan bukan orang Melayu.
Pendapat ini didukungan dengan fakta bahwa sebagian besar nama dan gelar para pangeran yang dinyatakan pernah memerintah di Singapura, belum lagi nama tempatnya sendiri, adalah nama Jawa atau Sansekerta, nama-nama tersebut, singkatnya, seperti yang diterapkan oleh orang Jawa modern, dalam keadaan serupa.
Peninggalan-peninggalan yang ditemukan di situs kuno Singapura, yang juga merupakan situs kota modern yang terdapat pada beberapa prasasti yang seiring berjalannya waktu, penguraian batuan, sebagian besar tulisannya telah musnah, namun di sana-sini ada beberapa huruf yang cukup jelas. Bentuknya lebih bulat daripada bersudut, dan dengan mempertimbangkan bahan dan kekasaran pembuatannya, mereka sangat mirip dengan Kawi atau tulisan kuno Jawa, yang juga ditemukan di sebagian besar monumen kuno dari pulau itu. Bagaimanapun juga, huruf-huruf tersebut sama sekali tidak mirip dengan Rejang di Sumatera, huruf yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat Palembang, atau dengan Korinchi, yang kemungkinan besar ditulis oleh orang Melayu sebelum mereka mengadopsi huruf Arab.
---------
Sumber:
- M. Jamin - Jong Sumatra, Orgaan Van Den Jong Sumatranen Bond (1917-1922)
- A Descriptive Dictionary Of The Indian Islands & Adjacent Countries terbitan London : Bradbury & Evans, 11, Bouvetie Street tahun 1856, hal 402.
=======
Catatan Kaki oleh Admin:
[1] Adalah sebuah kelaziman kita temui pada diri orang sekarang (tidak hanya para akademisi) yang menjadikan sumber Barat (Orientalis) sebagai rujukan utama dan segala yang bertentangan dengan sumber Barat dianggap salah. Suatu pemikiran, pemahaman, dan pandangan yang berbahaya yang dianut oleh Anak Melayu dari Puak Minang.
[2] Ini merupakan pendapat Orientalis yang sangat didewa-dewakan oleh Pribumi di negeri ini karena dipandang lebih logis, ilmiah, dan sahiah informasi yang diberikan. Pada pendapatnya ini serta pendapat pada paragraf di bawah terlihat dengan jelas pandangan dan pemahamannya tentang Melayu, baik itu orangnya, adatnya, agamanya, terutama dalam hal ini sejarahnya. Dan juga, mereka hendak mengecilkan peranan orang Melayu dalam menorehkan sejarah di kepulauan ini serta mengangkat orang Jawa. Mungkin ini merupakan politik 'devide et impera' mereka.